Site icon Dewantara

Kurt Cobain dan Apapun yang Ditinggalkannya (1)

Tewasnya Kurt Cobain adalah salah satu tragedi besar bagi dunia musik dan jagat pemberontakkan kaum muda pada era 1990-an. Peristiwa tragis sebelumnya yang dialami dunia musik, ketika John Lennon, pemimpin band fenomenal The Beatles tewas ditembak oleh penggemarnya, Mark David Chapman pada tahun 1980. Tapi Kurt, dalam beberapa hal, lebih urakan dibandingkan Lennon. Kurt lebih mendekati attitude Sid Vicious, bassist Sex Pistols dari Inggris yang tewas tahun 1977 akibat overdosis narkotika.

Siapakah Kurt Cobain? Bagaimana dia menjalani 27 tahun kehidupan yang bak roller coaster?

Apakah dia hanya melengkapi deretan rocker yang mati di usia muda sebagaimana Jim Morrison, Janis Joplin, dan Jimi Hendrix ? dan kenapa dunia sangat kehilangan sosok Kurt bahkan sampai hari ini?

Masa Kecil di Aberdeen

Kurt lahir pada 20 Februari 1967 di Aberdeen, negara bagian Washington, Amerika Serikat (AS). Orangtuanya bernama Don Cobain dan Wendy. Ketika menikahi Wendy, usia Don 21 tahun dan Wendy 19 tahun. Kedua orangtua Kurt bertemu saat mereka masih di SMA.

Pada usia 2 tahun, Kurt menciptakan teman khayalan bernama Boddah. Kemudian orangtuanya merasa cemas akan kerekatan Kurt dengan teman khayalannya itu sehingga mereka mengatakan bahwa Boddah ikut seorang pamannya yang bertugas di Vietnam. Tapi Kurt tidak mempercayai itu. Ketika berusia 3 tahun, dia bermain dengan tape bibinya, ketika itu efek echo-nya menyala. Kurt mendengarkan gema yang dikeluarkan dan berseru, “Suara itu bicara denganku? Boddah? Boddah?”

Kurt kecil pernah berlari sambil memukul drum sekeras-kerasnya di sekeliling rumah. Awalnya Wendy berpikir Kurt melakukannya untuk melampiaskan energi kanak-kanaknya. Namun orangtua dan gurunya kemudian menduga penyebab sikap Kurt itu adalah akibat dari masalah kesehatan yang lebih serius. Keluarga Cobain sempat menduga Kurt mengidap Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).

Mereka lalu berkonsultasi ke dokter anak. Awalnya menu makanan manis dikurangi dari makanan Kurt. Sampai pada akhirnya dokter memberikan obat ritalin kepada Kurt selama 3 bulan. Pemberian ritalin kepada Kurt merupakan keputusan kontroversial. Pada 1974, beberapa ilmuan mengatakan bahwa ritalin dapat menimbulkan respons Pavlovian dalam anak-anak yang nantinya akan menimbulkan sifat kecanduan. Tetapi sejumlah ilmuan lain meyakini, jika anak-anak hiperaktif tidak ditangani, nantinya mereka akan mengonsumsi obat-obatan secara ilegal.

Pada 1976, ketika Kurt berusia 9 tahun, kedua orangtuanya bercerai. Ayahnya Kurt, Don, pindah ke trailer orangtuanya di Montesano. Bagi Kurt, perceraian orangtuanya sangat memengaruhi kepribadiannya. Apalagi ia merasa perpsahan Don dan Wendy adalah karena kesalahannya.

Remaja Drop-out dan Narkotika

Kurt mulai berkenalan dengan narkotika ketika ketika duduk di kelas dua SMP. Pada saat itu dia mulai menghisap ganja dan LSD. Awalnya dia menghisap ganja di pesta-pesta, lalu bersama teman-temannya, lama-lama ia sering melakukannya sendiri setiap hari. Ketika kelas 3 SMP, dia sudah benar-benar memulai langkahnya sebagai pecandu.

Kurt sempat menjalani masa SMA di Montesano High School, lalu kemudian pidah ke SMA Weatherwax di Aberdeen. Seiring dengan kebiasaannya memakai narkotika, Kurt mulai sering membolos. Selanjutnya, Kurt mulai bolos seorang diri atau mabal setelah istirahat pertama.

Satu-satunya mata pelajaran yang diikuti Kurt secara serius addalah seni. Dia merasa pelajaran ini mudah diikuti olehnya. Kurt akhirnya drop-out dari Weatherwax.

Musik Semacam Punk-Rock

Kurt memulai les gitar pada usia 14 tahun. Lebih tepatnya les yang dibayarin oleh pamannya, Chuck. Lalu Kurt berguru kepada temannya Chuck, Warren Mason. Mereka memainkan lagu-lagu Led Zeppelin dan AC/DC.

Dalam realitas musik sehari-hari, Kurt sangat menyukai dan nge-fans pada band The Melvins dari Montesano. Kurt bahkan masuk dalam komunitas fans The Melvins yang disebut “cling-ons”. Karena Kurt kenal dengan vokalis The Melvins, “Buzz” Osborne yang sama-sama sekolah di SMA Montesano, maka Kurt makin merasa dekat dengan The Melvins.

Sayatan-sayatan gitar lagu-lagu The Melvins, dengan suara berat dari lirik yang rsuram, pada perkembangan selanjutnya sangat mempengaruhi gaya bermusik Kurt. The Melvins menampilkan kecepatan-kecepatan nada punk-rock, walau dengan nuansa gloomy ala heavy metal. Tapi, buat penulis gaya bermusik The Melvins penuh kecepatan dan suasana yang suram akan memunculkan suatu poros yang merupakan versi alternatif dari punk-rock. Versi alternatif tersebut yang nanti juga mempengaruhi band-band seattle-sound seperti Soundgarden, Pearl Jam, Alice In Chains, dan Nirvana. Wartawan musik menamakan versi alternatif tersebut: grunge.

 

Sumber:

rollingstones.com

Charles Cross, Heavier Than Heaven; Biografi Kurt Cobain; 2005; Yogyakarta: Alinea

 

Ahmad Muttaqin

Exit mobile version