Dewantara, Cilegon- Pentingnya kehadiran sejarah lokal sebagai pendamping bagi sejarah nasional merupakan suatu keniscayaan dalam pengembangan ilmu sejarah. Pemerintah daerah umumnya mengembangkan penggalian kembali sejarah di wilayahnya sebagai bagian dari merumuskan identitas daerah.
Mensosialisasikan Nilai Sejarah
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cilegon melakukan terobosan dengan membuat Buku Sejarah Cilegon dengan menggandeng tiga orang sejarawan profesional. Ada Mufti Ali, Hendri F.Isnaeni, dan Bonnie Triyana. Nama terakhir juga berperan sebagai editor. Buku Sejarah Cilegon menggunakan banyak sumber – baik primer maupun sekunder – sehingga mampu menghadirkan wawasan yang cukup lengkap tentang sejarah perkembangan Kota Cilegon.
Bukhori selaku Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menyampaikan dalam sambutan dalam kegiatan yang digelar pada Rabu, 21 Desember 2016 di Hotel Grand Mangkuputra-Cilegon.
“Tujuan pembuatan buku Sejarah Cilegon untuk mensosialisasikan nilai-nilai sejarah Cilegon kepada para guru, para peserta didik, serta masyarakat Kota Cilegon” ujarnya.
Melalui proses pengumpulan data selama lima tahun, dan proses penulisan selama lima minggu, buku Sejarah Cilegon berhasil memotret kehidupan dinamis masyarakat Cilegon dari waktu ke waktu.
Pelaksana tugas (Plt.) Sekertaris Daerah Kota Cilegon, Ratu Ati Marliati, menyampaikan cita-citanya “Bahwa masyarakat dan generasi penerus tahu dan mengenal sejarah Cilegon secara benar”.
Lalu Ratu Ati juga menekankan “Selama beberapa dekade penulisan sejarah terfokus pada sejarah nasional, namun akhir-akhir ini mulai muncul kajian sejarah lokal di berbagai daerah. (buku sejarah cilegon) Ini memiliki peran strategis, karena tidak hanya berhenti pada forum launching dan diskusi, namun kandungan buku ini mampu sampai kepada peserta didik.”
Cilegon Sebagai Lumbung Patriot
Bonnie Triyana pada awal pemaparan buku menyampaikan bahwa “Buku ini bukan kebenaran final. Buku ini bertujuan melontarkan bahan diskusi tentang sejarah Cilegon”. Penyajian buku menurut Bonnie juga mengikuti rangkaian urutan waktu yang terjadi di Banten, maupun khusus di Cilegon. Pembagian bab dimulai dari Gambaran Umum Kota Cilegon pada bab I, lalu Sejarah Banten Zaman Pra-Sejarah di bab II, sampai Cilegon Sebagai Kota dalam bab terakhir, yaitu bab X.
Pemaparan menjadi makin menarik ketika dibahas tentang bab Pendidikan Modern dan Madrasah Al-Khairiah 1877-1942. Menjadi sangat menarik karena pada 1955 Al-Khairiah memiliki 7000 santri. Mufti Ali mendadarkan tentang bagaimana keterkaitan pesantren Al-Khairiah dengan generasi-generasi patriot dari Cilegon.
“Tidak ada satu daerah pun di Indonesia, dimana ada tiga pahlawan yang ketiganya terkait hubungan ayah dan anak, lalu kemudian anak itu kemudian memiliki cucu yang juga pahlawan, sebagaimana yang terjadi di Cilegon”.
Mufti merujuk pada fakta seputar Ki Haji Wasid, tokoh sentral dalam peristiwa Pemberontakan Petani Banten 1888 sebagaimana ditulis oleh Sartono Kartodirdjo. Pada genealogi Ki Haji Wasid di buku Sejarah Cilegon, dituliskan bahwa ayah dari Ki Haji Wasid yang bernama Abbas, merupakan salah satu anggota pasukan Haji Wakhia yang memberontak kepada pemerintah kolonial Belanda pada 1850. Lalu garis kepahlawanan itu dilanjutkan dari Abbas ke Ki Wasid, dan kemudian dilanjutkan kepada cucu dari Ki Wasid yaitu Kyai Haji Syam’un.
Hendri F.Isnaeni banyak menyampaikan diskusi seputar kajian sejarah Cilegon setelah zaman kemerdekaan. Terutama terkait lahirnya Perusahaan Trikora, yang pada perkembangan selanjutnya menjadi PT Krakatau Steel. “Dampak industrialisasi sangat besar (revolusioner) bagi perkembangan Kota Cilegon. Bahkan saat itu (1970-an) dikategorikan Kota Pertama karena memiliki industri primer yaitu baja, sedangkan wilayah lain di sekitar Kota Cilegon, seperti Serang dikategorikan sebagai Kota Kedua karena fungsinya sebagai penyangga bagi Kota Pertama”. Lalu “walaupun tentu hal itu (kehadiran industri) pun membawa permasalahannya sendiri”.
Masing-masing peserta launching mendapatkan kit berisi buku Sejarah Cilegon beserta tiga buku lain tentang budaya Cilegon dan DVD film “Ki Wasid: Pahlawan Geger Cilegon. Setelah menjawab secara spesifik pertanyaan dari dua penanya, rangkaian acara diakhiri dengan penandatangan buku dan sesi foto bersama.
Ahmad Muttaqin