Dewantara, – Herry dan Ida Utomo, pasangan suami-istri peneliti asal Indonesia berhasil menciptakan beras berprotein tinggi. Beras yang diberi nama Cahokia telah terbukti mengandung 50 persen lebih banyak protein dibanding beras umumnya. Herry dan Ida merupakan contoh keberhasilan diaspora Indonesia, dimana mereka berdua juga merupakan profesor di Louisiana State University.
Bertujuan untuk Mengatasi Malnutrisi
Protein yang terkandung dalam beras pada umumnya setiap gram beras mengandung 6-7% protein. Namun dengan produk Cahokia dapat ditingkatkan menjadi 14%, berarti meningkatkan kandungan protein 50% dari sebelumnya. Beras jenis Cahokia tersebut merupakan produk terobosan terbaru di dunia.
Beras Cahokia telah lolos paten, pertama kali berhasil dikembangkan di dunia, dan kini mulai dijual ke publik melalui berbagai pasar swalayan oleh perusahaan di Amerika Serikat. Herry Utomo dalam wawancara dengan program Sapa Indonesia Akhir Pekan di Kompas TV (7-7-2018) menjelaskan, “Salah satu cara pemasaran adalah mengaitkan dengan nama local, yaitu Cahokia yang merupakan nama suku Indian yang ada di Illinois.” Ia melanjutkan, “agak heran juga, kenapa varietas padi kita bisa ditanam di kawasan Amerika Utara yang dingin. Tapi ternyata masih cocok karena kita menanam di tepi Sungai Misissipi, dan kita hanya panen sekali dalam setahun.”

Beras Cahokia belum dapat langsung ditanam di Indonesia. Walaupun demikian teknologi budidayanya dapat diterapkan. “Perlu 2-3 tahun untuk bisa memproduksi seperti jenis ini. Kalau kita bandingkan dengan padi yang normal ditanam, kita bisa menanam tanpa harus merubah apapun. Jadi semuanya sama, baik cara tanamnya, maupun cara pembibitannya.”
Beras Cohokia dapat menghasilkan 150 kg protein murni dari 1 hektar tanaman padi. Jumlah protein tersebut setara dengan 500 kg daging, maupun 5.000 liter susu.
Modifikasi Genetik Padi
Apabila padi berprotein tinggi ingin dibuat di Indonesia, maka perlu ada varietas padi di Indonesia yang dimodifikasi struktur genetiknya. Langkah modifikasi tersebut tidak membuat varietas padi menjadi GMO (genetic modified organism) namun tetap alami (natural).
Herry menjelaskan secara teknis, “Kita melakukan seleksi dalam tanaman. Karena dalam tanaman itu setiap 1 diantara 100.000.000 terdapat perubahan secara alami. Hal itu bisa disebabkan kesalahan dalam mekanisme enzim atau karena radiasi alami yang diterima. Dari situ kita melakukan seleksi. Itulah kira-kira yang kami lakukan.”
Waktu untuk menyembangkan varietas Cahokia di Amerika Serikat adalah 7 tahun. Waktu sekian lama untuk menemukan cara yang tepat, lalu melakukan pengujian-pengujian. Setelah melalui proses pengujian dan pengoreksian varietas Cahokia sudah siap. Apabila diaplikasikan di Indonesia butuh waktu 2-3 tahun untuk penyesuaian.
Kehadiran beras berprotein tinggi dapat dipandang tidak untuk menggantikan berbagai pangan yang sudah dikonsumsi oleh masyarakat, namun untuk meningkatkan kualitas pangan, khususnya beras yang mampu memenuhi kebutuhan protein nabati 50% lebih baik.
Pendekatan Formal dan Informal
Ketika pembawa acara menanyakan, “Apa yang perlu dilakukan untuk bekerjasama antara Indonesia dengan perusahaan memproduksi beras di Amerika Serikat?” Herry menjawab, “Tentu perlu ada pendekatan formal, karena kami bekerja di Louisiana State University. Sehingga perlu pendekatan formal dari universitas di sini (Indonesia) atau Pemerintah Indonesia dengan universitas kami di sana. Pada dasarnya kami welcome.”
Penemuan beras berprotein tinggi ini merupakan penemuan penting, yang pada perkembangan selanjutnya dapat direplika di Indonesia, maupun negara-negara lain di dunia. Bagi Indonesia, tentu akan berdampak lebih besar karena negeri ini berpenduduk 300 juta orang yang sebagian besar mengandalkan beras sebagai makanan pokok. (AM)