Tawa lima lelaki itu tak berhenti. Bahkan saling sahut menyahut dalam ruangan kecil sekira 10 meter itu.
Hanya sesekali tawa mereka melemah, tatkala lelaki dengan jas hitam itu membuka mulutnya. Meski tak jelas betul, apa yang diceritakan, tawa mereka kembali pecah dan meninggi.
Jali bahkan sampai terbatuk-batuk karena tak kuat menahan tawa. Diusap-usapkan tangannya ke matanya. Jarinya mengelap ujung-ujung matanya. Tapi tak setetes pun air mata yang menempel di ujung jarinya. Cekikan ketawa Jali pun kembali ditinggikan tatkala lelaki berjas hitam itu kembali membuka mulutnya.
Karjo pun demikian. Dielus-elus perutnya seakan tak kuasa menahan tawa. Ke kanan ke kiri telapak tangannya bergerak di perutnya. Kadang dipukulnya sendiri perut Karjo. Tapi tak ada gelembung-gelembung tawa ditemukan di perut buncitnya itu.
Ucok, lelaki ketiga di ruangan itu. Tangannya menggebrak-gebrak meja di depan kursi yang didudukinya. Tawanya tak kalah dengan Jali dan Karjo di tengah gebrakan meja dengan tangannya yang kurus. Kepalanya dianggut-anggutkan ke bawah. Begitu sumringah wajahnya ketika kembali dari anggutan bawah. Namun, aura wajahnya menghilang seketika saat sedang memanggut ke bawah.
Kevin, lelaki termuda di ruangan itu. Cekikikan tawanya mulai melemah. Tepat di menit ke sepuluh mereka berada di ruangan sekira 10 meter itu. Padahal, tawa Kevin paling menggelegar sebelum itu. Tapi, energinya tidak sekuat Jali, Karjo dan Ucok yang lebih senior.
“Hushh,” ucap pelan lelaki berjas itu sambil menaruh jari telunjuknya di depan bibir. Berbarengan dengan dering ponselnya.
“Istri telepon,” tambah lelaki berjas tersebut.
Spontan, bagai rem kereta api yang bahkan tak perlu berderitan dengan besi rel, tawa Jali, Karjo, Ucok dan Kevin berhenti.
Karjo lalu melempar sebuah kotak ke arah Kevin saat lelaki berjas itu mengangkat telepon sampil memunggungi Jali, Karjo, Ucok dan Kevin.
“Makan itu!” ucap Karjo setengah memerintah juniornya.
Ucok yang duduk di sebelah Kevin juga menginjakkan kakinya. Kepalanya diangkatkan sedikit memberi isyarat agar membuka dan memakan isi dalam kotak yang diberikan Karjo. Kotak yang di atas tutupnya tertulis “obat tawa”.
Jali yang duduk agak jauh pun juga demikian memberi isyarat yang sama kepada Kevin.
Kevin seperti tak punya pilihan. Dibukanya tutup kotak itu. Lima butir pil bulat berwarna hitam seperti peluru kecil di kotak itu. Jarinya mengambil sebutir, lalu secepat kilat dilemparkan ke mulutnya.
“Bagaimana sudah sampai mana?” lelaki berjas itu kembali menghadap Jali, Karjo, Ucok dan Kevin.
Tawa mereka kembali pecah. Kevin yang sempat kehilangan stamina tawanya kembali pecah. Tawanya melengking kembali, mengalahkan 3 rekan seniornya. Tapi tetap, ritmenya selalu sama. Tawa melemah ketika lelaki berjas itu membuka suara, lalu kembali melengking sebelum jelas betul maksud dari sang empu suara.
Jali, Karjo, Ucok, Kevin kemudian keluar ruangan meninggalkan lelaki berjas hitam sendirian di ruangan sekira 10 meter itu. Meski tak dikomando, mata mereka tertuju pada papan berukir di samping pintu bertuliskan “Direktur Eksekutif”.
Kevin bermaksud mengembalikan kotak berisi 4 pil tawa kepada Karjo. Namun seniornya menolak.
“Simpan itu, buat mempertahankan hidup dan pekerjaanmu.”
Bekasi, Selasa, 15 Januari 2019.