Kepada Yth., Bapak/Ibu Guru di seluruh Indonesia, izinkan saya berbagi pemikiran saya. Karena saya melihat ada dinamika baru hari ini di Indonesia, yang erat kaitannya dengan “eksistensi” kita sebagai pendidik dan pengajar bagi peserta didik kita. Tengoklah smartphone kita, atau televisi kita. Pernahkah anda melihat dan mendengar bahwa saat ini telah ada aplikasi “Quipper”, lalu “Ruang Guru”, atau “SCOLA” ?. Ketiga aplikasi pembelajaran tersebut adalah sebagian dari sekian banyak aplikasi pembelajaran daring yang sudah mulai dilirik oleh peserta didik dan orangtua peserta didik sebagai terobosan dalam belajar.
Mengakali “Gap” dalam Pembelajaran Konvensional
Warga Indonesia telah menempuh jalur pendidikan sebagai wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri sesuai dengan tujuan pendidikan (Pasal 1 ayat 7, UU no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Jalur pendidikan dibagi menjadi jalur pendidikan formal, non formal, dan informal. Ketika masa Orde Baru (1966-1998) mulai akan “lepas landas” tahun 1990-an dan minat untuk masuk Perguruan Tinggi (PT), terutama PT Negeri meningkat, pendidikan non formal seperti Bimbingan Belajar (Bimbel) mulai booming.
Ketika penulis menjalani masa Sekolah Menengah Umum (SMU) tahun 2000-2003 di Jakarta Barat, nama-nama Bimbel seperti Teknos, Primagama, dan Quantum sudah sering terdengar bahkan sebagian teman ikut ke dalam salah-satu Bimbel tersebut. Bimbel, pada dasarnya berusaha mengatasi jarak atau “gap” pembelajaran konvensional di sekolah, dengan mengambil kekurangan pembelajaran di kelas-kelas sekolah dalam hal kedalaman materi pelajaran dan latihan soal, lalu menjadikannya “bahan jualan” mereka.
Lalu apa yang Bimbel-bimbel tersebut tawarkan secara konkrit? Mereka menawarkan, 1) tambahan jam pelajaran di luar sekolah. Saat itu SMU (sekarang disebut SMA) mengadakan 6 hari sekolah, dengan jam belajar 07.00-14.00. Saat belajar dengan guru di sekolah dirasa mentok, apalagi untuk mata pelajaran (mapel) yang dianggap sulit, seperti matematika dan fisika, maka tambahan belajar di luar sekolah dengan guru yang berbeda diprediksi dapat mendongrak pemahaman materi-materi mapel para peserta didik; 2) persiapan serta latihan soal untuk menghadapi SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) atau sekarang disebut Seleksi Nasional Masuk PT Negeri (SNMPTN); 3) pendekatan yang lebih mudah dan trik-trik menghadapi soal-soal ulangan, UAS, atu SNMPTN. Dimana dengan pengajaran guru-guru yang relatif lebih muda, pendekatan pembelajaran yang lebih membahas kompetensi dasar secara efektif, serta trik-trik memahami konsep-konsep pelajaran maupun soal.
Ada juga guru yang membuka les privat mereka masing-masing, walau jumlahnya masih dapat dihitung dengan jari di sebagian sekolah. Para guru yang melaksanakan privat, sebagaimana Bimbel, telah mengetahui dan menyerap kondisi gap pembelajaran tersebut. Bahwa ada kebutuhan untuk membuat materi pelajaran (atau yang pasca Kurikulum tahun 2006 disebut Kompetensi Dasar) lebih dapat dipahami peserta didik.
Fasilitas Aplikasi Pembelajaran Daring
Perubahan cukup signifikan pada pembelajaran terjadi sejak Indonesia memasuki millennium ketiga atau abad ke-21. Hal itu terutama dengan penggunaan sumber belajar yang beragam. Smaldino dalam Instructional Technology and Media for Learning (2012) menjabarkan sumber belajar meliputi 6 hal: teks, audio, visual, audio-visual (video), benda-benda manipulatif, dan orang (guru, ahli, atau narasumber). Namun demikian, sumber belajar di kelas yang umumnya digunakan selama tahun 1990-an sampai awal tahun 2000-an mayoritas hanya mampu mengakses dua sumber belajar, yaitu orang (dalam hal ini guru) dan teks (dalam hal ini buku teks pelajaran) saja.
