Ini adalah negeri pantomim. Kau tahu, seperti seniman jalanan dengan wajah putih dan setelan hitam, ekspresinya mewakili seribu kata, tapi semuanya hanya pertunjukan.
Ketika mereka bilang bahwa budaya adalah titik berat kita dan seni adalah faktor penting, mereka tidak salah. Seluruh aspek negeri kita adalah seni, negeri ini panggung dari sebuah drama politis-sosialis. Terdiri dari laut dan daratan, diperankan oleh orang-orang yang memanggul jabatan.
Ini adalah negeri yang murah senyum. Bahkan setelah tertangkap korupsi dan jelas-jelas dijemput ke meja sidang, senyum mereka masih merekah bangga. Bukan menunduk malu dan merasa hina, tapi mengangkat dagu dan melambai pada media. Dan betapa kontrasnya mereka dengan para penduduk pinggiran kota yang pulang kerja larut malam, menjerang teh di gelas kaleng sambil menyesap puntung terakhir hari yang kelam. Dan betapa kesenjangan sosial ini jelas ada, tapi tidak mengusik siapapun.
Ini adalah negeri para pujangga. Di mana semua orang merasa perlu berbicara, perlu berpendapat, tetapi sedikit yang tergerak. Opini membanjir sia-sia, semua rapi tertulis padahal merdeka kita hanya sejauh kata. Sebatas kertas proklamasi yang telah menguning bersama generasi penerusnya. Semua karya literasi ini semestinya membakar semangat, tapi jiwa mana lagi yang dibakar, jiwa mana lagi yang mau terbakar.
Ini adalah negeri pemimpi-pemimpi liar. Setiap jiwa bebas bermimpi tanpa pungutan pajak. Sedikit kita tahu bahwa mewujudkan adalah satu syarat dasar dari suatu mimpi. Tapi siapa yang bertugas mengawasi angan rakyat sipil, ketika aparat terlalu sibuk bermain dalam remangnya ranah hukum dan yang berkuasa sibuk membangun citra yang semu. Siapa yang merasa bertanggungjawab akan jalannya lokomotif kebangsaan yang disusun dari kerja keras mereka yang telah lama lalu? Yang dilakukan hanya berharap kosong, maka ketahuilah merdeka kita hanya selongsong.
Tapi tetap ini adalah negeri para pejuang tangguh. Kita boleh jadi telah ditempa masa dan mulai berkarat sana sini. Tapi mental kita masih tetap sama, kita berasal dari pahlawan-pahlawan yang sama, dan karena itu, jiwa tempur kita akan selalu tertinggal sama. Kemauan untuk mereka ulang suatu kemenangan yang telah kita klaim tujuh puluh satu tahun yang lalu akan kembali meradang, dan kita akan kembali merdeka untuk yang kedua kalinya. Dan semua ini adalah beban pada bahu-bahu ringkih kita, Indonesia dengan seluruh komplikasinya, karena ini adalah negeri kita sepenuhnya.
Inaya, Siswi Kelas XI
SMA GARUDA CENDEKIA JAKARTA