Dewantara
  • Home
  • Nasional
  • Internasional
  • Advetorial
  • Sosok
  • Jejak
  • Seni Budaya
  • Opini
  • Komunitas
  • Sains
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • Internasional
  • Advetorial
  • Sosok
  • Jejak
  • Seni Budaya
  • Opini
  • Komunitas
  • Sains
  • Redaksi
Dewantara
No Result
View All Result
Home Opini

Australia Sebagai Bangsa Imigran: Menentang Deklarasi ‘Racial Equality’ (Tulisan ke-2 dari 3)

dewantara.id by dewantara.id
March 24, 2017
in Opini, Praktisi
0
Australia Sebagai Bangsa Imigran: Menentang Deklarasi ‘Racial Equality’  (Tulisan ke-2 dari 3)
47
SHARES
518
VIEWS
Share on TwitterShare on Facebook

Dalam rangkaian kebijakan “white Australia” budak-budak yang berada di Australia dideportasi keluar Australia. Budak-budak yang merupakan pekerja pada lahan-lahan perkebunan mayoritas berasal dari keturunan suku-suku bangsa melanosoid dari Papua dan Kepulauan Oceania. Kebijakan itu melengkapi aturan yang membatasi kedatangan pekerja imigran.

Membatasi Imigran

Melalui Immigration Destriction Act tahun 1901, Pemerintah Federal Australia membatasi imigrasi ke Australia. Pada penerapannya aturan tersebut menolak para imigran yang berasal dari negara-negara non-Eropa untu masuk ke Australia.

Mekanisme teknis menolak imigran menggunakan – apa yang disebut dengan – “dictation test”. Dimana imigran yang berharap untuk masuk Australia harus lulus dalam tes “dictation”. Dalam “mendiktekan” para petugas imigrasi menggunakan 50 kata (khusus dipilih dalam rangka tes) untuk mengetes para pendatang tersebut. Pada kenyataannya, tes tidak dirancang untuk memperbolehkan petugas imigrasi untuk mengevaluasi para imigran pelamar yang mau masuk ke Australia berdasarkan kemampuan berbahasa. Malahan daripada tes 50 kata, seorang imigran pelamar sudah diputuskan diterima atau ditolak sebelumnya hanya dengan melihat ciri-ciri fisik yang bersangkutan.

Pada tahun 1914 Australia telah menjadi semakin “white” dengan populasi penduduk mencapai 4 juta jiwa. Pada tahun yang sama, terjadi Perang Dunia I di Eropa.

Perang Dunia I dan Dampaknya

Keterlibatan Australia dalam Perang Dunia I (PD-I) tidak lepas dari keterlibatan Inggris yang merupakan salah satu aktor utama dalam PD-I. Sebagaimana diketahhui bahwa Australia adalah bagian dari negara-negara persemakmuran Inggris (commonwealth state), sehingga Australia termasuk bagian dari Kerajaan Inggris, dan saat Inggris mengumumkna untuk ikut terlibat dalam PD-I maka Australia juga melibatkan diri dalam PD-I.

Keterlibatan Australia dalam PD-I dideklarasikan oleh Perdana Menteri (PM) Joseph Cook pada 15 Agustus 1914. Setelah deklarasi, Australia mulai mengirimkan sebanyak mungkin bantuan untuk kerajaan, baik berupa bahan-bahan mentah maupun bantuan berupa sumber daya manusia untuk berperang.

Australia mengirimkan 400.000 tentaranya ke medan perang di Timur Tengah dan Eropa untuk mendukung pasukan Inggris dan Sekutu-nya dalam melawan Jerman, Austria-Hongaria, dan Turki. Tercatat 16.000 tentara Australia tewas dalam PD-I.

PD-I berakhir pada 1918. Kemenangan berada pada pihak Sekutu (Alliance), yaitu Inggris, Russia, Perancis, Italia, dan – yang pada akhirnya bergabung dengan Sekutu – Amerika Serikat. Pihak-pihak yang kalah dipaksa menandatangani perjanjian kekalahan. Salah satu perjanjian itu adalah Perjanjian Versailles, yang pada perkembangan selanjutnya memicu paham ultra-nasionali di Jerman.

Masih di Perancis, tepatnya masih di kota Paris, pada 1919 juga diadakan Konfrensi Perdamaian Paris (Paris Peace Conference). Saat itu delegasi Inggris dipimpin oleh PM Lloyd George dan didampingi oleh Sir Henry Wilson sebagai penasehat Kerajaan Inggris. Sir Henry Wilson merupakan Letnan Jendral pasukan Kerajaan Inggris yang memiliki cita-cita untuk kejayaan Inggris.

