Dewantara, Jakarta – Dalam rangka merayakan 30 tahun Konvensi Hak Anak (KHA), 50 anak dari kelompok anak di 10 provinsi menuntut hak-hak mereka. Anak-anak mendatangi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmavati dan berdialog langsung dengan Anggota Komite Hak Anak Persatuan Bangsa Bangsa.
Kegiatan ini difasilitasi oleh Koalisi Nasional NGO Pemantau Hak Anak bekerjasama dengan Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak guna menciptakan ruang partisipasi yang bermakna bagi anak.
Hak anak untuk didengar dan menyampaikan pendapat merupakan hak dasar yang dijamin dalam pasal 12 KHA. Jaminan hak ini merupakan sebuah titik tolak dalam pengakuan anak dari ‘makhluk yang dianggap belum matang sepenuhnya’ menjadi pengakuan sebagai ‘manusia seutuhnya’.
“Anak, selayaknya manusia, memiliki hak untuk didengar buah pikiran dan kepentingannya. Melibatkan anak dalam pengambilan keputusan dapat mempengaruhi kebijakan yang dihasilkan yang berdampak langsung pada kesejahteraan anak,” ujar Widuri, Koordinator Presidium PKTA.
Widuri menambahkan ‘Usaha untuk memfasilitasi anak untuk berdialog dengan Komite Hak Anak dan Ibu I Gusti Ayu selaku Menteri PPPA merupakan batu pijakan awal untuk inisiatif serupa di masa depan supaya anak bisa punya lebih banyak ruang untuk didengarkan, baik dalam ruang privat maupun public”katanya.
Dialog anak ini juga diarahkan untuk mendorong anak untuk terlibat dalam advokasi internasional. Khususnya, anak-anak secara langsung menyampaikan informasi mereka ke Anggota Komite Hak Anak PBB, Mikiko Otani. Suara anak diharapkan menjadi bahan pertimbangan Komite Hak Anak dalam melakukan evaluasi laporan pemerintah Indonesia terkait progres pelaksanaan KHA di Indonesia.
“Selama ini, pelibatan anak di Indonesia dalam pengambilan kebijakan di setiap level baik tingkat desa, kabupaten, provinsi dan nasional dan bahkan internasional sangat minim,” ujar Sri Eni Purnamawati, Ketua Koalisi Nasional NGO.
“Forum Anak yang menjadi program andalan pemerintah belum sepenuhnya menginklusi anak dari segala situasi, khususnya anak-anak yang berada di luar sistem pendidikan seringkali tertinggal,” (Koalisi NGO) menambahkan.
Untuk itu, dialog anak melibatkan anak-anak yang mengalami langsung maupun anak rentan terhadap isu-isu khusus seperti, anak penyandang disabilitas, anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak korban kekerasan (termasuk kekerasan seksual, eksploitasi seksual komersial, online atau radikalisme), anak yang dieksploitasi secara ekonomi, anak dari kelompok adat, dan Isu perkawinan usia anak, termasuk anak-anak yang dinikahkan secara paksa.
Selain tema-tema khusus, anak-anak juga menyampaikan situasi pemenuhan hak anak secara umum. Isu umum yang disampaikan meliputi, langkah-langkah pelaksanaan KHA oleh negara, kepemilikan akta kelahiran, situasi lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif dan situasi pendidikan yang dialami oleh anak dalam kegiatan ini.