National Nutrition Olympiad (N2) adalah satu kategori lomba dalam acara SCIFI NEUTRON 2019 yang diselenggarakan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM). Misinya adalah pengentasan stunting. Tiga mahasiswa yang menjadi juara mempersembahkan inovasi penting bagi perkembangan pemenuhan gizi masyarakat Indonesia di masa depan.
Sekitar pertengahan Maret diperlombakan inovasi sains dari berbagai universitas di Yogyakarta. Dilansir dari laman resmi UGM dan Institut Pertanian Bogor (20/03/19), acara bertajuk SCIFI NEUTRON 2019 menggelar perlombaan sains yang berasal dari empat kategori. Kategori pertama dan berturut-turut adalah, karya tulis ilmiah, national nutrition olympiad (N2O), poster, dan dietetic contest.
UGM mengirimkan delegasi mahasiswa Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK). Juara satu dari kategori karya tulis ilmiah, poster, dan dietetic contest diraih oleh FKKMK UGM, sehingga menasbihkannya sebagai juara umum.
Dari semua kategori tersebut, ada yang menarik perhatian dan dunia kesehatan pada umumnya. Kategori N2O, terutama pengentasan gizi buruk atau stunting pada balita. Permasalahan pemenuhan gizi masyarakat satu ini mulai populer karena berdampak panjang pada masa depan anak. Stunting merupakan suatu keadaan yang dialami oleh anak yang gagal tumbuh pada tubuh dan otak. Kurangnya asupan gizi dalam kurun waktu yang lama menjadi penyebabnya. Dampak fisik yang terlihat adalah anak lebih pendek dari anak normal seusianya. Selain itu, anak juga memiliki respon lambat dalam berpikir.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) menyatakan bahwa angka stunting di Indonesia pada tahun 2018 turun menjadi 30,8 persen. Sebelumnya, angka stunting mencapai 37,2 persen pada tahun 2013. Meskipun angkanya menurun, upaya penanganan stunting di Indonesia perlu perhatian khusus.
Juara ketiga kategori N2O disabet Takkas Abelio Napitupulu, mahasiswa dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (Fema IPB). Ketika memasuki grandfinal, Abel—sapaan akrabnya, memaparkan bahwa buah yang sudah diolah (seperti jus) ternyata memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi. “Mengonsumsi tiga buah utuh bisa saja menjadikan konsumen bosan atau ‘enek’. Namun, dengan mengolah buah menjadi jus dapat menjadi pilihan agar konsumen tidak ‘enek’ dan lebih mudah dicerna oleh organ pencernaan,” tambahnya. Abel menganjurkan penambahan buah yang dilumatkan (seperti jus) sebagai makanan pendamping ASI minimal 3 buah sehari.
Lain lagi, juara kedua asal UGM yakni Elsa Fairuz menciptakan nutriballs. Ciptaan mahasiswa asal Magetan ini berisi gizi yang cukup dan khusus diberikan pada balita gizi kurang atau gizi buruk pada usia 6 sampai 59 bulan. Cukup simpel dan Elsa berharap pemerintah memproduksi secara masif dan disalurkan di puskesmas dan posyandu.
Untuk juara pertama jatuh kepada mahasiswa IPB. Ni Ketut Susila Dharma Asih, mahasiswa dari fakultas yang sama dengan Abel. Ia membahas Program Tunjangan Makanan Tambahan Bergizi atau “Supplemental Nutritious Assistance Program” yang biasa disingkat dengan SNAP yang diterapkan di Amerika. SNAP merupakan tunjangan bagi warga yang hidup dalam kemiskinan agar tetap mampu memenuhi kebutuhan pangan dan gizi.

Sila mengutarakan bahwa tunjangan program SNAP dapat digunakan untuk mendapatkan obat, suplemen atau nutrisi yang dibutuhkan balita. Namun, tunjangan SNAP yang ada di Amerika belum menyeluruh dan belum tepat sasaran. Harapannya SNAP bisa terkoordinasi antara Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan di kabupaten dan kota. Selain itu, tunjangan dalam program SNAP hanya bisa digunakan di toko-toko dan apotik tertentu yang bekerjasama dengan pemerintah.
Dengan hanya tiga pemuda, persoalan stunting bisa saja dientaskan dalam waktu ke depan jika pemerintah dan masyarakat serius. Sebuah solusi segar. Bayangkan jika ada sepuluh pemuda, mengutip Soekarno, mungkin dunia medis internasional akan terguncang.