Dewantara, Tangerang Selatan – Asosiasi Guru Sejarah Indonesia Provinsi Banten (AGSI Banten) mengawali Rapat Koordinasi Pengurus dengan terlebih dahulu menyelenggarakan Diskusi Panel Pembelajaran Sejarah pada Kamis (5/3/2020) di Madrasah Aliah Negeri Insan Cendekia (MAN-IC) Serpong. Diskusi Panel dimoderatori oleh Abdul Somad, dan menampilkan pembicara pertama Ganda Yanuar dari SMA Negeri 6 Kota Serang, dam pembicara kedua Ahmad Rosadi dari SMA Negeri 7 Kabupaten Tangerang.
Guru Ulin dan Guru Kreatif
Ganda Yanuar menyampaikan materi tentang “Menghadirkan Tokoh Lokal Banten di Kelas”. Ganda menyampaikan, “Pada kenyataannya, masih banyak guru sejarah yang hanya menekankan pembelajaran sejarah yang bersifat akademis. Sehingga pembelajaran sejarah dipenuhi dengan jajaran fakta nama, tanggal, tempat yang dirasakan oleh siswa sebagai beban. Pada akhirnya, siswa menjadi tidak menyukai pelajaran sejarah. Idealnya seorang guru sejarah harus dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan interpretasi sendiri terhadap fakta-fakta yang mereka peroleh melalui literasi atau menggali sumber-sumber belajar.”

Ganda melanjutkan, “Kalau kita lihat, pada kompetensi dasar atau KD pada pembelajaran sejarah, ada kalimat ‘mempelajari tokoh nasional dan tokoh lokal’ , itulah yang saya coba jalankan di kelas yang saya ajar. Untuk wilayah Serang, saya mengangkan tokoh nasional Ali Amangku. Dan saya menghadirkan pihak-pihak yang berkompeten tentang profil atau biografi Ali Amangku.” Lalu, “Perlu diingat bahwa banyak instansi yang memiliki post-post dana namun sulit melaksanakan program yang terkait kesejarahan. Sedangkan kita punya program-program kesejarahan, namun butuh mencari dukungan izin dan dana. Itulah yang perlu kita sinkronkan. Kita ingat omongan Mufti Ali bahwa penelitian sejarah beliau banyak, termasuk yang membahas Banten, namun belum tentu dapat tersampaikan secara luas. Nah, kita guru sejarah memiliki arti penting dalam mengaplikasi penelitian-penelitian sejarah tersebut ke dalam kelas.”
Ahmad Rosadi dalam materinya menyampaikan, “Menumbuhkan Kreatifitas Pendidik Dalam Pembelajaran Sejarah”. Rosadi pertama-tama mengajak untuk menyamakan persepsi tentang dari mana suatu kreatifitas muncul. “Apakah kreatifitas itu, pertama, lahir dari pimpinan yang hebat lalu guru tinggal mengikuti, kedua dari sekumpulan orang pintar, ketiga dari kesulitan atau the power of kepepet, keempat lahir begitu saja, kelima karena terpaksa ?”

Rosadi melanjutkan, ” Kalau di sekolah bagaimana, apakah melalui proses perubahan yang dipaksa, atau melalui perubahan yang terstruktur? Apabila terstruktur maka akan melibatkan semua pihak, didokumentasikan, menganggap apabila ada kesalahan maka kesalahatan tersebut dijadikan batu loncatan untuk perbaikan lebih lanjut.” Ia kemudian memberikan solusi berupa langkah-langkah.
“Langkah-langkahnya yaitu pertama, menjadi guru berpengetahuan, kedua berhubungan dengan guru-guru lain. Seperti AGSI, dan juga beberapa pelatihan atau pertemuan yang digelar oleh komunitas-komunitas kreatif. Ketiga, menjadi kolektor ide-ide mengajar, keempat sharing pembelajaran, kelima menghilangkan hambatan untuk kratif. Jadi jangan pernah menganggap misalnya umur sebagai hambatan. Keenam, mempraktikan kreativitas, ketujuh memulai eksperimen dan refleksi, dan menjadikan kreativitas sebagai tujuan harian.”
Dalam sesi tanya-jawab, Muhammad Rosi Suimaparri dari SMA Negeri 4 Pandeglang bertanya. “Untuk Ganda, bagaimana caranya mendapatkan izin dari sekolah, apalagi saat ini ada kekuatiran faktor keselamatan. Dan untuk Ahmad Rosadi, terima kasih sudah mengingatkan kami kembali, lalu untuk menggelar event kreatif di sekolah bagaimana kalau menemui kondisi banyaknya mata pelajaran yang menggelar event kreativitas serupa?”
Menurut Ganda, “Saya sendiri belum terlalu jauh kalau ulin saat ini paling jauh itu kalau membawa kelas ke alun-alun Kota Serang, atau ke Keraton Surosowan. Sebenarnya di alun-alun saya masuk ke pembahasan sejarah toloh lokal melalui nama jalan ‘KH Syam’un’. ” Lanjutnya, “Untuk mendapatkan izin kita memang perlu program yang jelas dan pendekatan kepada pihak berkepentingan.” Ahmad Rosadi juga menjawab. Ia menerangkan, ” Untuk mendapatkan peserta didik yang kreatif maka gurunya harus lebih dulu kreatif. Kalau guru terlihat dan tampil kreatif maka peserta didik akan terbawa.” Ia melanjutkan, ” memang benar, sering terjadi beberapa bareng menyelenggarakan event. Cara yang paling baik adalah kolaborasi antar mapel.”
Rakor dan Program Kerja AGSI Banten
Setelah Diskusi Panel Pembelajaran Sejarah , kegiatan dilanjutkan dengan Rapat Koordinasi Pengurus AGSI Banten. Ketua AGSI Banten memberikan arahan, “Silahkan tiap-tiap departemen berkumpul bersama anggotanya. Silahkan tiap-tiap departemen membuat dan merumuskan program kerja. Karena AGSI Banten bukan melaksanakan program ketua saja, atau program segelintir pengurus saja. Tapi merupakan program seluruh pengurus AGSI Banten.”
Pada perkembangan selanjutnya, setelah masing-masing departemen membuat dan merumuskan, maka ketua departemen mempresentasikannya di hadapan seluruh pengurus. Setelah saling memberikan argumen, lalu pada akhirnya Program Kerja AGSI Banten periode 2019-2022 dapat disepakati dan ditetapkan. Beberapa diantaranya program ‘pembuatan buku penyusunan media pembelajaran 3 dimensi’ dari Departemen Penelitian dan Pengembangan, ada juga ‘bintek penyusunan dan pelaporan publikasi ilmiah hasil penelitian di sekolah’ dari Departemen Profesi dan Kompetensi.
(AM)