Pada pukul 03.00 dini hari pada Ahad, 22 Juni 1941 artleri dan mortir pasukan Jerman mulai menggempur melewati batas teritori Uni Soviet. Perang di Front Timur telah dimulai, begitu pula suatu skema penaklukkan yang megah disebut: Operasi Barbarossa.
Dari titik serangan di Prussia Timur dan Polandia, sebanyak tiga juta tentara Jerman, menggunakan apapun yang mereka punya – dari tank sampai sepeda – memasuki Uni Soviet untuk meluncurkan serangan terbesar dalam sejarah perang sekaligus serangan kilat (blitz-kriegs) terakhir Jerman. Ketika Adolf Hitler baru mendeklarasikan pernyataan perang pukul 07.00 pagi, moncong-moncong tank Jerman telah menembus garis pertahanan Uni Soviet. Dan ketika matahari terbenam pada hari itu, batalyon tank sudah masuk 127 Km ke wilayah Uni Soviet.
Serangan Dalam Three Major Axes
Hitler telah berpikir sejak cukup lama untuk menyerang Uni Soviet. Pada bulan Desember 1940, Hitler telah memberikan arahan berjudul “Directive No.21” yang menyatakan “Serangan pasukan Jerman harus dipersiapkan untuk menghancurkan Soviet Russia dalam rangkaian yang cepat.” Operasi tersebut dinamakan Barbarossa (janggut merah), mengikuti julukan dari Frederick I, seorang Kaisar Jerman pada abad ke-12 yang tewas ketika memimpin tentara salib ke Holy Land.
Pasukan Jerman meluncurkan kekuatan serangan ke Uni Soviet dalam ‘tiga serangan utama ‘ atau sering disebut three major axes. Grup pasukan utara (Army Group North) menyerang bagian timur laut Prussia Timur sampai Leningrad. Untuk selanjutnya mengamankan Laut Baltik. Finlandia telah setuju untuk membantu front utara ini dengan menerjunkn pasukannya melawan pasukan Uni Soviet dari utara. Grup pasukan selatan (Army Group South) akan bergerak dari selatan Polandia menyebrang ke Ukraina sampai Kiev, untuk kemudian mendapatkan kontrol atas ‘lumbung roti’ Uni Soviet, lalu kemudian ke arah tenggara untuk mendapatkan kawasan industri yang kaya akan batu bara di Sungai Donets.
Daya utama, atau oleh pihak Jerman disebut Schwerpunkt (titik berat), adalah pada front tengah. Dari Polandia dan Prussia Timur, Grup Pasukan Tengah (Army Group Center) akan menghancurkan garis pertahanan Uni Soviet dalam dua lapis dan melaju terus ke Minsk dan Smolensk dengan tujuan mengepung dan menghancurkan sebagian besar Red Army Uni Soviet.
Jendral Kolonel Halde, komandan dari Grup Pasukan Tengah menyimpulkan strategi Hitler dalam Operasi Barbarossa sebagai: “Tujuan kami di Russia: menghancurkan angkatan perang, memecah belah negara.”
Panzer Bergerak
Jendral Kolonel Heinz Guderian, pencipta kekuatan pasukan panzer Jerman sekaligus komandan Divisi Panzer 18, menjadi ujung timbak dalam invasi Jerman ke Uni Soviet. Ia sempat menulis, “ Saya yakinkan dengan jelas kepada pasukan saya bahwa serangan yang akan datang akan jauh lebih sulit daripada yang bernah mereka perjuangkan di Polandia dan Front Barat.”
Saat perang berlangsung, jumlah tank-tank Uni Soviet mengungguli panzer Jerman, namun kebanyakan tank Uni Soviet sudah usang. Guderian mengandalkan superioritas kendaraan baja untuk membuat perbedaan.
Jerman kemudian menguasai Lithuania, lalu Kota Minsk ibukota Belarussia, pada 26 Juni 1941. Dalam satu pekan serangan Jerman telah menangkan 2.500 tank, 1.500 senjata, bersama dengan 300.000 tahanan, sekaligus telah menghancurkan 5 kesatuan pasukan Red Army yang terdiri dari 22 divisi infantri.
Masalah Buat Jerman
Walau serangan-serangan Jerman berlangsung sukses pada pekan-pekan awal Operasi Barborossa, namun masalah-masalah mulai muncul bagi Jerman. Masalah pertama adalah kekuatan intelejen Jerman buruk, hal itu nampak pada peta-peta yang mereka buat di wilayah-wilayah penaklukkan yang sering tidak akurat. Masalah kedua adalah kondisi cuaca dan medan jalan, dimana ketika cuaca kering, debu naik dan menghalangi pandangan. Sering kali kabut debu mencapai tinggi rumah, lalu menyumbat mesin-mesin kendaraan baja artileri, serta menyesakkan dada pasukan infantri Jerman. Dan ketika hujan truk-truk terperosok dalam lumpur.
