Dewantara, Jakarta- Program Studi (Prodi) Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) melaksanakan bagian dari program pengabdian masyarakatnya dengan kegiatan yang mencerahkan. Workshop yang dibalut dengan tema yang menyegarkan bagi para peserta guru, berhasil membangkitkan motivasi peserta guru terhadap kegiatan tulis-menulis ilmiah dan populer.
PTK: Manjur dan Perlu
Abrar, M.Hum hadir sebagai pembicara yang pertama pada Workshop Sejarah yang digelar pada 15 Desember 2016 di Ruang 212 FIS-UNJ, mengangkat tema Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Pada Mata Pelajaran Sejarah. Sebelum masuk ke hal teknis seputar prosedur dan struktur suatu karya tulis ilmiah yang disebut PTK tersebut, Abrar berangkat pada dua titik tolak suatu PTK itu kemudian harus dimunculkan oleh guru. Pertama, bahwa PTK harus berangkat dari suatu permasalahan yang dihadapi riil di dalam kelas. Kedua, refleksi awal membedah suatu permasalahan di kelas yang dilakukan seorang guru ketika akan memulai PTK, dapat mengambil tidak hanya dari sudut pandang diri guru itu sendiri, tetapi juga dapat mengambil sudut pandang dari peserta didik maupun teman sejawat.
PTK menjadi penting karena dinamika pembelajaran di kelas niscaya dipenuhi dengan masalah-masalah pembelajaran yang muncul. Entah dari pihak pengajaran oleh guru, daya tangkap peserta didik, dan bisa juga proses maupun hasil belajar peserta didik.
“Tujuan PTK mengkerucut pada dua hal, pertama yaitu meningkatkan kualitas pembelajaran. Dan yang kedua meningkatkan hasil pembelajaran” jelas Abrar.
Selanjutnya dalam tanya-jawab peserta workshop berbagi cerita beberapa contoh permasalahan pembelajaran di sekolah masing-masing.
Abrar, yang juga sebagai dosen mata kuliah metodologi penelitian sejarah dan mata kuliah sejarah Asia Barat di Prodi Sejarah, menyampaikan beberapa saran seputar teknik menyajikan pembelajaran sejarah.
“Anda bisa mencoba menggunakan sumber belajar yang beragam, misal biografi. Karena ketika siswa membaca kehidupan tokoh, secara otomatis aspek waktu yang meliputi kehidupan tokoh tersebut akan masuk ke dalam pemahaman siswa”.
Selanjutnya “Sekarang juga berkembang “if history” dimana mengajak siswa untuk berandai-andai terhadap suatu peristiwa sejarah. Itu untuk mengajak siswa lebih tertarik terhadap pelajaran sejarah”. Teknik maupun pendekatan yang berbasis student oriented itulah yang diharapkan dapat dijadikan salah satu pilihat untuk diteliti melalui PTK.
Para peserta guru, yang semuanya berjumlah 40 orang yang berasal dari tiga provinsi (DKI-Banten-Jawa Barat), lalu membuat suatu rancangan proposal PTK. Setelah dibagi dalam kelompok kecil berjumlah 3-4 orang, maka kelompok peserta guru merumuskan ide atau usulan proposal PTK mereka. Setelah merumuskan judul, lalu kelompok peserta guru merumuskan Bab I Pendahuluan dari penelitian PTK mereka, meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian.
Menulis Sejarah Yang Nge-Pop
Pembicara kedua melanjutkan sesi workshop berikutnya. Bonnie Triyana menyampaikan tema Menulis Sejarah Secara Populer. Sebagai Pemimpin Redaksi (Pemred) dari Majalah Historia, yang memiliki 2000 pelanggan majalah edisi cetak dan 200.000 pembaca daring, maka Bonnie memiliki wewenang ilmiah untuk membagikan ilmu tentang cara menulis artikel sejarah yang populer. Yang nge-pop.
Berbekal slide presentasi yang simple, namun sarat dengan teknik-teknik bagaimana menulis artikel sejarah yang renyah, Bonnie berbagi pengalaman di Majalah Historia. Bonnie, yang lulusan S-1 Jurusan Sejarah-Universitas Diponegoro ini, berbagi mindset tentang bangaimana memilih suatu peristiwa atau tokoh atau organisasi apa yang dapat diangkat dalam suatu artikel sejarah populer.
“Kalau itu suatu organisasi, kita harus bertanya dulu, kapan berdiri? apa landasan/ideologinya? siapa anggotanya? seberapa besar jumlah anggotanya? apa perannya? bagaimana pengaruhnya?”, lalu “Kalau itu tokoh, ditanya siapa? apa perannya? membawa perubahan apa? bagaimana sepak terjangnya?”.
Bonnie berbagi bagian penting dari metode pengumpulan sumber. Terdiri dari empat tahap, tahap pertama yaitu penelusuran arsip. Dimana yang terpenting ketika kita, misalnya ingin mengangkat tulisan tentang seorang tokoh maka kita harus tahu apakah tokoh tersebut punya autobiografi, atau apakah tokoh tersebut punya kumpulan surat pribadi. Tahap kedua yaitu kunjungan lapangan (reportase), dimana penulis artikel sejarah akan memperkaya referensinya dengan mengetahui setting tempat atau orang-orang yang mengetahui suatu peristiwa sejarah. Tahap ketiga mencari sumber media se-zaman, dimana sejauh mana kita mampu mengakses koran, selebaran, ataupun arsip, misalnya arsip dari suatu organisasi. Tahap keempat yaitu mewawancara tokoh atau saksi, dimana wawancara tersebut untuk dapat memastikan suatu konfirmasi dari suatu peristiwa. Semua tahapan tersebut, terutama tahap wawancara tokoh atau saksi, adalah untuk menghindari bias dalam penulisan.
“Sehingga kalau pun tokoh yang kita angkat sudah meninggal, kita tidak membunuhnya lagi, untuk kedua kali, dengan tulisan yang menyangkut nama baik namun dengan cara yang sembarangan”.
Sambil menjawab pertanyaan dari beberapa guru, Bonnie menjelaskan tentang gaya bahasa pada artikel sejarah. Yang mana empat hal perlu diperhatikan, yaitu pertama komunikatif, kedua mudah dipahami, tidak menggunakan istilah asing, dan terakhir menggunakan kalimat aktif. Selanjutnya ditekankan juga tentang sudut pandang (angle). Dimana pada angle inilah seorang penulis artikel sejarah populer harus memilih, dari bagian mana ia mau menulis suatu tokoh atau peristiwa sejarah. Menjadi sangat penting untuk mengupas hanya satu angle, karena artikel sejarah populer dibatasi secara ketat secara jumlah halaman bahkan huruf. Jadi ketika guru akan mengetik suatu cerita tentang peristiwa sejarah, maka hal pokok yang mesti dilakukan bukan hanya membuat yang tidak perlu, tetapi mengambil angle mana yang akan diminati oleh pembaca.
Workshop diakhiri dengan penyerahan piagam oleh Humaidi, M.Hum selaku Ketua Panitia Workshop Sejarah kepada para pembicara. Ilmu yang bermanfaat dan sore yang indah di Rawamangun.
Ahmad Muttaqin