Indonesia akan menghadapi Bonus Demografi pada tahun 2020 hingga 2030 dimana pada tahun tersebut angka Produktif jauh Meningkat lebih tinggi dari pada usia Tua.
Dewantara – Mengacu pada Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, Indonesia mengalami perubahan struktur penduduk yang terjadi cukup cepat. Saat ini, berdasarkan data SUPAS 2015, Total Fertility Rate (TFR) atau tingkat kelahiran adalah sebesar 2,28 dengan variasi yang cukup tinggi antar provinsi dan Indonesia di prediksikan akan mengalami Puncaknya pada tahun 2030.
Ada beberapa catatan lawas yang sayangnya masih sering ditemui dalam praktek dunia pendidikan kita khususnya di ruang pranata sekolah; Pertama, pergaulan bebas, Sejak tahun 2012 hingga 2014 bulan Juli, kasus aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta orang dengan rician per tahun kasus aborsi 750 ribu per tahun atau 7 ribu dalam sehari dan 30 persen pelakunya adalah remaja SMP dan SMA. Fenomena tingginya remaja melakukan aborsi karena akibat perkosaan dan hubungan suka sama suka (Ardiantofani, 2014)
Kedua, tawuran antar siswa. Tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan jumlah korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus (Setyawan, 2014).
Ketiga, penggunaan narkoba dan minuman keras sejak 2013 sampai 2015 tercatat mengalami peningkatan jumlah pelajar dan mahasiswa yang menjadi tersangka kasus narkoba. Pada 2013 tercatat ada 531 tersangka narkotika, jumlah itu meningkat menjadi 605 pada 2015. Setahun kemudian, terdapat 695 tersangka narkotika, dan tercatat 1.121 tersangka pada 2013.
Kecenderungan yang sama juga terlihat pada data tersangka narkoba berstatus mahasiswa. Pada 2010, terdata ada 515 tersangka, dan terus meningkat menjadi 607 tersangka pada 2013. Setahun kemudian, tercatat 709 tersangka, dan 857 tersangka di tahun 2015. Tindakan ini selain mengganggu ketertiban sosial juga sangat merugikan kesehatan mereka sendiri (Surbakti, 2009).
Keempat, menyontek. Menyontek merupakan tindak kecurangan dalam tes, melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah (Sujana dan Wulan, 1994). Perilaku menyontek harus dihilangkan, karena hal tersebut sama artinya dengan tindakan kriminal mencuri hak milik orang lain. Namun nyatanya perilaku menyontek semakin mengalami peningkatan (McCabe, 2001).
Kelima, bolos. Bolos sekolah adalah perbuatan yang menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang bermanfaat (Mahmudi, 2014). Membolos menjadi budaya, Sungguh kebiasaan yang jelek yang harus dihapus. Melihat lima permasalahan kekeliruan dalam proses pendidikan tersebut, harus segera di hilangkan karena akan menghambat cita-cita bangsa yaitu “Mencerdaskan Kehidupan bangsa” mengingat peserta didik Merupakan generasi bangsa.
Perlunya solusi baru untuk menanggulangi masalah ini, upaya sejauh ini memang cenderung selalu mengandalkan Guru. Padahal kesalingterlibatan aktif antara peran orangtua dan guru mutlak diperlukan. Dalam tulisan ini, sayajuga mencoba untuk memantik pembahasan yang sekiranya dapat memberikan ide yang mudah-mudahan bisa berguna.
Pertama, penambahan kurikulum mata pelajaran pendidikan karakter. Kedua, penyatuan, kesinambungan (Konvergensi) guru dan orangtua dalam membentuk pendidikan karakter terhadap peserta didik. Tentu saya meyakini bahwa dua hal tesebut bisa menjadi bagian dari gagasan yang solutif dan inovatif untuk Indonesia lebih progresif mewujudkan generasi milenial yang integratif dalam menyongsong Indonesia Emas 2045.

Penguatan Kurikulum Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter merupakan bentuk kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat suatu tindakan yang mendidik diperuntukkan bagi generasi selanjutnya (Doni Kusumah A, 2007). Seorang individu tidak cukup hanya diberi bekal pembelajaran dalam hal intelektual belaka tetapi juga terpenuhi dalam hal moral dan spiritualnya, seharusnya pendidikan karakter harus diberi seiring dengan perkembangan intelektualnya yang dalam hal ini harus dimulai sejak dini khususnya dilembaga pendidikan (Agus Rukiyanto, 2009). Maka dari itu perlunya penambahan semacam kurikulum baru mata pelajaran khusus tentang Pendidikan Karakter.
Penguatan yang dimaksud merupakan suatu langkah untuk membentuk moral generasi bangsa dan menanggulangi perilaku menyimpang dari anak. Langkahnya bisa dari penguatan terhadap usaha penanaman nilai-nilai spritual keagamaan dan sosial.