Bentuk geografis Uni Soviet makin ke arah timur makin lebar, seperti bentuk corong. Itu berarti makin jauh pasukan Jerman masuk akan makin lebar dan luas front pertempurannya. Dengan makin lebarnya jarak antara kesatuan-kesatuan pasukan Jerman, maka pasukan Red Army mampu memotongnya dan mulai menyerang bersama grup-grup partisan rakyat Uni Soviet setempat.
Masalah utama Jerman adalah pasukan Uni Soviet yang makin hari makin keras kepala. Walau tidak terorganisir dan disiapkan dengan baik, pada banyak tempat mereka makin tangguh bertempur dan menolak untuk menyerah.
Upaya tidak menyerah ini tidak lepas dari akibat perintah Hitler sendiri yang memerintahkan eksekusi bagi para perwira Red Army yang tertangkap. Eksekusi juga melebar kepada anggota Partai Komunis Uni Soviet maupun warga Yahudi. Jadi ratusan ribu pasukan dan milisi Uni Soviet tahu, tidak ada gunanya mereka menyerah.
Dalam dua bulan memerangi Uni Soviet dan Red Army mereka, Jerman menderita kerugian 1.000.000 tentara menjadi tahanan, 700.000 lainnya tewas atau terluka. Itu semua sebagai konpensasi Jerman menguasai sekitar 1.270 Km wilayah Uni Soviet.
Perubahan Rencana
Sebagian besar jendral-jendral Jerman tentunya ingin memenuhi harapan serangan Uni Soviet, menguasai Moskow. Tapi Hitler memiliki ide yang lain. Ia memerintahkan kekuatan divisi tank ke utara menuju Leningrad, dan divisi panzer yang dipipmpin Guerian ke selatan, menuju Ukraina. Tidak mengindahkan saran para petinggi militernya, Hitler tetap kepala batu, saat itu ia tidak tertarik pada Moskow tapi Leningrad.
Sebagian rakyat Uni Soviet membentuk milisi-milisi tempur, sering disebut partisan. Mereka akan menyerang pasukan Jerman dengan taktik gerilya. Perlawanan partisan merebak di wilayah-wilayah Uni Soviet yang telah dikuasai oleh Jerman, dua diantaranya yaitu Belarussia dan Ukraina.
“General Winter” Mengambil Alih
Komando Tinggi Jerman mengharapkan akhir berupa kemenangan dalam hari-hari awal musim semi tahun 1941. Namun di Bulan Oktober, ketika butiran salju pertama turun di dataran terbentang di barat Moskow, pasukan yang dipimpin oleh divisi tank masih jauh dari kemenangan. Lalu muncullah istilah “General Winter” atau “Jendral Musim Dingin” – awalnya disebutkan oleh pihak Uni Soviet, lalu pihak Jerman juga menggunakan istilah tersebut – dan pasukan Jerman benar-benar tidak siap menghadapinya.
Pada kebanyakan hari di musim dingin tahun itu, angin yang kuat menyebabkan temperatur jatuh ke -4,5 ˚C. Lemak pelumas di senjata membeku, oli di truk-truk membeku, dan tentara Jerman harus menggunakan kuda untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dan semua tank Jerman lumpuh.
Pihak Uni Soviet memanfaatkan situasi, pasukan Uni Soviet menyerang Divisi Infantri 112 yang dipimpin oleh Guderian. Pasukan 112 hancur dan berlarian. Ketika Red Army mulai bergerak maju, mereka terkejut karena banyak wilayah yang segera ditinggalkan oleh pasukan Jerman tanpa harus bertempur. Hal itu mengawali serangan balik Uni Soviet terhadap armada pasukan Jerman, yang pada akhirnya akan mengalahkan pasukan Jerman.
Kemajuan pergerakan pasukan Uni Soviet membangkitkan semangat Red Army. Pemimpin Pusat Red Army Jenderal Georgy Zhukov mencatat bahwa selama masa aksi serangan balik itu pasukan dan partisan bertransformasi dari sekedar orang-orang biasa yang sebelumnya selalu dipermalukan dan kerap dipukul mundur, berubah menjadi kekuatan yang menyerang dengan kuat.
(sumber: Nicholas Bethell ; Russia Besieged, 1979)
Ahmad Muttaqin