Dewantara- Bola panas keterlibatan Russia dalam Pilpres Amerika Serikat (AS) bergulir. Badan intelejen AS akhirnya mengemukakan bahwa mereka memiliki bukti yang kuat bahwa Russia – dibawah perintah dari Vladimir Putin – mencoba mempengaruhi para pemilih rakyat AS dalam menentukan pilihan presidennya.
Laporan Badan Intelejen
Direktur National Intellegent (badan intelejen dalam negeri AS), James Clapper Jr., bersaksi dalam hearing dengan Komite Angkatan Bersenjata dari Senat (5/1). Memulai kesaksiannya, Clapper menyatakan “Russia memiliki sejarah panjang dalam mencampuri pemilihan, mereka dan beberapa orang lain”. Lalu, “Tapi kita tidak pernah menemukan suatu usaha (campaign) untuk mencampuri proses pemiihan sebagaimana yang kita saksikan pada kasus ini. Hal ini merupakan usaha (campaign) dalam beraneka segi (multifaceted). Jadi hacking hanya merupakan salah satunya, dimana dibelakangnya mengikuti pula rangkaian propaganda klasik, dis-informasi, dan berita-berita palsu”.
Secara umum, pernyataan-pernyataan dari pimpinan tertinggi badan intelejen dalam negeri AS tersebut menegaskan, pertama bahwa Russia – bahkan dalam hal ini langsung mendapat perintah Presiden Vladimir Putin – telah mempengaruhi Pilpres AS, ; kedua bahwa usaha hacking tersebut dilakukan dalam upaya membantu kemenangan Donald Trump. Dengan demikian Putin memerintahkan suatu usaha untuk mempengaruhi Pilpres, dan Putin memiliki pilihan kepada Trump.
Beberapa pernyataan yang dapat diambil dari para pejabat dan politisi AS. Menteri Luar Negeri pemerintahan Obama, John Kerry dalam wawancara dengan BBC (6/1) dengan hati-hati menyatakan bahwa, “ Saya tidak akan ikut dalam perdebatan politik yang berkembang terus-menerus hari ke hari. Apalagi (yang terkait Pilpres) secara maju-mundur seperti ini”. Ketika ditanya tentang penilaiannya terhadap bukti hacking Russia terhadap Pilpres, Kerry menyatakan “ Rakyat Amerika harus memberikan penilaian mereka sendiri.” Senator dari Partai Republik, John McCain tidak ingin Russia lolos dalam urusan hacking ini. “Tidak ada kepentingan keamanan nasional yang lebih penting bagi AS daripada kemampuan mempertahan Pemilu yang bebas dan adil tanpa campur tangan asing.”
Para pejabat pemerintahan sepertinya menahan diri untuk berkomentar lebih lanjut. Presiden Obama sendiri diperkirakan baru akan memberikan pernyataan resminya, pada hari ini (8/1) waktu AS.
Trump Menyangkal
Trump sendiri menyibukkan dirinya dengan mengecam aparat intelejen AS. Dalam twiit-nya, Trump mempertanyakan mengapa National Intellegent tidak meminta untuk memeriksa komputer milik Democratic National Commitee (DNC), yaitu komite Partai Demokrat di Kongres (sebutan lain untuk House of Representative–DPR-nya AS). Lebih lanjut, pernyataan twiit terbaru Trump hari ini menyatakan “Only reason the hacking of the poorly defended DNC is discussed is that the loss by the Dems was so big that they are totally embarrassed!”
Trump bersikeras tidak ada bukti bahwa hacking mempengaruhi hasil Pilpres. Bahkan ia sempat menyebut bahwa keributan soal hacking seperti “political witch hunt”. Suatu “perburuan penyihir” secara politik.
Penyidikan lebih lanjut terus dilakukan oleh National Intellegent dan Komite Angkatan Bersenjata dari Senat.
(sumber: BBC–World News dan CNN International–Newsroom)
Ahmad Muttaqin