Dewantara
  • Home
  • Nasional
  • Internasional
  • Advetorial
  • Sosok
  • Jejak
  • Seni Budaya
  • Opini
  • Komunitas
  • Sains
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • Internasional
  • Advetorial
  • Sosok
  • Jejak
  • Seni Budaya
  • Opini
  • Komunitas
  • Sains
  • Redaksi
Dewantara
No Result
View All Result
Home Opini

Indonesia Dalam Plot Negasi

Perdebatan Antara Dua Kubu Fanatik Sejak 2014

dewantara.id by dewantara.id
July 3, 2018
in Opini
0
Indonesia Dalam Plot Negasi

sumber: deviantart.com

69
SHARES
763
VIEWS
Share on TwitterShare on Facebook

Hari-hari ini, ruang-ruang komunikasi, interaksi, dan relasi diantara saudara sebangsa lebih banyak diiisi saling benci, saling hujat, saling tuduh, dan saling menyakiti. Sepertinya telah hilang sikap lemah lembut. Setidaknya itu yang saya lihat di berbagai media sosial dan komentar-komentar pada artikel-artikel berita media daring.

Ahok dan Habib Rizieq

Kalau ada pribahasa “dunia tidak selebar daun kelor”, yang berarti dunia itu tempat yang luas, akhir-akhir ini saya justru makin “merasa” kok dunia makin “sempit” untuk berpikir dan menyuarakan pendapat. Dunia makin sempit bukan dalam artian harfiah dimana volume dan luas daratan maupun lautannya menyusut. Tetapi dimanapun saya berada, di sekolah, di lingkungan, dan pada mayoritas akses informasi yang saya punya, semuanya diwarnai oleh dua tema khusus.

Beberapa tahun yang lalu temanya yaitu, “Ahok seorang penista agama”, dan oleh sebab itu harus dihukum. Lalu, pada sisi lain “Habib Rizieq telah menghina Pancasila”, dan oleh sebab itu harus dihukum juga. Kedua tema yang – ternyata pada realitasnya – saling terkait tersebut itulah yang membuat gonjang-ganjing negeri ini sepanjang tahun 2016-2017. Siapapun yang mendukung tema “Ahok seorang penista agama” pasti akan menolak tema “Habib Rizieq telah menghina Pancasila”. Begitupun sebaliknya. Seperti terikat pada suatu hukum alam semesta yang ajeg.

Boleh juga kalau anda ingin mengganti variabel persoalan yang membelit Habib Rizieq dengan “kasus chat porno’. Serta Ahok variabel persoalannya diganti dengan ‘reklamasi teluk Jakarta’. Apapun itu, kalau manusianya tetap kedua orang itu, opini publik atau netizen akan selalu bipolar (tertarik pada dua kutub).

Terus masalahnya dimana? Menurut saya, pertama-tama kondisi yang perlu diperhatikan adalah, 1) penegakan hukum di Indonesia sudah seharusnya bergerak sesuai koridor hukum. Sesuai dengan pasal 28D ayat 1, bahwa “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”, 2) bangunan ke-bhineka-an yang telah tertanam sejak era kerajaan-kerajaan Hindu-Budha maupun kerajaan-kerajaan Islam, maupun setelah Indonesia merdeka dan sampai hari ini.

Setelah keluar keputusan hukum terhadap Ahok (melalui keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara) dan Habib Rizieq – dalam kasus chat porno – (melalui surat penghentian penyidikan perkara Polda Metro Jaya) pun perdebatan belum berhenti. Para pembela fanatik dari masing-masing kubu makin kental menanamkan permusuhan kepada lawannya. Di jagad twitter, dua dari kubu pro-Ahok ada @Takviri dan @Cittairlanie, lalu dua dari kubu pro-Habib Rizieq ada @NetizenTofa dan @ustadtengkuzul. Penulis dapat mengatakan twitt-twitt dari ke-empat akun itu cukup mewakili barisan garis keras dari masing-masing kubu.

Kedua kubu akan terus menerus menggoreng isu-isu kecil maupun besar. Isu berkembang luas, bukan hanya sosok Ahok dan Habib Rizieq semata. Dari isu kenaikan harga Pertamax sampai hewan peliharaan Wakil Ketua DPR Fadli Zon pun akan mereka bahas. Belum lagi dibumbui akun-akun fitnah macam @Hulk_idn dan @KakekDetektif yang tidak kenal lelah, tidak kenal liburan lebaran, terus melontarkan serangan-serangan mutakhir.