Cakupannya bisa temasuk masalah toleransi dan sikap menghargai satu sama lain dalam perbedaan yang ada, perilaku yang baik dan Ramah Tamah ataupun etika di media sosial ataupun bergadget ria..jadi mulailah dari hal-hal yang sederhana dikeseharian kita.
Bersatulah Guru dan Orang Tua! untuk Pendidikan
Konvergensi atau penyatuan guru dan orangtua mutlak diperlukan dalam upaya mengoptimalkan pendidikan karakter agar generasi mempunyai integritas yang tinggi, untuk menyambut bonus demografi, agar Indonesia tidak gagal memanfaatkan momentum ini karena jika gagal maka akan berdampak buruk bagi Indonesia. Kita bisa berkaca pada Afrika dan Brazil yang gagal dalam menyambut bonus demografi.
Afrika sampai saat ini masih belum bisa keluar dari masalah kemiskinan karena banyaknya pemuda yang menganggur ( metrotvnews.com, 2015). Adapun bentuk upaya penyatuan tersebut bisa dengan pola komunikasi yang baik dan berkualitas. Bisa secara langsung ataupun tidak langsung.
Komunikasi langsung, komunikasi yang dilakukan dengan bertatap muka yaitu dengan mengadakan rapat dan sosialisasi guru terhadap orangtua tentang pendidikan karakter agar orangtua paham dengan tugas dan fungsinya sebagai pendidik di rumah. supaya apa yang di sampaikan guru di sekolah bisa searah dan ada kesesuaian dengan apa yang diterapkan di lingkungan keluarga oleh orang tua.
Sementara komunikasi tidak langsung bisa melalui telepon ataupun media sosial, era dimana semua sudah serba cepat, world without borders menempatkan cara berkomunikasi kita menjadi sangat dimungkinkan tanpa halangan yang berarti.
Sebagai penutup kalam, mengutip Ki Hadjar Dewantara bahwa “Setiap Orang Menjadi Guru, Setiap Rumah Menjadi Sekolah” (Dewantara.id, 2017) yang bisa diartikan bahwa proses pendidikan bukannya hanya di sekolah saja dan sumber ilmu bukan hanya guru disekolah melainkan setiap orang,setiap manusia bahkan setiap yang ada. Tabik Pendidikan!
Wildan Arif, mahasiswa S-1 Falkultas Hukum Universitas Muhammmadiyah Malang
Judul asli ” Konvergensi Guru dan Orangtua Dalam Membentuk Pendidikan Karakter Demi Terwujudnya Moralitas Generasi Milenial di Era Bonus Demografi “
REFERENSI:
- Haryanto, dkk. 1997. Pemerintahan. Jakarta: Rineka Cipta.
- Wignjosoebroto, S. (1997). “Kejahatan Perkosaan Telaah Teoritik Dari Sudut Tinjau Ilmu-Ilmu Sosial, dalam Eko Prasetyo dan Suparman Marzuki, ed. Perempuan Dalam Wacana Perkosaan. Yogyakarta: Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.
- Surbakti, M.A. (2009).Kenalilah Anak Remaja Anda.Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
- Mahmudi, 2014, Manajemen Kinerja Sektor Publik. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta.
- Doni Kusumah A.2007. Pendidikan Karakter. Jakarta:Grasindo.3-5
- Agus Rukiyanto.2009. Pendidikan Karakter. Yogyakarta:Kanisius.64-67
JURNAL:
Ery Setiawan. 2014. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, Kondisi Keuangan Perusahaan, dan Persepsi tentang Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak Reklame di Dinas Pendapatan Kota Denpasar. Jurnal Akuntansi, Vol. 6, No. 1. Bali: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
Sujana, Y.E., dan Wulan, R. 1994. Hubungan Antara Kecenderungan Pusat Kendali dengan Intensi Menyontek. Jurnal Vol. 3, No. 1. Fakultas Psikologi,
INTERNET:
Http://news.metrotvnews.com/read/2015/11/03/447154/bonus-demografi-potensi-yang-terlupakan. Di akses pada hari: jumaat 05 Oktober 2018 pukul: 10.10.
http://dewantara.co.id/2017/07/15/12-pemikiran-ki-hadjar-dewantara-tentang-pendidikan-dan-kehidupan/ Di akses pada hari: jumaat 05 Oktober 2018 pukul: 10.20
Ardiantofani, C. (2014).30 Persen Kasus Aborsi di Jatim Pelakunya Remaja http://surabayanews.co.id/2014/08/18/3745/30-persen-kasus-aborsi-di-jatim-pelakunya-remaja.html. Di akses pada hari: jumaat 05 Oktober 2018 pukul: 10.30
UNDANG-UNDANG:
Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia tahun 1945