Dewantara
  • Home
  • Nasional
  • Internasional
  • Advetorial
  • Sosok
  • Jejak
  • Seni Budaya
  • Opini
  • Komunitas
  • Sains
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • Internasional
  • Advetorial
  • Sosok
  • Jejak
  • Seni Budaya
  • Opini
  • Komunitas
  • Sains
  • Redaksi
Dewantara
No Result
View All Result
Home Dari Anda

Siapa Kita…

dewantara.id by dewantara.id
July 6, 2018
in Dari Anda
0
Siapa Kita…

(Ilustrasi foto: net)

48
SHARES
529
VIEWS
Share on TwitterShare on Facebook

“…Kebesaran bangsa dan kemakmuran tidak pernah jatuh dari langit. kebesaran bangsa dan kemakmuran selalu “kristalisasi” keringat. Ini adalah HUKUM, yang kita temukan dari mempelajari sejarah. Bangsa Indonesia, tariklah moral dari hukum ini…”

(BUNG KARNO)


Dewantara.id, Jakarta – Mari kita kembali mempertanyakan bentuk dan karakter kebangsaan serta kenegaraan kita yang bernama Indonesia. Ada ide tentang demokrasi, isu tentang akan dibentuknya negara komunisme, tidak ketinggalan sempat muncul pula wacana tentang Negara sistem federalisme, ada juga realisasi Otda (Otonomi Daerah) dan kemudian Perda syariat. Dari karekter bangsa yang egaliter, sopan dan sangat santun, sampai masalah burung Garuda aka Pancasila dengan segala tafsirannya, yang walaupun terkadang tafsiran tersebut sedikit nyeleneh, sempat juga membuat diri terbahak.

Namun ironis, karena ada kalanya ke-nyeleneh-an itu sesuai dengan kenyataan dinamika kita dalam kehidupan berpolitik-berbangsa. Sering memang diadakan berbagai dialog yang membahas hal demikian, yang merupakan pertanda baik. Sebuah kesempatan untuk kembali bercermin, melihat kembali cara pandang kita dalam kehidupan bernegara, seperti cara pandang kita yang menempatkan pancasila sebagai suatu yang keramat, suci, sehingga terkesan sloganistik, bisa kemudian dipatahkan.

Kenyataan mengenai Perda Syariat yang selalu hangat diperbincangkan – yang terbaru tentang resistensi Gubernur Aceh yang menjadi tersangka KPK terhadap eksekusi potong tangan terhadap dirinya – seperti menjadi semacam kesimpulan segelintir orang bahwa kesepakatan konstitusi dan konsepsi negara dan bangsa ini, hasil Founding Fathers kita, sepertinya belum final.

Faktanya memang adanya komite Penegakan Syariat Islam di Sulsel, Riau, dan Garut beberapa tahun lalu adalah kenyataan yang mengawali dari apa yang disebut dengan Perda Syariat Islam saat ini yang menemukan tempatnya di Bumi Aceh.

Dalam kacamata demokrasi sebagian berpendapat wajar saja itu dilakukan. Namun perlu diingat, apapun itu sudah seharusnyalah mempertimbangkan kesatuan bangsa yang majemuk. Keberagaman yang semakin hari terlihat tingkat kohesinya sudah mulai luntur. Diatas kertas, pastinya hukum kita dibangun diatas semua sendi kemajemukan bangsa yang mengedepankan nilai-nilai keadilan sosial. Tapi bicara lapangan? Itu hal lain. Runyam bung..

Memang adalah ironis jika sebaliknya yang terjadi. Inventarisir saja sendiri. Dan biarkan saya mengeneralisasi. Bahwa diatas itu semua tidak bisa dipungkiri pembenahan yang terjadi bukan hanya pada perangkat konstitusinya saja – seperti pada awal-awal paragraf tulisan ini – justru yang sekarang mendesak adalah lingkup manusia yang menjalankannya.

Siapakah Kita

Diketahui pula bahwa berbagai usulan yang dicetuskan melalui proses refleksi yang entah disadari atau tidak berangkat dari hasil karya intelektual oksidental (Barat), bukanlah hal yang baru, setidaknya yang sering diungkit adalah polemik Sutan Takdir Alisyahbana yang Pro-Barat vs Taufik Ismail cs.

Jika mau, pembacaan terhadap sejarah bangsa seperti menjadi batu pijakan sempurna dalam memahami Indonesia, yaitu bagaimana Indonesia muncul dan membentuk suatu satu kesatuan yang terdiri dari 17.000 pulau 600 Bahasa dan 350 etnik, menjadikan bangsa yang paling beragam disepanjang sejarah dunia.

Kenyataan semacam ini menimbulkan pertanyaan bahwa apakah Indonesia memiliki dasar-dasar filosofis dan historis untuk menakdirkan dirinya sendiri sebagai sebuah kesatuan? sudah barang tentu dibutuhkan (lagi-lagi) refleksi historis perjalanan bangsa ini untuk mengetahui jawaban yang dicari.

Ada sudut pandang, bahwa kenyataanya bangsa ini dibangun dari sekedar kesamaan indentifikasi kolonialnya, entah itu Inggris, Belanda, Portugis atau mungkin Majapahit, sehingga Ben Anderson dengan ironiknya mengatakan bahwa dengan menggunakan pendapat tersebut maka bukan hanya Singapura dan Malaysia saja yang dapat masuk, tapi juga Filipina.

Bagaimanapun tiap negara memang mempunyai alasan historis dan filosofisnya masing-masing dan yang mungkin jadi persoalan hanyalah rapuh tidaknya latar belakang tersebut terhadap psikologis tiap manusia di Tanah Air, apalagi jika kita melihat kondisi kontemporer, dimana berbagai pencitraan terhadap bangsa ini banyak dilakukan, seperti telah berubahnya bangsa ini dari bangsa yang ramah tamah menjadi bangsa yang luar biasa kasarnya.