Beranjak ke permasalahan utamanya. Dalam eskalasi yang berlangsung saat ini, berdampak pada tercipta suatu kondisi hati yang mengeras dari para politikus maupun pemimpin Ormas dan simpatisannya. Hal itu dapat dilihat dari aksi saling menyakiti dan saling menuduh. Sehingga setiap berita yang mengangkat atau menyebut para politikus maupun pemimpin Ormas akan langsung mendapatkan resistensi dari individu maupun kelompok yang berseberangan.

Taraf akut yang mengikuti selanjutnya adalah, pembelaan para individu atau kelompok simpatisan tersebut, tidak lagi berdasarkan pada aksi dan tindakan para politikus maupun pemimpin Ormas. Namun pembelaannya sudah pada tingkat personal. Sehingga setiap “serangan” terhadap pemimpin yang dibelanya, pasti dianggap tidak benar (hoax), dan tidak setiap kemungkinan bahwa berita itu benar, akan ditolak.

Masyarakat dalam Negasi

Bagaimana kalau ada yang bilang “kalau Habib Rizieq ditahan dan Ahok bebas, bukankah bakal ada revolusi?”. Apakah situasi dan kondisi sudah sedemikian tegang, sampai akan ada revolusi ketika ada suatu putusan hukum terhadap seorang warga negara di negara berlandaskan hukum? Dan apakah Indonesia yang terdiri dari 380 juta orang, 17.000 pulau ini benar-benar nasibnya tergantung hanya pada 2 orang?

Masyarakat dipengaruhi oleh berita-berita yang dimobilisasi kelompok-kelompok tertentu. Situasi yang kondusif diolah dan dipoles supaya memanas. Bahkan ada situs yang setiap saat menebar kebencian, dan mereka mendapatkan keuntungan finansial dari memberi bahan bakar kebencian kepada masyarakat.

Fakta sejarah dihubung-hubungkan. Suasana hari ini disamakan dengan ketegangan tahun 1965, dimana kelompok agama (baca: NU) berhadap-hadapan dengan kelompok komunis (baca: PKI). Kebencian terhadap etnis tertentu dibangun, seperti kebencian yang dibangun oleh kelompok-kelompok yang bertentangan. Di satu sisi dibangun kebencian terhadap Tionghoa, dan di sisi lain dibangun kebencian terhadap etnis Arab. Walaupun etnis atau keturunan etnis tersebut sudah puluhan tahun hidup dan tumbuh di Indonesia.

Kondisi saling “serang” itu seperti menunjukkan masyarakat dalam negasi. Negasi yang aslinya adalah konsep dalam ilmu matematika, dimana artinya adalah “suatu ingkaran” atau “lawan dari”. Dan konsep negasi tersebut semakin kuat indikasinya terjadi. Ketegangan terus diperparah dengan cuittan di linimasa. Saling caci dan saling tantang pun terjadi. Di dunia nyata, saling lapor pun marak.

Seperti antara Front Pembela Islam (FPI) dan Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI). Pada dimensi yang lain juga marak sekali aksi saling lapor kepada aparat hukum, seperti yang melibatkan Habib Rizieq, Megawati Soekarno Putri, dan Sukmawati Soekarno Putri. Apakah perilaku politik-hukum seperti itu yang ingin kita lihat sepanjang tahun? Apakah sebagai manusia, para pendukung Habib Rizieq tidak mampu melihat secuil saja kebaikan, atau setidaknya kemungkinan untuk berbuat baik, dalam diri Ahok? Dan apakah pendukung Ahok tidak dapat sama-sama melihat atau mencari kebaikan, atau setidaknya kemungkinan untuk berbuat baik dalam diri Habib Rizieq?

