Peran Orang Tua, bersama-sama dengan sekolah, serta lingkungan sosial dan media telah memainkan posisi vital bagi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Komunikasi serta kerjasama diantara orang tua dan sekolah akan menyokong pendidikan akademik serta pendidikan karakter anak. Untuk meningkatkan ilmu pendidikan anak bagi orang tua pada jenjang Sekolah Dasar (SD) maka pada Sabtu (6/10/2018), SD Islam Terpadu (SDIT) Raudhatul Jannah, yang terletak di Kecamatan Cibeber, Kota Cilegon (RJ) menggelar Seminar Parenting SDIT-RJ berjudul “Kiat Bijak Respon Orang Tua Terhadap Karakteristik Anak Usia 6-8 Tahun”.
Jenjang SD Sebagai Masa Pendidikan Karakter
Sekertaris Yayasan Raudhatul Jannah Hendi Subariono menyampaikan, “Peran ibu dan bapak sama pentingnya. Sehingga diharapkan kerjasama dari keduanya demi tumbuh kembang anak.” Ia melanjutkan, “pada jenjang SD ini yang paling penting adalah pendidikan karakter, karena melalui pendidikan karakter itulah sebagai dasar pembentukkan mental anak.”
Seminar menargetkan peserta orang tua dari kelas 1 dan 2 SD. Jumlah peserta didik di SDIT-RJ pada kelas 1 dan 2 berjumlah 385. Selanjutnya, dalam seminar yang digelar di Aula SDIT Raudhatul Jannah tersebut, turut memberi sambutan Kepala SD Pamudji.
Pamudji dalam sambutannya menekankan, “Perlu respon bijak dari orang tua terhadap nilai anak, termasuk nilai ujian atau ulangan. Sebisa mungkin kita sebagai orang tua jangan membebani anak.” Ia menambahkan, “yang pasti kita mendampingi dan memotivasi anak-anak kita untuk belajar dari kekurangannya, untuk kemudian lebih baik lagi. Perlu diketahui bahwa unsur penilaian dalam PTS itu 25%, sisanya masih ada PAS dan penilaian harian lainnya.”
Investasi Karakter Oleh Orang Tua Kepada Anak
Sebagai narasumber, hadir psikolog Sugiarti. Ia membuka dengan, “Sebenarnya investasi karakter anak sudah dimulai sejak dalam kandungan.” Lalu ia menambahkan, “bahwa orang tua yang hebat bagi anak adalah orang tua yang mampu berperan sebagai contoh bagi anaknya.” Sehingga para orang tua atau para calon orang tua memiliki pemahaman, bahwa bukan hanya berpegang pada pendapat bahwa “banyak anak banyak rezeki” namun juga “banyak anak juga merupakan tanggungjawab yang tidak mudah.”
Sugiarti lalu membahas kondisi kenakalan pada anak. “Kalau ada anak usil, itu dapat disebabkan tiga hal. Pertama, ada gangguan sensorik integrasi, dimana itu merupakan bawaan sejak lahir. Kedua, kurangnya aturan, mungkin di sekolah atau di rumahnya. Dan ketiga, pengasuhan di rumah yang bermasalah. Melihat dari sebab-sebab itu, orang tua harus menyadari dan juga menerima kalau memang kenyataannya seperti itu.”
Pada diri tahapan tumbuh dan kembang manusia, ilmu psikologi memberikan pembagian meliputi apa yang disebut pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan yang dimaksud adalah perubahan ukuran fisik dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dapat diukur berdasarkan antropometri, yaitu sebuah studi tentang pengukuran tubuh dimensi manusia dari tulang, otot dan jaringan adiposa atau lemak. Dengan demikian para ahli, peneliti, maupun orang tua memiliki ukuran yang rasional dari segi dimensi, proporsi, dan komposisi tubuh individu (baca: anak).
Perkembangan – berbeda dengan pertumbuhan – membahas tentang bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Lebih lanjut, perkembangan juga membahas tentang gerak individu yang meliputi gerak motorik halus maupun gerak motorik kasar. Gerak halus merupakan gerak yang berhubungan dengan keterampilan fisik yang melibatkan otot kecil dan koordinasi mata-tangan; contohnya kemampuan: bicara, bahasa, sosialisasi, dan kemandirian. Sedangkan gerak kasar meliputi gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh, yang dipengaruhi oleh usia, berat badan dan perkembangan anak secara fisik; contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, atau naik turun tangga.
Sugiarti menekankan bahwa pada anak usia di bawah 12 tahun sangat penting untuk ditangani sendiri oleh orang tua. “Anak bukanlah tamu biasa di rumah kita. Mereka telah dipinjamkan kepada kita untuk sementara.” Lalu, “Tidak ada yang sia-sia jika kita melakukan sesuatu untuk anak kita. Karena semua yang kita lakukan, untuk anak-anak kita.” katanya.
Melalui keterlibatan aktif orang tua, maka kecerdasan kognitif, afektif, dan psikomotorik anak menjadi lebih terjamin. Untuk mencapai kecerdasan kognitif yang ditargetkan, maka itu merupakan upaya perpaduan antara score IQ + latihan + stimulasi.
(Maharani, S.Sos., MM.)