Ketika masyarakat kita mendapat pertanyaan “apa yang terlintas dipikiranmu ketika mendengar nama Gilang Ramadhan?“ maka hampir dipastikan jawabannya adalah Drummer. Memang, nama tersebut karena sepak terjangnya, sudah terlanjur melekat dengan instrument gebuk, drumset.
Dewantara, Bandung – Tulisan ini sejatinya tidak juga membahas sampai detail tentang drummer kawakan tersebut.. namun setidaknya, ia seakan menjadi pintu masuk yang pas untuk mengenalkan sebuah komunitas para pemain drum yang dibentuk tahun 2010; Indonesian Drummer.
Sembilan tahun setelah mereka mengukuhkan diri sebagai sebuah komunitas, kumpulan para drummer yang dikomandoi Gilang Ramadhan ini membuat sejarah baru dengan menghasilkan sebuah album kompilasi pertama yang diisi oleh beberapa drummer terbaik tanah air. Kehadiran album kompilasi ini bisa dikatakan terlambat mengingat para pemain instrumen lain seperti gitar bass dengan komunitas Bass Hereos-nya telah mengeluarkan album kompilasi bass di tahun 2006. Disusul kemudian oleh kumpulan para pemain gitar melalui kegiatan amal yang berjudul “1000 Gitar untuk anak Indonesia.”
Hadirnya album kompilasi ini menjadi pelepas dahaga para pecinta instrumen gebuk ini. Album ini pun seakan menjadi pembuktian para pemain drum bahwa mereka pun mampu membuat kumpulan karya berupa album musik, sama seperti alat musik lain yang sudah terlebih dahulu memulai. Memang, karena posisinya yang berada di belakang, dalam sebuah pentas musik, peran drummer memang tidak selalu menjadi spotlight utama.
Lebih lanjut, para drummer yang terlibat dalam album ini memang cukup beragam karena tidak hanya diisi pemain lama, tapi banyak juga drummer saat ini yang mewakili generasi millennial unjuk gigi dalam penggarapan album ini.
Drummer Lintas Genre
Saya selalu menyukai sikap seorang musisi yang menolak pengkotak-kotakan musik dalam lingkup genre, karena banyak yang beranggapan bahwa hakikatnya semua musik itu adalah sama. Namun bukan berarti saya menutup mata, karena nyatanya dikotomi tersebut kadang perlu untuk memetakan sekaligus mengidentifikasi perkembangan dunia musik dari tiap-tiap generasi. Maka demikian, menjadi genaplah alasan saya menulis jenis genre musik berdasarkan dimana drummer tersebut biasa bermain baik dengan bandnya masing-masing maupun bermain solo.
Album ini sendiri sejatinya juga sudah warna-warni. Melibatkan berbagai “tukang pukul” dari berbagai jenis musik seperti Jazz ataupun fusion (nama-nama pemain lama seperti Benny Mustafa, Gilang Ramadhan, Rayendra Sunito) kemudian tidak ketinggalan dari kalangan yang lebih muda yaitu Yesaya “ Echa Soemantri”, Jeanne Phialsa, Demas Narawangsa, Dua Drum dan Rio Alief, drummer rock kawakan Fajar Satritama tidak ketinggalan ikut dalam proyek ini, disusul oleh Eno Gitara yang bermain di wilayah punk dan terakhir dari scene metal ada Andyan Gorust.
Nah, melihat komposisi para drummer diatas memang cukup membuat telinga ini gatal untuk segera menikmati.
Untuk urusan dapur, album ini diproduseri oleh Gusti Hendy, Brian Kresno Putra dan Konde yang disupport oleh SAE Institute Jakarta. Album ini berisikan sebelas track lagu, dimana semua track dalam album ini direkam di Studio SAE Jakarta dengan pengecualian karya dari Fajar Satritama yang direkam di Ec3 Studio.
Lebih jelasnya mengenai proses dapur dan tentang berbagai cerita penggarapan kompilasi ini bisa dilihat melalui vlog Indonesian drummer. Sekarang mari kita masuk ke menu utama…….
Album Track to Track
Pembukaan dalam album ini dimulai dari karya Rio Alief yang berjudul “Seven to Eight“ ciptaan dari Rio Alief dan Kenan Loui yang begitu jazzy terdengar karena lengkap dengan Trumpet dan Saxophone. Selain itu dengan tambahan Loops dan Synthesizer membuat lagu ini terdengar begitu megah.
Lagu kedua disumbang oleh Dua Drum yang terdiri dari Devinza Kendranata dan Muhammad Iqbal atau biasa kita kenal Yoiqbal dengan judul DVN. Format unik Dua Drum dengan cara membagi dua bass drum antara Devinza dan Iqbal membuat sound musik mereka sangat unik, permainan solo Devinza dan Iqbal terdengar sangat powerfull dan saling bersahut-sahutan membuat track ini sangat menarik untuk didengar.
Lagu ketiga album ini melibatkan drummer yang juga produser handal yaitu Rayendra Sunito. Judulnya “Two Islands” yang merupakan ciptaan dari Rayendra sendiri, lagu ini sangat kental warna Jazz-nya sehingga cukup banyak memperlihatkan bahwa skill dari Rayendra begitu memukau plus ditopang oleh kepiawaian Nicky Manuputty dalam memainkan Saxophone, membuat lagu ini begitu luar biasa nge-jazz.
Lagu keempat adalah milik dari Eno Gitara atau biasa kita kenal sebagai Eno NTRL setelah tiga lagu pertama kita menikmati suguhan jazz maka lagu keempat kita mendengar suguhan beraroma punk yang berjudul “Homeward Bound” buah karya Eno, Jerry dan Coki.
