Tanpa bermaksud untuk mengatur takaran anda dalam memahami tulisan singkat ini, mohon kiranya izinkan saya, untuk membatasi cakupan tulisan ini pada wilayah Aksesibilitas tunanetra pada pemanfaatan sarana umum.
Dewantara.id, Jakarta – Ini juga termasuk tentang sejauh mana pemerintah sebagai pelayan masyarakat segala lapisan yang ada di Indonesia juga mengakomodir kebutuhan mereka.. Yaitu tentang keseriusan pemerintah menyediakan sarana umum yang layak bagi kawan-kawan tunanetra.
Dan lagi-lagi jika pada bagian tulisan ini justru seakan mencoba untuk mengevaluasi pemerintah tentang pelayananya terhadap tunanetra, maka memang benar demikian.
Walaupun nanti, pada akhirnya tulisan ini tak (bakal) terbaca, tersampaikan pesannya ke pemangku kebijakan. Namun kiranya, harapan tetap masih ada, mudah-mudahan secara wacana bisa menempel di alam pikiran para pembaca, siapapun itu hingga nanti pada prosesnya ikut berperan aktif atau sekedar meramaikan iklim pemikiran yang selalu saja melupakan tentang keberadaan kawan-kawan disabilty kita. Ujungnya tentu saja kepedulian nyata terhadap mereka.
Syahdan, ketika pemerintah menyediakan sarana umum bagi masyarakat, berarti juga termasuk di dalamnya diperuntukkan bagi para disabilitas bukan? Toilet, jembatan penyeberangan, zebra cross, lampu merah, pendestrian dan lain-lain, bukankah hal-hal itu sejogjanya tersedia lengkap disekitar kita yang kadang cocok atau tidak, mau tak mau perlu diadaptasi bagi kawan-kawan tunanetra?
Jika adaptasi yang menjadi jurus sekalian manusia dalam menapaki bumi Tuhan, tak terkecuali juga mereka (baca: kawan disabilty) maka lingkup adaptasinya tentu saja berbeda. Utamanya bisa meliputi penambahan atau penyesuaian terhadap sarana umum yang diperuntukkan bagi kawan kita tersebut.
Baiklah…..
Beberapa tahun belakangan ini, walaupun agak terlambat, pemerintah sudah mulai menunjukkan perhatiannya pada sarana umum bagi tunanetra. Bisa anda lihat secara kasat mata dari hasil pembangunan pemerintah terhadap sarana umum, seperti melakukan perombakan pendestrian agar bisa dan memudahkan bagi tunanetra untuk memanfaatkanya atau sirine pada zebra cross sebagai penanda penyebrangan. Walaupun ada beberapa titik jalan yang justru dibuat tak sesuai prosedur fungsi sebenanrnya; membantu para tunanetra dalam menggunakan pedestrian di jalan-jalan Ibukota atau daerah.
Saya pun sudah pernah melihat tombol lift dengan fasilitas Braille. Dugaan saya, anda pun juga sudah bukan? Pun pada instansi pemerintah gedung-gedung yang ada sudah terdapat kemudahan-kemudahan tersebut bagi kawan-kawan tunanetra.
Kesemuanya itu ditujukan dengan harapan adanya kemudahan penggunaan sarana publik bagi tunanetra dalam melakukan aktivitas kesehariannya. Sebuah tujuan yang niatnya saya yakin sangat mulia;
Tunanetra bisa seminimal mungkin dapat terhindar dari ketergantungan pada orang lain saat berpergian dan juga memberikan rasa aman bagi mereka.
Karna bicara ketergantungan bukanlah semata bicara keterbatasan raga. Lebih dari itu, sejatinya, mental kita yang mengerakkan segala bentuk keterbatasan diri kita.
Demikianlah adanya?
Angga Eryana
Mahasiswa S2 Jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Surabaya