Dewantara, Kota Serang, – Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sejarah Sekolah Menengah Atas (SMA) Kabupaten Serang bekerja sama dengan MGMP Sejarah SMA Provinsi Banten telah menggelar kegiatan Kursus Sejarah Banten dan Penyusunan Perencanaan Pembelajaran Sejarah Terintegrasi selama empat hari, sepanjang Rabu sampai Sabtu (11-7-2018, 19-21 Juli 2018) di Aula Dinas Pendidikan Kantor Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B). Kegiatan itu melibatkan 70 guru dari 8 kabupaten/kota se-Banten.
Potensi Sejarah Lokal Banten
Pembicara yang mengisi kegiatan pada hari pertama ada Kepala SMA Negeri 1 Kramat Watu Agus Rustamana dan Aliyudin. Pembahasan hari pertama menekankan pada pembuatan Rancangan Perencanaan Pembelajaran (RPP) yang mengintegrasikan muatan lokal sejarah Banten. Para peserta dibagi dalam kelompok-kelompok yang dibagi berdasarkan jenjang pembelajan di SMA, lalu didorong membuat Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) serta mengintegrasikan muatan sejarah Banten pada Kompetensi-kompetensi Dasar (KD) yang sesuai.
Melalui pengintegrasian muatan sejarah Banten, MGMP Sejarah bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan minat peserta didik dalam pembelajaran sejarah melalui pendekatan sejarah lokal Banten. Pada hari kedua (19/7), Direktur Laboratorium Bantenologi Helmi F.Ulumi meyajikan pembahasan Diseminasi Hasi-hasil Penelitian Bantenologi. Ia menekankan budaya Banten yang beragam dan penting, namun belum banyak didokumentasikan. “Perlu dipahami bersama bahwa Banten itu multikultur, bukan monokultur. Sering terjadi pengkotak-kotakan adat istiadat yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Banten.” Ia menambahkan, “wajar apabila masing-masing ingin menampilkan sesuatu yang khas. Hal itu merupakan hal yang positif. Namun jika kita melihat lebih mendalam sebenarnya kabupaten-kabupaten maupun kota-kota di Banten memiliki akar yang sama.”

Pada sesi berikutnya sejarawan Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanudin (SMH) Banten Mufti Ali menyampaikan sejarah Bante masa kolonial. Mufti Ali memberikan informasi-informasi sejarah aktual. “Saya pernah melakukan penelitian di Belanda, mencari informasi seputar Banten dan menemukan bahwa kerajaan di Asia Tenggara yang paling lengkap arsipnya adalah Kesultanan Banten.” Ia melanjutkan “sejauh penelitian-penelitian saya, data tentang Banten relatif mudah diakses di Den Haag. Jauh lebih banyak data yang dapat diakses dibandingan dengan Arsip Nasional RI. Dengan sistem teknologi pencarian dan pencetakan arsip yang sudah terintegrasi, 51 hari penelitian saya di Den Haag bisa memakan waktu 2 tahun kalau dibandingkan dengan penelitian di Indonesia. Karena Arsip Nasional RI masih pakai sistem manual dengan bon.”
Mufti Ali memotivasi para peserta guru untuk berani memulai untuk menulis buku sejarah. “Termasuk penulisan sejarah-sejarah lokal di daerah kabupaten atau kota masing-masing. Saat ini saya sedang menyusun naskah usulan Arya Wangsakara sebagai pahlawan nasional asal Tangerang. Di daerah Lebak ada tokoh penting yang ibarat Sultan Ageng Tirtayasa-nya Banten Selatan, yaitu Pati Derus. Tapi itu belum ada yang mengangkat.”
Banten Mengejar Ketertinggalan
Pada hari terakhir (21/7), Birokrat Provinsi Banten Hudaya Latuconsina menyampaikan materi Sejarah Banten Kontemporer. Hudaya yang pernah menjabat kepala Dinas Pendidikan dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten menyampaikan, “Gerakan pembentukkan provinsi Banten pertama kali dirintis pada Bulan Juli 1998, yaitu ketika saat Presiden BJ Habibie mendatangi ulama yang disegani di Kadupandak, Pandeglang. Seorang ulama pemimpin pondok pesantren (Darul Iman – red.), yaitu KH. Aminudin meminta kepada Presiden Habibie untuk wilayah bekas Karesidenan Banten menjadi provinsi mandiri. Saat itu Presiden Habibie berkata ‘silahkan tempuh proses sesuai aturan’ dan kemudian proses pembentukkan provinsi Banten pun ditempuh.” Hudaya menambahkan, “kebetulan saat itu Menteri Dalam Negeri Soerjadi Soedirdja, orang Serang.”
Hudaya juga menjawab pertanyaan tentang ketertinggalan Provinsi Banten dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa. “Nah ini, ada kondisi-kondisi tertentu di Banten yang berbeda dengan wilayah lain. Kalau dikaitkan dengan persoalan teknis dalam ranah pendidikan akhir-akhir ini, misalnya soal PPDB (Penerimaan Peserta didik Baru – red.) Online. Kalau kita mengetahui di Jakarta maupun Jawa Barat pelaksanaannya sudah bagus, kenapa kita tidak mengambil model yang sama?” Sambil bergurau Hudaya menambahkan, “Mungkin di situlah mental jawaranya orang Banten. Tidak bisa begitu saja menerima model atau contoh dari luar.”
Upaya melakukan percepatan bagi Provinsi Banten menurut Hudaya adalah dengan selalu belajar. “Peran guru, peran MGMP, untuk selalu mendorong peserta didik untuk berusaha secara terus menerus untuk belajar. (AM)