Sebagai kelanjutan dari pengembangan kurikulum di Indonesia, yang secara berkesinambungan terus mengalami perubahan, Kurikulum 2013 (K-13) hadir pada saat terdapat kebutuhan untuk menghadirkan pembelajaran di kelas yang berbasis pendekatan saintifik. Pada implementasinya, K-13 masih butuh penyempurnaan, terutama dalam hal Standar Isi, Standar Proses dan Standar Penilaian.
Kelemahan Pada Standar Proses
Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan. Diantara ke-8 standar tersebut, setiap guru berperan sebagai pihak yang sangat menentukan dalam Standar Proses dan Standar Penilaian Pendidikan. Dan apabila dikaitkan dengan fungsi guru sebagai fasilitator, maka dalam Standar Proses guru mengarahkan terbentuknya lingkungan belajar yang mencakup fasilitas fisik, suasana akademik dan emosional, serta teknologi pembelajaran (Smaldino; 2012, h.11). Sehingga terjadi pengembangan pengetahuan, keterampilan, atau sikap yang baru dan terarah.
Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Standar Proses dikembangkan mengacu pada SKL dan Standar Isi yang telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Lebih jauh lagi, Standar Proses mencakup rangkaian proses pembelajaran dari perencanaan, strategi belajar mengajar, yang termasuk didalamnya pengadaan pembiasaan (conditioning), stimulus, serta penguatan (reinforcement) merupakan medan perang yang sesungguhnya bagi guru dalam membangun pembelajaran yang efektif dan inovatif di dalam kelas.
Beberapa prinsip utama dalam PP no.32 tahun 2013 tersebut yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran, yaitu bahwa harus ada perubahan mindset dalam hal, 1)dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu; 2)dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar; dan 3) dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah. Namun yang masih terlihat atau ditemukan di beberapa sekolah adalah kondisi yang masih belum sesuai wacana perubahan mindset tersebut.
Dalam Evaluasi Pendampingan K-13 ditemukan sejumlah permasalahan yang mengemuka. Pertama, persiapan atau perencanaan pembelajaran yang masih ditemukan kurang maksimal. Dimana persoalan terjadi pada kesiapan Program Tahunan (Prota), Program Semester (Promes), Silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang masih belum mencakup SKL dan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK). Kedua, kegiatan proses pembelajaran masih ditemukan kurang maksimal. Dimana Sintaksis model pembelajaran masih kerap ditemukan belum muncul secara berkelanjutan dalam pembelajaran.
Untuk memperbaiki implementasi K-13 perlu dilakukan kegiatan-kegiatan strategis. Beberapa diantaranya yaitu melalui program pendampingan implementasi kurikulum secara sistematis dan terprogram yang melibatkan narasumber yang kredibel dari praktisi pendidikan. Selanjutnya yang perlu diapresiasi adalah program Guru Pembelajar yang dicanangkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), yang akan mengklasifikasi guru berdasarkan kemampuannya serta memberikan penguatan sesuai kebutuhan belajarnya.
Revisi K-13
Perbaikan atau revisi terhadap K-13 secara umum meliputi pembaharuan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud). Sampai bulan September 2016, sudah ada lima Permendikbud yang diperbarui. Permendikbud No.20 Tahun 2016 Tentang SKL Pendidikan Dasar dan Menengah yang menggantikan Permendikbud No.54 Tahun 2013; Permendikbud No.21 Tahun 2016 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah yang menggantikan Permendikbud N0.64 Tahun 2013; Permendikbud No.22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah menggantikan Permendikbud No.65 Tahun 2013; Permendikbud No.23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian Pendidikan yang menggantikan Permendikbud No.66 Tahun 2013 dan Permendikbud No.104 Tahun 2014; dan Permendikbud No.24 Tahun 2016 Tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Mapel K-13 Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah yang menggantikan Permendikbud No.57 Tahun 2014, No.58 Tahun 2014, No.59 Tahun 2014, dan No.60 Tahun 2014.
Melalui perubahan Permendikbud di atas, maka secara teknis seluruh guru di Indonesia harus mengaplikasikannya dalam perangkat pembelajaran guru. Secara otomatis telah terjadi perubahan pada SKL yang mencakup dimensi sikap, pengetahuan, serta keterampilan yang harus nampak dalam pembelajaran. Selanjutnya juga dilakukan analisis (kembali) terhadap Standar Isi.
Penulis yakin bahwa kualitas pembelajaran itu terutama ditunjukkan dengan kualitas pembelajaran di dalam kelas. Proses pembelajaran yang melibatkan peserta didik menjadi penilaian utama bagi kompetensi seorang guru. Rangkaian pilihan guru terhadap perencanaan pembelajaran – proses pembelajaran – evaluasi pembelajaran – pengayaan – remedial , akan ikut berperan dalam menentukan kapasitas seorang peserta didik. Dan sehebat apapun kerangka kurikulum, perlu didukung oleh kualitas guru.
Ahmad Muttaqin, M.Pd
Praktisi Pendidikan, Guru SMK Al-Ishlah Cilegon