Dalam Vlog Indonesian Drummers Official dikatakan bahwa lagu ini dibuat hanya satu minggu sebelum rekaman bahkan ketika recording, track inilah yang paling cepat dalam proses rekaman. Teknik Rudiment Eno yang terkenal cepat masih sangat terasa memang, ditambah dengan permainan Hi-hat dan ride cymbal yang begitu memukau membuat lagu ini berhasil mewakili gegap gempita musik dari ranah punk.
Lagu kelima adalah lagu dari maestro drum Indonesia yaitu Gilang Ramadhan. Dalam lagu yang diberi judul Indonesian Jungle ciptaanya sendiri, Gilang Ramadhan melalui Drumset yang bernama Komodo memainkan Rhytm sawah yang selama ini menjadi ciri khasnya. Suara Kecrek dan Kenong terdengar sangat etnik hingga mampu membuai siapa pun yang mendengarnya.
Dalam lagu ini Gilang hanya memainkan Drum Komodonya tanpa diiringi oleh instrument lain bahkan didalam lagu tersebut terdengar voice yang juga diisi oleh dirinya sendiri. Sebagai informasi, untuk versi lain yang lebih kental nuansa Rhytm sawah, silahkan saja dengar pada lagu “Indonesia Jungle.”

List Album Track to Track (Dok. Pribadi)
Untuk penggemar death metal jangan khawatir, sebab drummer dari Band Hellcrust yaitu Andyan Gorust menjadi wakil keenam dalam album ini. Lagu berjudul Rimba Khalayak yang diciptakan oleh Gorust dan Nyoman Saputra ini sebenarnya adalah materi dalam project Hellcrust namun sebagai ciri khas, dalam album ini ada beberapa part yang dibedakan oleh Gorust. Dibantu oleh Nyoman Saputra pada gitar dan Alan Musyfia pada bass membuat lagu ini begitu angker karena ditopang teknik blast beat dan juga grinding khas musik death metal yang sangat nikmat terdengar. Melalui lagu ini Gorust semakin mengukuhkan dirinya sebagai drummer death metal mumpuni.
Drummer rock kawakan yang namanya terkenal sebagai Drummer Band Edane dan sekarang menjadi drummer rock legendaris Indonesia God Bless yaitu Fajar Satritama menyumbang karya ketujuh. Track ciptaan Firdaus Dylan De Larocha (Oka) yang berjudul “Collision of Time.” Dimana gitar, bass, Synthesizer dimainkan oleh Oka di lagu ini terdengar begitu progressive dengan tempo yang sangat variatif. Teknik Polyrhtem terasa sangat kental dalam karya ini dan membuktikan bahwa Fajar Satritama merupakan Drummer Rock yang patut disegani di tanah air.
lanjut di lagu dalam track kedelapan berjudul “Let There Be Right” dari Jeanne Phialsa. Alsa begitu biasa dia disapa, merupakan satu-satunya drummer perempuan dalam album ini. Lagu ciptaan Indra Aryadi ini menjadi lagu yang paling kaya akan instrument karena melibatkan String Section namun di aransemen oleh Alsa sendiri dan Indra Aryadi. Lagu ini terdengar sangat megah dengan teknik permainan Alsa yang berlatar jazz ternyata mampu melebur dengan instrument-instrumen lainnya dengan sangat ciamik.
Lagu selanjutnya dalam track kesembilan adalah “Alternative Reality” dari Demas Narawangsa. Aroma Jazz progressive sangat kental dalam lagu ini. Hal tersebut memang tidak heran karena selama ini Demas selalu menjadi bagian dari musisi-musisi progressive jazz seperti Tohpati, Indro Hardjidikoro dan lain-lain. Bagian solo drum Demas dalam lagu ini juga terlihat memukau sehingga menjadikan lagu ini sangat indah.
Lagu kesepuluh adalah karya dari Yesaya Soemantri atau biasa dikenal Echa Soemantri dengan judul Bhinneka Tunggal Ika. Pesan persatuan dalam warna yang berbeda memang direpresetansikan dengan baik pada lagu ini. Ketika pertama mendengar lagu ini, sebagai drummer amatir yang ada dikepala saya adalah satu kata “rumit.” Namun inilah Echa Soemantri yang menunjukan kelasnnya sebagai drummer terbaik Indonesia. Penasaran? lebih nyaringnya silahkan dengarkan sendiri.
Terakhir atau lagu penutup dari album ini dibawakan oleh legenda hidup drummer Jazz Indonesia yaitu Benny Mustafa. Meskipun usia Benny Mustafa akan genap 80 tahun di tanggal 22 September nanti, namun permainan drum dari Benny Mustafa masih layak diacungi jempol. Lagu yang berjudul “Cute” ciptaan dari Neal Hefti ini merupakan lagu berdurasi terlama dari semua lagu yang ada di album ini. Permainan Benny sangat memukau memadukan beat-beat jazz dan teknik Brush Pattern dalam lagu ini. Lagu Cute ini memang terdengar sangat kental aroma Jazz classic-nya.
Demikian review album kompilasi berjudul “Kumpul Karya Indonesian Drummers Volume 1” Bagaimanapun juga ini adalah pendapat pribadi, sehingga bisa sangat berbeda citarasa dari individu penikmat yang lain. Soo, jangan lupa untuk dukung terus musisi Tanah Air dengan cara membeli rilisan fisik yang asli. Semoga bermanfaat.
(Ebes Al Mustaini/Editor)