Dewantara, Kenya – Kita kadang khilaf. Terlupa bahwa diantara sekian banyak karya yang dihasilkan oleh kreatifitas corat-coret gambar beserta tulisannya, terselip daya ledak yang bisa sangat mempengaruhi banyak orang. Jepang dengan Manga, Amerika Serikat dengan dominasi DC Comics dan Marvel-nya. Sedangkan Afrika, ada Kenya yang punya Shujaaz.
Shujaaz adalah sebuah komik gratisan yang sedari awal mengajak pembacanya menggunakan akal sehat untuk mengatasi problem sehari-hari. Follower-nya mencapai jutaan orang dan memotivasi seluruh generasi muda untuk berani mengubah nasib.
Kibera – sebuah kawasan kumuh terbesar di ibukota Kenya, Nairobi. Beberapa tahun terakhir warga lokal belajar hal penting dalam hidup dari sumber yang tidak diduga: sebuah komik gratis.
Dilansir dari Deutche Welle Indonesia, Jum’at (29/06), komik ini membahas tema yang dekat dengan kejadian kita di bumi, bukan melulu kisah alien yang ujug-ujug datang dengan syahwat kuasa, atau hyper imaji lainnya yang jauh dari fakta sehari-hari.
Komik ini murni hanya seputar pembahasan kehidupan manusia dengan segenap problematika kehidupannya. Misal pengangguran yang terus meluas atau kehamilan tak diinginkan di kalangan remaja perempuan.
Mengenai keistimewaan tema yang diangkat, Derrick Were seorang wiraswastawan memberi penjelasan: “Ini tentang pemerintahan dan peran remaja. Tentang reproduksi seksual – bukan hanya hubungan seksual tapi reproduksi secara keseluruhan – juga tentang bagaimana menjadi pengusaha muda, atau kiprah menjadi pengusaha yang benar-benar menangani masalah yang paling sering dihadapi kaum muda saat ini.” Paparnya.
“Shujaaz” mempunyai arti pahlawan dalam bahasa gaul Sheng, yang merupakan campuran bahasa Swahili dan Inggris yang digunakan jutaan kaum muda Kenya. Misi Kreatornya sendiri sederhana. Hanya ingin menghibur sekaligus memberi informasi. Sasaran mereka, mendidik dengan memberi saran dan contoh peran positif yang dituangkan dalam lakon komik.
“Saya warga yang tak mau tahu, yang tidak peduli mengenai kehidupan. Tapi ketika mengenal komik ini, saya memutuskan untuk berubah. Karena saya tertantang. Jika kaum muda lain bisa, mengapa saya tidak!”, begitu tegas Lucy Nyambura, seorang remaja warga Kibera.
Lahir Pasca Pilpres Kenya
Menempatkan fokus utama pada keterlibatan warga, team Shujaaz meminta pembaca untuk mengusulkan topik buat cerita mereka. Karakter dalam komik juga tampil sangat massif membombardir media sosial.
Seperti di Tanah Air, eksistensi di media sosial juga sudah menjadi sebuah kebutuhan. Legitimasi alam bawah sadar kadang memang sangat kuat, ketika informasi sudah direkam ingatan.
Tak jauh beda dengan pemuda Kenya. “Dalam usia ini, saya pikir semua kaum muda di Kenya, merasa tampil di sosial media adalah hal yang amat penting. Mereka ingin melek informasi dan memahami apa yang sedang ngetren. Mereka ingin merasa jadi bagian kelompok. Dan di situlah Shujaaz tampil – untuk menciptakan kemitraan dengan teman-teman mereka – dan meyakinkan bahwa apa yang terjadi di media offline, pada akhirnya itulah sesuatu yang terjadi di media online”, ungkap Farida Nzilani, anggota tim sosial media Shujaaz.
Pembaca pun juga bisa mengontak tim redaksi via pesan teks. Di Kenya, inilah bentuk komunikasi paling populer. Bagi yang tidak punya akses internet, ada opsi lain, mendengarkan siaran radio yang dipancarkan lebih dari 20 stasiun penyiaran.
Tokoh di belakang Shujaaz sendiri dengan platform Multimedia-nya yaitu “Well Told Story” bernama Rob Bernet, warga Inggris yang bermukim di Kenya lebih dari 20 tahun lalu.
Awalnya, gagasan tersebut muncul tahun 2007 sebagai respons pasca pemilu presiden yang dianggap paling rusuh di Kenya. Bernet menyasar generasi muda, yang merasa dimanipulasi oleh politisi dan tidak dilirik oleh media mainstream.
Ia ingin membantu kaum muda untuk meningkatkan prospek hidup mereka yang setelah pasca pemilu, seakan menghilangkan orientasi mereka. Kaum muda dengan banyak potensi.
“Ada riset serius dalam skala besar yang dibuat institusi akedemik kenamaan di Amerika. Ini riset terpercaya, yang mengatakan perempuan muda berusia 19 tahun ke bawah, yang jadi follower Shujaaz, tiga kali lebih jarang menikah di usia 19, dibanding perempuan muda yang tidak mengikuti kami. Tidak menikah di usia 19 mungkin berarti masih sekolah atau menjalankan bisnis. Artinya mencetak uang, hidup terus berkembang dan artinya belum punya anak. Ada banyak hal positif dari tidak menikah dini”, ujar pendiri Shujaaz, Rob Bernet.
Penggemar yang Terus Bertambah
Sekarang cakupannya mencapai sekitar enam juta orang. Termasuk follower yang terus bertambah di negara tetangga Tanzania. Sasaran jangka panjangnya adalah meningkatkan kehadiran online di seluruh benua Afrika.

“Apa lagi yang bisa dilakukan Internet, untuk menciptakan energi yang terbukti menggerakkan dan memantik peluang bagi jutaan follower, kami punya beberapa gagasan, dan itu berkembang dengan cepat. Apakah kami bisa memanfaatkan efek Shujaaz dan memasoknya dengan lebih besar, lebih cepat, lebih baik dan lebih murah di internet? Inilah yang sedang kami kerjakan, ” ujar Rob Bernet lebih lanjut.
Kini, semakin banyak warga Kibera terhubung ke internet. Disaat yang sama, komik gaya klasik masih terus memberi inspirasi pada warga untuk membagi kisah mereka dan merangsang ide-ide baru. (MZ/Editor)