Perubahan dunia pembelajaran pada perkembangan selanjutnya sangat diperngaruhi oleh Revolusi Industri 4.0, yaitu “revolusi” pada bidang teknologi informasi. Kita dapat mengambil contoh, keberadaan Google sejak tahun 1998 sebagai mesin pencarian informasi daring. Google memudahkan siapa saja, siswa, mahasiswa, guru, dosen, peneliti, untuk dapat mengakses informasi secara luas. Hari ini, kalau sekedar mencari pengertian tentang sesuatu, atau memehami suatu konsep tentang materi pelajaran, maka google dapat menjadi referensi terpercaya di samping penjelasan guru.
Aplikasi pembelajaran daring menawarkan lebih banyak dan lebih menyeluruh dari Google. SCOLA misalnya, mereka menawarkan sistem pembelajaran yang lengkap (learning management system) dan portal konten dimana ada kolaborasi dengan penyedia konten pembelajaran untuk membagikan konten secara gratis dan berbayar. Untuk itu, sekolah perlu terlebih dahulu menjadi kerjasama dengan SCOLA. Untuk Siswa yang gabung dengan Scola akan mendapatkan konten-konten pembelajaran (materi, kursus, bank soal), guru yang bergabung bisa membuat kelas yang dapat di akses oleh siswa dan juga jika minat menjadi konten kolaborator bisa mendapatkan pendapatan dari konten dan sekolah yang bergabung mendapatkan dashboard monitoring untuk kinerja guru, kelas dan data analisis anak didik. Pada acara talkshow di Jakarta Fair 28 Juni 2018, pihak SCOLA mengemukakan beberapa fiture, diantaranya ujian daring yang dilengkapi sistem artificial intelligent. Sehingga apabila dari 20 soal ada peserta didik yang mengerjakan salah, maka sistem akan menawarkan materi-materi pelajaran yang perlu dikuasai oleh peserta didik di soal-soal yang salah tersebut.

Apabila SCOLA menawarkan suatu sistem manajemen pembelajaran yang lengkap serta menyertakan pihak pengelola pendidikan (baca: sekolah), maka aplikasi Ruang Guru berfokus pada menawarkan konten pembelajaran. Ruang Guru menarget langsung kepada peserta didik dengan memberikan layanan-layanan video pembelajaran, animasi, motion grafik, latihan soal, try-out. Ruang Guru meyakinkan bahwa belajar memang dapat dilakukan menggunakan gawai. Peserta didik dapat mengunduh layanan Ruang Guru di App Store dan Google Play. Ketika melihat iklan Ruang Guru di salah satu TV nasional pada 26 September 2018, tarif mereka adalah Rp.465.000 untuk berlangganan selama setahun atau dua tahun. Sejauh ini Ruang Guru telah mendapatkan rating 4,7 bintang di App Store dan 4,7 di Google Play.
Menilik kembali pada pendapat Smaldino tentang sumber belajar,dan ketika mengambil contoh aplikasi pembelajaran daring seperti SCOLA, Ruang Guru, dan Quipper, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa aplikasi-aplikasi pembelajaran daring tersebut telah menggabung beberapa sumber belajar ke dalam satu genggaman tangan peserta didik. Aplikasi pembelajaran daring telah mengambil manfaat dari kecanggihan teknologi serta maraknya penggunaan smartphone pada generasi remaja, lalu menawarkan suatu terobosan belajar yang cukup efisien dan menyenangkan.
Kendala dari penggunaan aplikasi pembelajaran daring nomor satu adalah, “mampukah peserta didik tetap fokus dalam menggunakan smartphone untuk belajar, jika di smartphone tersebut juga ada aplikasi media-sosial sebagai godaan?” Kendala kedua adalah, “dapatkan peserta didik konsisten menggunakan aplikasi pembelajaran daring secara terus menerus, seperti setiap hari demi mendukung pelajaran di sekolah, atau akankah mereka mengalami kebosanan juga?”
Cara menanggulangi kendala di atas adalah kembali kepada pribadi masing-masing peserta didik. Apakah mereka terus semangat belajar, ataukah mereka akan terus konsisten belajar dari soal-soal demi mendapatkan nilai UNBK dan lulus SNMPTN. Lalu, penakanan juga kepada mampukah orang tua terus mendukung dan selalu membangkitkan motivasi anak-anaknya. Atau jangan-jangan aplikasi pembelajaran daring hanya sekedar selingan yang sifatnya musiman. Oh no !
Ahmad Muttaqin, M.Pd
Guru SMAN 3 Cilegon