Dewantara.id, Jakarta – Maret 2018 lalu. Sebelum siang menjelang tengah hari, sinar matahari cukup terik mengiringi kami keliling Jakarta baru via bus tingkat kebanggaan Ibukota. Setelah trip selesai, langit terlihat sedikit gelap, memberi isyarat hujan segera datang. Baru saja beranjak turun dari bus, guyuran gerimis pun membasahi daerah sekitaran jalan Medan Merdeka tersebut.
Kami lantas mencari tempat berteduh. Ada diseberang jalan, terlihat halte yang dikelilingi beberapa pohon rindang. Saya dan istri memutuskan untuk menyeberang dan berteduh disana. Setelah tiba, kami menikmati gerimis dengan khidmat. Tidak lama memang, karena segera setelahnya, kami putuskan untuk nyelonong masuk ke komplek bangunan megah persis di depan halte – Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) di jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Rupanya gerimis cuma sebentar. Berganti menjadi tiupan angin yang lumayan besar, tepat ketika kami memasuki bangunan pertama, yang letaknya di depan gerbang Perpusnas tersebut, kesan awal memang sangat terasa seperti bangunan lawas. Ketika selesai melewati metal detector, saya agak terpukau. Barangkali juga istri dan anak kami.
Hal yang kami kira hanya sekedar bangunan transit sebelum masuk ke Perpusnas, ternyata adalah sebuah tempat pameran, atau tepatnya rumah dengan beberapa ruang pameran seni yang sangat menarik dan informatif.
Didalamnya ada semacam – mading informasi lengkap dengan sentuhan audio visual. Yang mencolok, letaknya pas di sebelah kanan dan kiri bagian depan ruangan. Sepertinya sengaja diperuntukkan sebagai pojok baca “sederhana” karena ada beberapa koran dan majalah tersedia disana.

Disitu, pengunjung bisa menikmati membaca sambil duduk-duduk santai. Disediakan beberapa kursi kayu khas Betawi yang ditata melingkar dengan meja kecil bundar tepat ditengah kursi-kursi tersebut.
Ada pula “art instalation” yang dibuat dengan cukup kreatif dengan nuansa modern seperti miniatur kapal lengkap dengan gulungan ombak (menyala) warna biru muda yang menawan. Beberapa foto dan seperti diorama berkaitan dengan Indonesia pun juga ada.
Diantaranya dilengkapi dukungan teknologi layar sentuh untuk mengakses informasi yang berkaitan dengan, misal sejarah literasi nusantara, tentang Lingua Franca dan informasi ragam bahasa daerah yang konon jumlahnya ratusan itu. Tersebar dari ujung Sumatera sampai ujung Papua.
Selain itu, dipajang juga beberapa ilustrasi gambar ataupun foto tokoh sastra Indonesia seperti Pramoedya Ananta Toer, Chairil Anwar dan HB. Jassin.

Setelah dirasa puas, kami pun langsung beranjak keluar menuju gedung utama, letaknya tepat di belakang rumah tersebut.
Bangunan setinggi 24 lantai yang diresmikan Jokowi tahun 2017 itu, memang diperuntukkan sebagai perpustakaan nasional dengan koleksi buku sangat lengkap. Tentu saja dengan bangunan yang demikian, Perpusnas ini konon kabarnya, resmi menyandang perpustakaan tertinggi se-dunia.
“Wah lagi ada acara dongeng tuh pap,” ujar istriku, seraya menunjuk banner besar yang dipasang di depan pintu masuk. Cukup ramai memang, ada bazaar makanan juga. Dan tentunya karena dongeng, banyak anak lalu-lalang di pelataran gedung.
Terlihat ada beberapa rombongan dari berbagai usia. Ada dari taman kanak-kanak, sekolah menengah, juga rombongan turis asing lengkap dengan tour guide nya. “Hmmm..ini sih kita dapat trip hemat paket lengkap nih,” ujarku dalam hati.
Sebelum masuk gedung kami sempatkan untuk foto-foto di depan gedung Perpusnas. Pas masuk, kami kikuk juga loh karena ramai kaliii….
Disana ada panggung dongeng berlabel mancanegara, pendongengnya pun dari luar. Entah darimana yang pasti itu bule. Tersedia beberapa sofa pula buat yang lelah berkeliling. Yang menarik, ada deretan lukisan Presiden RI dari Soekarno sampai Joko Widodo juga beberapa pahlawan Indonesia lain seperti KH. Agus Salim, RA Kartini, M. Hatta, dll.
Satu lagi, jika kita mendongak ke atas, tepat dilangit gedung, ada gambar peta Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Menyala-nyala dengan beragam warna yang disetel bergantian muncul menghiasi peta tersebut. Kadang peta berwarna hijau, merah, kuning ataupun biru.
Yang paling istimewa tentu saja rak dengan buku yang disusun vertikal dari lantai bawah ke atas – Mungkin sampai lantai empat. Bukunya babon semua sepertinya. Tebal, besar dan lawas. Demikian kelihatannya..
“Pap, ke lantai tempat bacaan anak yuk, disana juga ada panggung dongeng juga,” ajak istriku.
“Oke, dilantai berapa yah…” tanyaku
Searching-searching, tanya kanan kiri, pasang mata elang, bingo!
Ternyata tempat yang dimaksud letaknya ada di lantai tujuh. Informasi itu kami dapatkan dari security.
Dari lantai dua, kami pun segera menuju lift. Oh iya, jangan lupa untuk menyimpan tas di lantai bawah jika berkunjung, jika tidak bakal pasti pak satpam akan datang menghampiri anda dikarenakan pengunjung dilarang membawa tas. Tak usah khawatir karena disediakan lemari loker sebagai tempat penitipan sementara.
Ketika tiba dilantai tujuh, ternyata sudah ramai sekali disana. Kami pun langsung masuk dengan terlebih dahulu melepas alas kaki. Setelahnya, walaupun cukup ramai, kesan yang kami rasakan, tempatnya sangat nyaman.
Si Sulung pun langsung mencari buku favoritnya, semua yang berkaitan dengan Dinosaurus, dia suka. Sedang si Adik, terlihat tengah sibuk belajar melangkah dengan Ibundanya.
Disela-sela kegiatan tersebut kami sempatkan menikmati festival dongeng dilantai yang sama. Masih di lantai tujuh, terdapat pula Ruang Lansia dan Penyandang disabilitas.
Ada pula koleksi buku huruf braille dan komputer khusus juga bagi penyandang disabilitas. Bagi yang ingin menunaikan ibadah shalat tersedia mushala di lantai enam. Sedangkan di lantai tujuh terdapat kantin jika lapar haus mulai tak tertahankan.
MZ