Dewantara, Jakarta – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, sempat membezuk WJ (14), siswa baru SMA Taruna Indonesia, Palembang pada Rabu (17/7) di RS RK Charitas, Palembang, Sumater Selatan. Saat KPAI datang, WJ dalam kondisi koma. Setiba di RS, KPAI langsung melihat kondisi WJ di ruang ICU dan sempat mengobrol cukup lama dengan ayah, ibu dan Nenek dari WJ.
Keluarga menceritakan kepada komisioner KPAI bahwa anaknya tidak memiliki penyakit bawaan, apalagi di bagian pencernaan (usus), WJ tumbuh kembang secara sehat, kuat dan jarang sakit. WJ juga memiiki postur tubuh yang tinggi dan besar. WJ memang memiliki cita-cita menjadi TNI sejak kecil, sehingga WJ ingin sekali bersekolah di SMA TI, Palembang.
Kedua orangtua mengaku saat mengantar WJ memasuki asrama di SMA TI pada Sabtu, 6 Juli 2019 dalam keadaan sehat dan bugar. Namun, setelah mengikuti kegiatan sejenis MPLS (di SMA TI di sebut Masa Dasar Bimbingan Fisik dan Mental) selama satu minggu, pihak keluarga ditelepon oleh pihak sekolah bahwa WJ berada di RS Karya Asih Palembang. Tentu saja keluarga sangat terkejut.
Sesampai di RS, pihak keluarga ditemui dokter dan disampaikan bahwa setelah diperiksa tim medis, WJ diharuskan menjalani operasi karena usus terbelit atau bocor. Sebelum melaksanakan operasi, WJ mengaku kepada orang tuanya bahwa dirinya mengalami kekerasan saat MPLS tersebut. Bahkan WJ menanyakan kondisi DBJ (14), kawan seangkatannya yang akhirnya meninggal dengan kasus serupa. WJ pun dalam kondisi komanya seringkali meracau dan mengigau ‘ampun, ampun komandan’.
“KPAI menyampaikan belasungkawa mendalam kepada pihak keluarga atas meninggalnya ananda WJ pada Jumat (19/7) sekitar pukul 20.00 WIB. WJ merupakan korban yang diduga dianiaya saat masa orientasi siswa (MOS) di sekolah. WJ meninggal usai 6 hari dalam keadaan koma,” ucap Retno melalui keterangan tertulis.
KPAI mengutuk kekerasan yang dialami siswa DBJ (14) dan WK (14) yang merengang nyawa hanya karena mengikuti kegiatan MPLS. Untuk itu KPAI mendesak Kemdikbud, Pemerintah Provinsi dan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan untuk membentuk Tim khsus guna mengevaluasi total dan mengaudit keuangan SMA TI, Palembang dan juga sekolah-sekolah sejenis yang mengaku semi militer di wilayah Sumatera Selatan agar tidak jatuh korban lagi. Lembaga pendidikan seharusnya zero kekerasan.
Di samping itu, KPAI mendorong Kemdikbud bekerjasama dengan Dinas-dinas Pendidikan di berbagai daerah untuk melakukan pemantauan dan dan pengawasan ke sekolah-sekolah semi liliter sejenis di seluruh Indonesia, guna memastikan bahwa sekolah-sekolah tersebut tidak melakukan kekerasan dalam mendisiplinkan para siswanya. Seharusnya tidak ada istilah “SEMI MILITER” di di lembaga pendidikan pada jenjang PAUD s,d, SMA/SMK. Kasus kematian DBJ dan WK merupakan momentum untuk melakukan evaluasi dan pengawas secara mendalam.
“KPAI mendorong pihak Kepolisian juga mengusut tuntas kasus meninggalnya ananda WJ, karena dari keterangan pihak keluarga kepada KPAI, WJ juga sempat menceritakan kembali kalau dirinya mengalami kekerasan selama mengikuti MPLS dan keluarga merekam pernyataan WJ tersebut.”
Bahkan, WJ pun sempat menyampaikan kepada dokter RS Karya asih yang memeriksanya terkait kekerasan yang dialaminya sehingga menimbulkan sakit pada bagian perutnya. Kepolisian bisa memulai mendalami hasil rekaman suara WJ dan juga meminta keterangan dokter yang mendengar langsung ucapan WJ bahwa dirinya mengalami kekerasan selama MPLS.
RS Charitas adalah RS kedua yang merawat WJ, karena sebelumnya yang mengoperasi WJ adalah RS Karya Asih, namun karena , selepas mengikuti operasi pada pukul 24.00, WJ dalam kondisi koma dan harus dirawat di ruang ICU, maka WJ dilarikan ke RS Charitas yang masih satu grup dengan RS Karya Asih, Palembang, Sumatera Selatan. KPAI mendorong kedua RS tersebut untuk membantu pihak kepolisian mendalami penyebab kematian ananda WJ.