Tangerang- Selasa (26/11), suasana Aula Kampus Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang tampak sesak. Sekitar 120 orang guru Sejarah se-Tangerang Raya berkumpul untuk mengikuti Bedah buku Aria Wangsakara Tangerang, Imam Kesultanan Banten, Ulama Pejuang Anti kolonialisme (1615-1681). Acara yang diselenggarakan oleh Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sejarah Propinsi Banten ini didukung oleh UNIS Tangerang dan Dinas Sosial Kab. Tangerang. Hadir sebagai nara sumber yaitu Prof. Mufti Ali, Ph.D, selaku penulis dari buku tersebut, TB. Moggi Nurfadhil Satya, S.Sos, M.A (Wakil Bidang Sejarah Balai Ke-Aria-anTangerang) dan Abdul Somad, S.S, M.Pd selaku ketua AGSI Propinsi Banten.
Purnomo, S.Pd, selaku ketua pelaksana kegiatan menyampaikan bahwa tujuan dari acara ini adalah untuk mensosialisasikan tentang tokoh Aria Wangsakara sebagai pejuang dan ulama yang berasal dari Tangerang. “Sekaligus sosialisasi tentang proses pengajuan Aria Wangsa kara sebagai Pahlawan Nasional”, ucap pria yang juga pengajar Sejarah di SMAN 10 Kota Tangerang dalam laporannya.
Acara yang diawali dengan pembacaan puisi oleh Dian Riviana Sukarti dan dimoderatori Ahmad Rosadi ini berjalan dengan menarik. Dalam paparannya Prof. Mufti Ali menjabarkan secara kronologis tentang awal mula kelahiran dan perjalanan hidup seorang Arya Wangsakara. Menurut Doktor lulusan Leiden University Belanda ini, sosok Aria Wangsakara merupakan teladan dan sosok agung dalam sejarah perjuangan masyarakat Banten, terutama Tangerang. “ Saking pentingnya sosok ini maka beliau diberikan kepercayaan yang sangat besar oleh Sultan Banten. Selain sebagai Imam, beliaupun diamanahi untuk menjaga Tangerang dari serbuan VOC yang bermarkas di Batavia”.
Sementara TB. Moggi, yang merupakan keturunan langsung Aria Wangsakara selain mengapresiasi buku yang merupakan hasil naskah akademik ini juga menitik beratkan untuk menjaga nilai-nilai yang telah diwariskan oleh kakek buyutnya itu. “warisan yang sangat penting dari Aria Wangsakara bukan hanya sekedar barang pusaka atau benda keramat lainnya. Melainkan warisan Aqidah yanmg kuat serta harus kita jaga serta pertahankan dalam diri masing-masing. Itulah yang beliau titipkan”. Ucap pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum BABAD Kesultanan Banten Nusantara ini pada peserta.
Sebagai materi pamungkas, Abdul Somad menjabarkan tentang bagaimana memasukan tokoh lokal dalam pembelaran sejarah di sekolah-sekolah. Menurut Guru Sejarah di SMAN 1 Ciruas Serang ini, Sejarah lokal adalah unsur penting untuk mendekatkan sejarah dengan peserta didik. “Hal penting dari Sejarah bukan hanya belajar tentang sejarah, tapi belajar Sejarah”. Pungkasnya. Sekaligus menjadi penutup acara. (Ahmad Rosadi)