Dewantara, Tangerang Selatan – Asosiasi Guru Sejarah (AGSI) Provinsi Banten menyelenggarakan Diskusi Panel Pembelajaran Sejarah, sekaligus Rapat Koordinasi pada Kamis (5/3/2020) di Madrasah Aliah Negeri (MAN) Insan Cendekia (IC) Serpong, Tangerang Selatan. Peserta Diskusi Panel dan Rapat Koordinasi yang hadir berjumlah 32 guru dari delapan kabupaten/kota di Provinsi Banten, serta mewakili ketiga jenjang Pendidikan, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliah (MA).
Ketua AGSI Provinsi Banten Abdul Somad dalam sambutannya, menyampaikan “Pertama kami mengucapkan terima kasih kepada kepala madrasah yang berkenan MAN IC ketempatan kegiatan Diskusi Panel Pembelajaran Sejarah sekaligus Rapat Koordinasi AGSI Provinsi Banten. Selama ini kami sebagai guru-guru Banten, mungkin hanya sekedar lewat jalan di depan MAN IC saja, tapi sekarang berkesempatan berkegiatan di sini. Sebagian besar guru-guru juga kemungkinan besar juga bercita-cita memasukkan anaknya bersekolah di MAN IC.” Abdul Somad lalu menjabarkan kegiatan maupun program yang dijalankan oleh AGSI Banten.
“AGSI Banten kepengurusannya telah terbentuk dan berjalan selama setahun sejak Januari 2019. Kami telah melaksanakan sejumlah program, diantaranya pembuatan videografis sejarah local Banten lalu diikuti launching media pembelajaran sejarah local Banten. Kami juga melakukan pelantikan pengurus AGSI Banten oleh Presiden AGSI, dilanjutkan dengan musyawarah kerja daerah.” Abdul Somad melanjutkan, “Kami menyelenggarakan bedah buku Arya Wangsakara Tangerang pada November 2019. Dan Kami juga melakukan lawatan sejarah, diantaranya ke Palembang pada Desember 2019.”
Sekelumit Profil MAN Insan Cendekia
Kepala MAN IC Persahini Sidik menyampaikan, “Perlu diketahui oleh guru, bahwa saat ini sangat dibutuhkan guru yang mampu mengembangkan diri. Jangan sampai aktivitas kita hanya mengajar ‘thok’ terus pulang. Lalu terus menerus seperti itu, dan akhirnya teman kita hanya guru.” Lalu, “kegiatan forum diskusi maupun semua bentuk peningkatan keahlian maupun kompetensi guru, apalagi yang bentuknya berkolaborasi antar guru mata pelajaran, itulah salah satu yang dapat meningkatkan kemampuan guru. Kegiatan seperti asosiasi guru sejarah ini merupakan salah satunya yang saya anggap positif. Jadi guru yang professional itu harus sering-sering berkolaborasi. Dan saat ini saya juga sebagai masih menjabat Sekjend (sekertaris jendral) Asosiasi Guru Biologi Indonesia (AGBI) tingkat pusat, jadi mengalami upaya asosiasi mengembangkan kemampuan anggotanya.”
Persahini kemudian menjelaskan profil singkat MAN IC Serpong. “Sekarang ada 23 MAN IC di seluruh Indonesia. Bagi MAN IC sendiri, yang baru saja selesai proses pendaftaran calon peserta didik baru, peminat yang mengikuti tes ada 2600 peserta dan yang diterima hanya 140 saja, terdiri dari 70 putra dan 70 putri.” Persahini menambahkan, “lulusan MAN IC diwajibkan melanjutkan ke perguruan tinggi. Saat ini semuanya berhasil masuk PTN (perguruan tinggi negeri, red.). Beberapa juga tersebar ke perguruan tinggi di luar negeri.”
Persahini melanjutkan, “Kami memiliki orientasi IMTAQ (iman taqwa, red.) 100% dan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi, red.). Dimana kami terinspirasi dengan perkataan almarhum BJ Habibie, yaitu mencetak generasi yang ‘berotak Jerman berhati Mekkah’. Ditambah lagi ide pendirian MAN IC berasal dari beliau, dan penamaan ‘insan cendekia’ juga berasal dari Ibu Ainun Habibie.” Lalu, “dari segi IMTAQ, misalnya siswa putra dapat menjadi seorang imam dimanapun di masyarakat.”
MAN IC menunjukkan standar tinggi dalam rata-rata nilai Ujian Nasional, yang dalam tiga tahun belakangan dikenal dengan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). “Tahun lalu (tahun ajaran 2018-2019, red.) MAN IC Serpong berada di peringkat 4 nasional. Bagi kami untuk Ujian Nasional bukan hanya mampu mengerjakan soalnya saja, karena kalau menyelesaikan soal relative dapat dikejar dengan fokus latihan-latihan soal. Namun lebih jauh, kami bermaksud memberikan bekal ilmu yang cukup kepada peserta didik sampai tahun pertama dan tahun kedua mereka dalam perkuliahan mereka mampu belajar dan memiliki dasar yang cukup. Sehingga begitu mereka jadi mahasiswa mereka memiliki bekal yang cukup dari kami.”

Pesan Kepada Guru
“Sudah bukan zamannya lagi kita sebagai guru mendominasi pembelajaran. Gerakkanlah mata mereka, tangan dan kaki mereka dalam pembelajaran. Gerakkan juga telinga mereka, dan mulut mereka. Jangan alergi kalau mereka mondar-mandir dalam pembelajaran, tentu mondar-mandir belajar. Dan sediakan waktu agar anak-anak kita berbicara dan mengutarakan ide dan pendapatnya.” kata Persahini yang merupakan lulusan sarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan lulusan magister Institut Teknologi Bandung (ITB), dengan keduanya mengambil jurusan biologi.
Lebih lanjut dalam pandangan ilmu psikologi, dalam usia 15-18 tahun merupakan saat-saat peralihan. Di satu sisi masih ada unsur anak-anak, di satu sisi merupakan masa menjelang dewasa. “Sebagai guru saya merasa, jangan sampai anak didik saya tidak menyukai apa yang saya sampaikan dalam pembelajaran.” tutup Persahini.

(A.M.)