Kenyataan yang terjadi memang tiba-tiba saja menjadi bukti media massa kebanyakan yang sering mengatakan atau menuduh hal yang demikian. Wajah kita sepertinya telah dibuat retak dimata mereka (dan juga kita sendiri). Sepotong wajah retak dikenal dengan nama Indonesia…

Nah, sekarang apakah nyata latar belakang bangsa ini rapuh? Persatuan itu hanya ilusi saja kah? entah itu sejak negara modern bernama Indonesia terbentuk (kesatuan politis) melalui hasil konsepsi para Founding Father atau jauh sebelumnya, sejak masa kerajaan Majapahit dan Sriwijaya berhasil mencakup satu kesatuan (kesatuan geografis) bernama Nusantara dimana kesatuannya hampir mencakup luas saat ini.

Sulit memang untuk tidak mengeneralisasi, tapi paling tidak peran pencitraan media, sosmed atau pers memiliki andil dalam menyuburkan pandangan dunia mengenai budaya toleransi bangsa kita yang negatif sekarang ini! Ironisnya, kondisi Indonesia sekarang ini justru memperkuat citra tersebut…

Misal tentang korupsi tiada henti dan dampaknya yang multi dimensional.

Walhasil, paling tidak ada benang merah yang bisa ditarik dari celoteh saya ini. Bahwa keputusan para pendiri bangsa sejak memproklamirkan Sumpah Pemuda dan Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan hanya sekedar karena latar belakang kolonialnya semata, namun juga karena ikatan-ikatan tradisional yang telah terjalin jauh sebelumnya.

Dan untuk hari-hari sekarang serta yang akan datang, dengan adanya informasi yang semakin banyak, akses ataupun muatannya, kita sebagai rakyat Indonesia (begitu juga saya) sebenarnya dituntut pula untuk (paling tidak) bisa mengambil sikap dari refleksi kita terhadap sejarah bangsa ini (yang sebenarnya lebih banyak potensi penjelasannya ketimbang potensi diaibkan). Dan sekarang, yang sebenarnya tak bosan disampaikan adalah sebuah tuntutan terhadap sikap elit yang semakin dipertanyakan kebijaksanaan dan nuraninya yang jernih.

Subhan Aisyi Atharizz

Tags: Budayafounding fatherIndonesianasionalismeperda syariatsejarah
Tweet12Share19Share5Share
dewantara.id

dewantara.id

Related Posts

Travel Writing sebagai Sumber Informasi Perjalanan

Travel Writing sebagai Sumber Informasi Perjalanan

July 8, 2024
Menjelajahi Keindahan Jawa-Bali: Panduan Komprehensif untuk Wisata Overland

Menjelajahi Keindahan Jawa-Bali: Panduan Komprehensif untuk Wisata Overland

July 8, 2024
JURNAL REFLEKSI MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN

JURNAL REFLEKSI MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN

May 2, 2024
Pentingnya Perubahan Kurikulum

Pentingnya Perubahan Kurikulum

January 19, 2024
Sosialisasi kepada POKDARWIS Pulau Harapan: Pentingnya Sertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi

Sosialisasi kepada POKDARWIS Pulau Harapan: Pentingnya Sertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi

December 21, 2023
Kayak Orang Freak

Kayak Orang Freak

November 22, 2023
Menjadi Multitalenta

Menjadi Multitalenta

November 22, 2023
Sejarawan Taufik Abdullah (2-selesai)

Sejarawan Taufik Abdullah (2-selesai)

January 15, 2021
Load More

Tentang Kami

Dewantara adalah situs informasi seputar kebudayaan khususnya lingkup pendidikan. Berisi artikel, berita, opini dan ulasan menarik lainnya. Dihuni oleh para penulis dan praktisi berpengalaman.

E-mail: jejaringdewantara@gmail.com
Yayasan Bintang Nusantara

Follow Us

Category

  • Advetorial
  • Dari Anda
  • Galeri
  • Garis Waktu
  • Internasional
  • Jejak
  • Jendela Dunia
  • Kabar
  • Kakiku
  • Komunitas
  • Mahasiswa
  • Nasional
  • Opini
  • Praktisi
  • Profil
  • Sains
  • Seni Budaya
  • Siswa
  • Sosok
  • Tips
  • Uncategorized

Popular

  • SMPN 5 Cilegon Serius untuk Jadi Sekolah Rujukan Google

    SMPN 5 Cilegon Serius untuk Jadi Sekolah Rujukan Google

    34 shares
    Share 14 Tweet 9
  • “Bahasa Melayu Sebagai Lingua Franca Masa Kurun Niaga”

    33 shares
    Share 13 Tweet 8

Recent News

LAZISNU Kota Cilegon Menebar Manfaat melalui Berbagi Takjil Gratis

LAZISNU Kota Cilegon Menebar Manfaat melalui Berbagi Takjil Gratis

March 23, 2025
Peresmian Ruang Kelas Masa Depan oleh Dirut PT.SPC Raymond, Direktur wilayah EMEA Google for Education Colin dan Staf Khusus Menteri Kemendikdasmen Rowi.

Google dan SPC Luncurkan ‘Ruang Kelas Masa Depan’, Kemdikdasmen, Pemprov Banten, dan KSRG Dukung

March 12, 2025

© 2018 Dewantara.id

No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • Internasional
  • Advetorial
  • Sosok
  • Jejak
  • Seni Budaya
  • Opini
  • Komunitas
  • Sains
  • Redaksi

© 2018 Dewantara.id

Go to mobile version