Dewantara- Kurikulum pendidikan di Indonesia kerap kali menjadi perdebatan di kalangan guru, praktisi pendidikan maupun masyarakat. Pergantian kabinet atau pergantian menteri berpengaruh pada kebijakan yang menyangkut penerapan kurikulum di Indonesia. Jika ditelusuri dalam kurun waktu, sampai saat ini kurikulum pendidikan Indonesia telah mengalami perjalanan yang cukup panjang.
Awal dicetuskan kurikulum pendidikan Indonesia yaitu pada masa kemerdekaan. Peran pengatur pendidikan dan pengajaran saat itu diberikan kepada Ki Hajar Dewantara, yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Pengajaran Indonesia era kemerdekaan. Pada masa inilah dikenalkan kurikulum pendidikan Indonesia pasca kolonialisme.
Kurikulum pendidikan era kemerdekaan dikenal dengan sebutan leer plan atau rencana pelajaran 1947. Meski dari penamaan masih dipengaruhi Belanda, tetapi orientasi pendidikan Indonesia masa itu telah berubah. Jika sebelum kemerdekaan pendidikan dan pengajaran di Indonesia lebih berorientasi pada kepentingan Belanda, maka pada era kemerdekaan orientasinya ditekankan pada pembentukkan karakter bangsa Indonesia.
Dipengaruhi faktor sosial saat itu yakni kehidupan yang berkembang di masyarakat masih dalam semangat perjuangan merebut kemerdekaan, karenanya pendidikan yang diterapkan saat itu ditujukan untuk menjadikan manusia Indonesia sebagai manusia yang merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain di dunia. Hal tersebut dapat dilihat dengan dikuranginya aspek kognitif dan lebih mengutamakan aspek perilaku, diantaranya meliputi kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, juga kesenian dan pendidikan jasmani.
Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura disertakan bahasa daerah. Daftar mata pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama. Fokus pembelajaranya pada pengembangan Pancawardhana yaitu daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral.
Namun sayangnya disebabkan situasi politik dan gejolak perang revolusi, Rencana Pelajaran 1947 baru dapat dilaksanakan di sekolah-sekolah pada tahun 1950. (DC)