Menentang Deklarasi ‘Racial Equality’

Bill Hughes selaku PM selaku delegasi Australia menentang kebijakan race equality yang diusulkan oleh delegasi Kekaisaran Jepang ketika 72 delegasi negara-negara bertemu pada Paris Peace Conference. Walau saat itu Australia menganggap Jepang sebagai sekutunya, namun angkatan bersenjata Australia tetap menganggap Jepang sebagai ancaman utama dari Asia.

Ketika mayoritas delegasi setuju dalam konsep kesepakatan racial equality, namun presiden AS Woodrow Wilson kemudian mengikuti Australia untuk menolak kesepakatan racial equality. Billy Hughes dari Australia secara diam-diam (tahu sama tahu) mendukung AS yang menolak deklarasi racial equality atau kesetaraan ras. Kedua pemimpin tersebut mewakili ketakutan kedua negara tersebut terhadap kebangkitan Kekaisaran Jepang di kawasan Samudera Pasifik.

Meilhat realitas yang berlangsung pada Paris Peace Conference. Liga Bangsa-bangsa telah gagal menekankan perjanjian racial equlity. Delegasi Jepang meninggalkan Paris dengan perasaan pahit. Jepang merasa diperlakukan sebagai bangsa “kelas kedua” di bawah bangsa-bangsa kulit putih.

 

Sumber            : indonesia.embassy.gov.au/ ;

                             nma.gov.au/ ;

“Immigrant Nation” dari Al Jazeera-English

 

Ahmad Muttaqin

Tweet12Share19Share5Share
dewantara.id

dewantara.id

Related Posts

Pentingnya Perubahan Kurikulum

Pentingnya Perubahan Kurikulum

January 19, 2024
Filosofi Pendidikan KHD untuk Zaman Now

Filosofi Pendidikan KHD untuk Zaman Now

September 3, 2023
R.A. Kartini: Simbol Perempuan Priyayi-Jawa Yang Tercerahkan

CATATAN PEREMPUAN ATAS REFLEKSI 21 APRIL

April 20, 2023
NATO Climate Change and Security Action Plan :  Bentuk Responsi Aliansi Militer Terhadap Ancaman Iklim

NATO Climate Change and Security Action Plan : Bentuk Responsi Aliansi Militer Terhadap Ancaman Iklim

October 26, 2021

Relasi Guru dan Murid Berbasis Kesetaraan

August 25, 2020
WFH dan Komitmen

WFH dan Komitmen

June 28, 2020

Kegagalan Bahasa Indonesia Berkomunikasi dengan Rakyat Indonesia

April 19, 2020
Menyelami Masa Revolusi Indonesia lewat Idrus

Menyelami Masa Revolusi Indonesia lewat Idrus

April 18, 2020
Load More

Tentang Kami

Dewantara adalah situs informasi seputar kebudayaan khususnya lingkup pendidikan. Berisi artikel, berita, opini dan ulasan menarik lainnya. Dihuni oleh para penulis dan praktisi berpengalaman.

E-mail: jejaringdewantara@gmail.com
Yayasan Bintang Nusantara

Follow Us

Category

  • Advetorial
  • Dari Anda
  • Galeri
  • Garis Waktu
  • Internasional
  • Jejak
  • Jendela Dunia
  • Kabar
  • Kakiku
  • Komunitas
  • Mahasiswa
  • Nasional
  • Opini
  • Praktisi
  • Profil
  • Sains
  • Seni Budaya
  • Siswa
  • Sosok
  • Tips
  • Uncategorized

Popular

  • SMPN 5 Cilegon Serius untuk Jadi Sekolah Rujukan Google

    SMPN 5 Cilegon Serius untuk Jadi Sekolah Rujukan Google

    34 shares
    Share 14 Tweet 9
  • “Bahasa Melayu Sebagai Lingua Franca Masa Kurun Niaga”

    33 shares
    Share 13 Tweet 8

Recent News

LAZISNU Kota Cilegon Menebar Manfaat melalui Berbagi Takjil Gratis

LAZISNU Kota Cilegon Menebar Manfaat melalui Berbagi Takjil Gratis

March 23, 2025
Peresmian Ruang Kelas Masa Depan oleh Dirut PT.SPC Raymond, Direktur wilayah EMEA Google for Education Colin dan Staf Khusus Menteri Kemendikdasmen Rowi.

Google dan SPC Luncurkan ‘Ruang Kelas Masa Depan’, Kemdikdasmen, Pemprov Banten, dan KSRG Dukung

March 12, 2025

© 2018 Dewantara.id

No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • Internasional
  • Advetorial
  • Sosok
  • Jejak
  • Seni Budaya
  • Opini
  • Komunitas
  • Sains
  • Redaksi

© 2018 Dewantara.id

Go to mobile version