Dewantara, Serang – Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Sumardiansyah Perdana Kusuma hadir dalam Pelantikan dan Musyawarah Daerah AGSI Provinsi Banten pada Kamis (21/11/2019) di Ruang Teater Perpustakaan dan Arsip Provinsi Banten. Presiden AGSI menjadi pembicara dalam “Launching Ragam Media Pembelajaran Sejarah Lokal Banten Tahun 2019”. Sumardiansyah lalu melantik kepengurusan AGSI Provinsi Banten dalam “Pelantikan dan Musyawarah Kerja Daerah AGSI Provinsi Banten” selepas waktu istirahat siang.
Gap Generasi
Sumardiansyah menyampaikan materi yang berjudul “Isu-isu Pengajaran Sejarah: Dari Gap Generasi sampai Sejarah Lokal”. Ia membuka dengan, “Dalam teori konstruktivis, manusia atau peserta didik sudah punya skema dalam dirinya, sehingga ia sudah punya basic pengetahuan. Tinggal masalahnya basic pengetahuan ini kita bangkitkan melalui proses-proses yang kita lakukan di ruang kelas. Lalu, bisa tidak pengetahuan yang ada dalam diri siswa dikorelasikan dengan informasi dari pendidik dan juga pengalaman di dirinya. Dan bisa tidak pengalaman itu menyelesaikan problematika di dunia nyata.”
Sumardiansyah menyinggung tentang AGSI. “Jadi AGSI berdiri mulai 1 September 2007. Lalu ada pertanyaan, ‘ada AGSI ada MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran, pen.), dimana posisinya?’. Jangan dibenturkan, karena AGSI dibangun dari MGMP. Sehingga MGMP sifatnya wajib karena bentuknya regional kabupaten/kota sampai provinsi lalu AGSI sifatnya sunnah. Kalau bapak-ibu guru sejarah mau kuat harus ikut AGSI. Jadi guru sejarah punya dua rumah, yaitu rumah di daerah lokal namanya MGMP dan rumah di pentas nasional namanya AGSI.”

Berbicara tentang filsafah pendidikan, “Kita perlu mengetahui mengetahui tingkatan-tingkatan generasi yang muncul pada suatu era, supaya kita mengerti karakteristik generasi kita, dan kemudian mengerti karakteristik generasi peserta didik kita. Mengutip dari tirto.id, sebagian guru yang merupakan bagian dari generasi X yang lahir pada rentang 1965-1976, nah generasi inilah yang sekarang ada di hadapan kita; para kepala sekolah, para kepala dinas. Berikutnya Generasi Y atau disebut juga Generasi Milinial. Kita para guru merupakan generasi milenial yang lahir pada rentang 1977-1995, seperti saya sendiri. Guru dari Generasi milenial ini kurang falsafah pendidikannya, kurang ideologinya. Dia terjebak pada teknis-teknis metode, model-model, lalu akibatnya apa? Spiritnya hilang. Tapi yang pasti adalah, baik Generasi milinial maupun Generasi X, kita semua saat ini mendidik Generasi Z, yang suka berbagi dan terkoneksi. Tantangan kita adalah menjawab persoalan gap generasi ini, yaitu pada akhirnya mampu menginspirasi Generasi Z menjadi generasi yang unggul.”

Melantik Pengurus AGSI Banten
Presiden AGSI lalu mengambil sumpah pengurus AGSI Provinsi Banten. Dalam arahan singkatnya, ia berpesan “Saya percaya AGSI Provinsi Banten akan mampu mengambil program maupun langkah-langkah yang mampu meningkatkan kompetensi dan kiprah guru-guru sejarah yang tergabung dalam AGSI Provinsi Banten. Saya titipkan bahwa saudara semua akan mampu bekerja nyata demi membawa nama AGSI dimasa yang datang, dan bukan hanya di atas kertas.”

Ketua AGSI Provinsi Banten, Abdul Somad dari SMA Negeri 1 Ciruas, menyampaikan sambutan pertamanya setelah resmi dilantik. “Kita guru sejarah harus belajar dari sejarah. Maknanya adalah kita sebagai guru, tidak Cuma manampilkan sejarah hanya sebatas narasinya saja, bahwa kita menyampaikan sejarah hanya sampai mengingat saja. Tetapi bagaimana caranya, sejarah ini dapat menjadi pedoman hidup kita dan anak didik semua, sehingga kita tidak menyampaikan hal-hal yang bersifat faktual saja, namun lebih kepada makna yang dapat dipetik oleh anak didik kita semua.” Lebih lanjut, “Setelah kepengurusan dibentuk kita tidak boleh diam, kita harus terus bergerak.”
Ahmad Muttaqin