Diantara banyak sekali perdebatan tentang teori evolusi – bahkan mungkin separuhnya berisi tentangan terhadap teori evolusi – sebenarnya ada pelajaran penting yang dapat diambil. Pelajaran yang diambil bukan dari sudut pandang ilmu biologi maupun ilmu sejarah. Namun pelajaran seputar ilmu sosiologi atau anthropologi, sederhananya tentang perubahan suatu peradaban masyarakat.
Evolusi Sosial-Budaya
Kita yang meneliti atau mengamati berbagai macam proses perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari, maka akan mampu memahami tentang evolusi sosial-budaya. Kita telah melihat bahwa stratifikasi sosial dapat berubah melalui mobilitas sosial; contohnya struktur masyarakat Kota Cilegon yang berubah dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri semenjak kehadiran Krakatau Steel pada 1970, sehingga kedudukan pendidikan pesantren yang sudah kuat mulai digeser oleh institusi pendidikan formal yang menghasilkan pekerja/buruh. Kita telah melihat bahwa institusi sosial dapat berubah karena terjadinya perubahan pada institusi sosial atau karena terjadi gerakan sosial; contohnya perkembangan institusi media massa pada era reformasi dari yang sebelumnya tertutup menjadi terbuka, lalu mempengaruhi institusi keluarga dan pendidikan untuk menjadi lebih toleran dan modern.
Pada lingkup luas dalam waktu yang lama, misalnya beberapa ribu tahun, maka akan nampak perubahan-perubahan besar yang menentukan arah dari sejarah peradaban suatu masyarakat. Seperti kehidupan masa pra-aksara di Indonesia yang secara arkeologis mengalami dua masa, yaitu zaman batu dan zaman logam. Zaman batu dibagi kedalam paleolithikum-mesolithikum-neolithkum-megalithikum. Zaman logam dibagi kedalam perunggu dan besi. Dari perubahan, baik didalam zaman batu sendiri, maupun perubahan dari zaman batu ke zaman logam, kita mengetahui telah terjadi perubahan dari alat-alat yang digunakan, manusia-manusia pendukungnya, dan pola kehidupannya.
Pada lingkup Indonesia dalam waktu yang singkat, misalkan pada tahun 1980-an dan 1990-an maka perubahan terjadi lebih kepada arah pembangunan nasional. Seperti pada Pelita V (1989-1994) dari pemerintahan Orde Baru yang menekankan industri, pertanian, dan peningkatan barang ekspor. Lalu setelahnya ada Pelita VI (1994-1999) yang menitikberatkan pada industrialisasi dan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).
Melalui sejumlah contoh tersebut kita meyadari bahwa peradaban manusia selalu berubah. Masyarakat maupun komunitas di lokasi tertentu kemudian akan memutuskan apakah akan menerima atau tidak perubahan tersebut. Atau sejauh mana perubahan tersebut akan diterima. Atau dapat juga seperti apa pola perubahan sosial yang terjadi, apakah berjalan secara linier, atau berjalan secara siklus, atau perubahan terjadi secara gabungan beberapa pola (Kamanto Sunarto; 2004).
Pelajaran Dari Prinsip-prinsip Evolusi
Ada dua prinsip dari teori evolusi yang dapat digunakan oleh kita saat ini. Pertama yaitu prinsip survival of the fittest. Apabila diartikan secara harfiah, maka prinsip itu dapat diartikan “kemampuan bertahan ada pada individu yang paling sesuai”. Dimana kita akan menemukan dalam peradaban-peradaban ummat manusia bahwa peradaban yang paling mampu menyesuaikan dirilah yang akan bertahan. Seperti peradaban masa neolithikum yang didukung oleh manusia ras Proto-Melayu, yang telah melakukan Revolusi Neolithikum. Yang mana revolusi tersebut telah mengubah pola kehidupan berburu dan meramu menjadi bercocok tanam, sekaligus mengubah pola tempat tinggal dari nomaden menjadi menetap (sedenter). Setelah Revolusi Neolithikum kehidupan manusia menjadi lebih stabil karena mereka tidak harus mempertaruhkan nyawa lagi untuk sekedar mendapatkan makanan. Lalu kemudian manusia berkembang lebih banyak lagi jumlahnya.
Kedua, yaitu prinsip strategy for life. Apabila diartikan secara harfiah, maka prinsip itu dapat diartikan “strategi untuk menjalani atau mempertahankan hidup”. Dimana kita akan menemukan bangsa-bangsa yang maju dan berkembang akan mengedepankan ide dan gagasannya dalm bentuk strategi untuk mengalahkan kondisi alam. Seperti peradaban Tiongkok, yang semenjang masa peradaban lembah Sungai Kuning mampu bertahan terhadap ancaman dari dalam maupun dari luar. Bangsa Tiongkok yang pertama membuat kertas, serta bangsa pertama yang menemukan tulisan (waktu itu dikenal dengan istilah pictograph). Ketika ada ancaman dari “bangsa-bangsa utara” maka mereka pun membangun Tembok Raksasa, dan ketika ajaran demokrasi dan nasionalime masuk, Sun Yat Sen akhirnya memimpin Revolusi Tiongkok yang menumbangkan sejarah panjang dinasti-dinasti di Tiongkok.
Dua prinsip tersebut yang juga perlu diterapkan bangsa Indonesia dalam hubungannya dengan alam, dengan bangsa lain, maupun sesama anak bangsa Indonesia. Realitasnya dapat kita saksikan, kondisi pulau-pulau yang berada diatas dua lempeng tektonik, lalu lokasi strategis diantara dua benua dan dua samudera, lalu kondisi keberagaman ras, etnis, suku, dan agama. Yang semuanya itu memerlukan strategi untuk dikelola, yang kalau tidak dikelola dengan cerdas maka Indonesia tidak akan survive.
Ahmad Muttaqin, M.Pd
Guru SMK AL-Ishlah Cilegon, Ketua IGMP-Kota Cilegon