Menoleh ke Arah Lain

Penulis sering mencoba mengabaikan hiruk-pikuk pemberitaan politik praktis dan hukum nasional akhir-akhir ini. Penulis mencoba mengontrolnya, pertama dengan dengan tidak menonton channel-channel TV berita nasional. Kedua, Penulis tidak membuka kanal-kanal berita daring melalui telepon seluler. Penulis mulai melupakan facebook yang sudah diambil alih banyak simpatisan Pilkada, penulis beralih ke Instagram yang suasananya sangat berbeda dengan facebook. Saya follow seniman, musisi, pekerja seni asal Indonesia yang selama ini telah menginspirasi saya, seperti Sudjiwo Tedjo, Butet Kartaredjasa, dan Gamelan Kyai Kanjeng. Ada juga musisi dalam negeri seperti Letto, Kelompok Penerbang Roket, Bullhead, atau The Hydrant. Dan tentu saja bintang film cantik seperti Dian Sastrowardoyo dan Pevita Pearce! Dan tidak ada diantara orang-orang yang menginspirasi tersebut yang terjebak dalam perdebatan yang hiruk-pikuk akhir-akhir ini. Mereka tidak akan upload foto dengan tulisan “tangkap penista agama!” atau “bubarkan ormas anti-Pancasila!”.

Karena kita percaya pada penegakan hukum. Negara kita negara hukum. Kalau tidak, ya apalagi yang mampu menjaga keteraturan masyarakat. Maka bersabarlah menunggu proses hukum.

 

Ahmad Muttaqin, M.Pd

Guru SMAN 3 Cilegon

Tags: AhokHabib RizieqIndonesiaNegasiPlot Negasi
Tweet17Share28Share7Share
dewantara.id

dewantara.id

Related Posts

Pentingnya Perubahan Kurikulum

Pentingnya Perubahan Kurikulum

January 19, 2024
Filosofi Pendidikan KHD untuk Zaman Now

Filosofi Pendidikan KHD untuk Zaman Now

September 3, 2023
R.A. Kartini: Simbol Perempuan Priyayi-Jawa Yang Tercerahkan

CATATAN PEREMPUAN ATAS REFLEKSI 21 APRIL

April 20, 2023
NATO Climate Change and Security Action Plan :  Bentuk Responsi Aliansi Militer Terhadap Ancaman Iklim

NATO Climate Change and Security Action Plan : Bentuk Responsi Aliansi Militer Terhadap Ancaman Iklim

October 26, 2021

Relasi Guru dan Murid Berbasis Kesetaraan

August 25, 2020
WFH dan Komitmen

WFH dan Komitmen

June 28, 2020

Kegagalan Bahasa Indonesia Berkomunikasi dengan Rakyat Indonesia

April 19, 2020
Menyelami Masa Revolusi Indonesia lewat Idrus

Menyelami Masa Revolusi Indonesia lewat Idrus

April 18, 2020
Load More

Tentang Kami

Dewantara adalah situs informasi seputar kebudayaan khususnya lingkup pendidikan. Berisi artikel, berita, opini dan ulasan menarik lainnya. Dihuni oleh para penulis dan praktisi berpengalaman.

E-mail: jejaringdewantara@gmail.com
Yayasan Bintang Nusantara

Follow Us

Category

  • Advetorial
  • Dari Anda
  • Galeri
  • Garis Waktu
  • Internasional
  • Jejak
  • Jendela Dunia
  • Kabar
  • Kakiku
  • Komunitas
  • Mahasiswa
  • Nasional
  • Opini
  • Praktisi
  • Profil
  • Sains
  • Seni Budaya
  • Siswa
  • Sosok
  • Tips
  • Uncategorized

Popular

  • SMPN 5 Cilegon Serius untuk Jadi Sekolah Rujukan Google

    SMPN 5 Cilegon Serius untuk Jadi Sekolah Rujukan Google

    34 shares
    Share 14 Tweet 9
  • “Bahasa Melayu Sebagai Lingua Franca Masa Kurun Niaga”

    33 shares
    Share 13 Tweet 8

Recent News

LAZISNU Kota Cilegon Menebar Manfaat melalui Berbagi Takjil Gratis

LAZISNU Kota Cilegon Menebar Manfaat melalui Berbagi Takjil Gratis

March 23, 2025
Peresmian Ruang Kelas Masa Depan oleh Dirut PT.SPC Raymond, Direktur wilayah EMEA Google for Education Colin dan Staf Khusus Menteri Kemendikdasmen Rowi.

Google dan SPC Luncurkan ‘Ruang Kelas Masa Depan’, Kemdikdasmen, Pemprov Banten, dan KSRG Dukung

March 12, 2025

© 2018 Dewantara.id

No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • Internasional
  • Advetorial
  • Sosok
  • Jejak
  • Seni Budaya
  • Opini
  • Komunitas
  • Sains
  • Redaksi

© 2018 Dewantara.id

Go to mobile version