Dewantara- Kesan ketarasingan dengan pola hidup yang oleh sebagian orang dikatakan primitif. Itulah yang akan muncul di benak kita saat mendengar tentang ‘Suku Baduy’. Lepas dari kesan dan anggapan tersebut, siapa sangka jika dari orang Kanekes atau orang Baduy ini kita dapat belajar tentang sebuah kearifan hidup kelompok masyarakat adat Sunda yang berdiam di wilayah Kabupaten Lebak, Banten ini.
Kehidupan yang masih tradisional dengan filosofi kehidupan yang ada memang mengundang warga luar dan wisatawan untuk mengenal lebih dekat dengan orang Baduy ini. Mereka datang sendiri ataupun berkelompok, dari berbagai kalangan seperti pelajar, mahasiswa, guru atau profesi lain.
Bagi kalangan industri wisata, tidak sedikit yang sengaja membuat paket wisata Baduy dalam program wisata di biro perjalanan mereka. Beragam tawaran disajikan untuk mendapatkan gambaran utuh dari suku Baduy ini.
Paket wisata Baduy tersebut tentu saja diharapkan dapat menggali informasi mengenai budaya dan adat istiadat masyarakat Baduy yang berada di daerah Pegunungan Kendeng, Kanekes, Banten Selatan.
“Bagi pelajar yang mengikuti program wisata Baduy mereka akan melakukan outing yaitu mengelilingi alam rimba Baduy, yang masih alami dan sangat nature serta menantang para peserta untuk berpetualang,” kata Agung Prihatiningrat, pemilik biro perjalanan JET Tours and Travel.
Harapan dari perjalanan wisata ke Baduy, khususnya bagi pelajar tentu saja di antaranya adalah memiliki kesadaran untuk mewujudkan dan melestarikan kelangsungan dari cagar budaya dan alam bangsa Indonesia.
Sebutan “Baduy” merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan Badawi atau Bedouin Arab yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden).
Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau “orang Kanekes” sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).
Kawasan Baduy terdiri 58 Kampung yang berada dalam kesatuan Tatar Kenekes. Kesatuan Tatar Kenekes tersebut terbagi atas Baduy luar (penamping) dan Baduy dalam (tangtu). Dari ke 58 kampung tersebut, yang berada dalam daerah baduy dalam adalah : Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo. Sisanya masuk ke Baduy Luar.
Berdasarkan hasil pengukuran langsung di lapangan, daerah ini memiliki luas wilayah sebesar 138 Ha. Wilayah-wilayah pemukiman baduy rata-rata terletak pada ketinggian 250 m diatas permukaan laut, dengan wilayah pemukiman di daerah yang cukup rendah 150 m diatas permukaan air laut dan pemukiman yang cukup tinggi pada ketinggian 400 m diatas permukaaan laut.
Hingga saat ini, suku Baduy memang masih menjunjung tinggi adat istiadat mereka. Bahkan, aturan-aturan berisi larangan pun harus dipatuhi jika ada wisatawan yang datang ke wilayah mereka, seperti tidak boleh berfoto di wilayah Baduy Dalam, tidak menggunakan sabun atau odol di sungai.
(Traveller : Agung Prihatiningrat-JET Tours and Travel).