Dewantara, Jakarta – berbagai unsur masyarakat hadir dan turut memperingati rangkaian kegiatan Peringatan 2 Tahun Novel Baswedan pada 10- 11 April 2019. Rangkaian kegiatan antara lain Diskusi Dua Tahun Kasus Novel Baswedan di Kios Ojo Keos pada Rabu (10/4/2019), Panggung Rakyat dan Peringatan #DuaTahunNovel di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (11/4/2019), Aksi Kamisan #DuaTahunNovel di Istana Negara serta diakhiri Sarasehan Budaya di Lobby Gedung Merah Putih KPK juga pada Kamis (11/4/2019).
Sarasehan Budaya
Pada pukul 19.00 Sarasehan Budaya dimulai ketika pembawa acara memberikan kesempatan kepada Najwa Shihab membacakan Catatan Najwa. Kemudian Iwan dari Kenduri Cinta – suatu lingkar Maiyah di Kota Jakarta – membacakan essay yang ditulis oleh Emha Ainun Najib (lebih dikenal dengan panggilan Cak Nun) berjudul Hutang Sejarah; Dua Tahun Hutang Indonesia Kepada Novel Baswedan. Ratusan audiense yang berkerumun di tangga pintu masuk dan taman halaman depan KPK mendengarkan dengan hikmat. Sebagian duduk dan sebagian berdiri.
Diskusi yang dipandu oleh pegawai KPK dikemas secara interaktif dan dialogis, dimana 3 pembicara utama, Novel Baswedan, Najwa Shihab, dan Cak Nun berbicara secara bergantian serta merespons pertanyaan-pertanyaan yang berkembang seiring berjalannya diskusi. Pembawa acara memulai dengan menanyakan kabar Novel Baswedan. “Saat ini mata kiri saya tidak dapat melihat dan mata kanan saya masih dapat melihat walau ada berbayang,” jawab Novel. “Terima kasih buat kawan-kawan yang sudah hadir. Dan saya bersyukur atas tokoh-tokoh yang sudah menyempatkan hadir pada malam ini.”

Najwa berbicara dengan lantang, bahwa serangan terhadap Novel Baswedan bukan hanya berpengaruh terhadap diri Novel Baswedan dan KPK, namun juga berpengaruh kepada masyarakat Indonesia. “Serangan terhadap Novel Baswedan ini merupakan serangan yang sistematis dan bukan kasuistis. Indonesia Corruption Watch telah mencatat bahwa sejak tahun 1996 telah ada 115 serangaan teror terhadap pegiat anti korupsi.” Ia melanjutkan, “Serangan terhadap sebagai institusi dan sebagai aktor pemberatasan korupsi juga dirasakan dampaknya terhadap para pekerja sampai anak SMA.”
Najwa menambahkan, “Pada sisi lain, publik perlu tahu, bahwa KPK membutuhkan perhatian dan cinta dari publik. Bahwa ketika rumah salah satu ketua KPK ditaruh benda serupa bom publik perlu bersuara dan membela. Bahwa KPK merupaka lembaga negara yang paling tidak sulit untuk dicintai. Kita lihat setiap stasiun TV pasti menaruh seorang reporter untuk nge-post di KPK. Lalu setiap ada Jubir KPK konfrensi pers penangkapan pasti seluruh kantor berita memberikan slot breaking news.”
Cak Nun yang hadir didampingi oleh istrinya, Novia Kolopaking, pertama kali merespons dengan mengatakan, “Anda ini Mas Novel, mata dan wajah anda sudah di surga. Tuhan pasti akan menerima anda di surga. Karena tidak ada kemungkinan lain bagi orang yang menderita dan didzolimi, sampai keluarga anda juga menderita, selain Tuhan memberikan Surga pada anda.” Ia lalu melanjutkan “Sejak 22 Mei 1998 saya sudah mis-komunikasi dengan Republik Indonesia. Saya sudah mengambil jarak. Alhamdulillah tadi saya sudah datang dan ada waktu cukup untuk bertemu dan ngobrol dengan Mas Novel. Dan kemudian saya merasa ketika melihat wajah Mas Novel, saya merasa akhirnya saya melihat wajah Indonesia.”
Mengambil Posisi Terhadap Kasus Novel Baswedan
Novel menjawab elaborasi pertanyaan dari pembawa acara tentang kasus hukum terkait insiden penyerangan dengan air keras. “Dengan kondisi berlarut-larutnya kasus hukum terkait penyerangan saya tidak terselesaikan saya berpandangan bahwa hal itu akan membuat, pertama pihak-pihak tertentu akan semakin berani menyerang orang-orang yang berani bersuara memberantas korupsi. Kedua, orang-orang yang akan membantu pemberantasan korupsi akan merasa takut dan merasa dirinya dalam ancaman.”

Cak Nun merespons, “Orang Indonesia menjadi sangat kuat karena kita tidak pernah ada yang melindungi. Kalau sakit kita ngobatin sendiri, untuk pendidikan yang baik kita juga mengusahakan sendiri. Sampai rasa aman pun kita cari sendiri.” Lalu, “Kita harus ingat bahwa penguasa itu tidak pernah benar-benar berkuasa atas diri siapapun. Karena di balik yang mengaku penguasa itu ada Yang Maha Kuasa.”
Sarasehan Budaya memasuki jam 23.00 dan kemudian poin-poin utama bersama-sama disepakati. “Apa anda semua yang hadir siap membela KPK pada besok? Lalu apa anda semua siap membela KPK dua hari atau seminggu ke depan? Lalu bagaimana dengan setahun ke depan? Dan apa yakin benar-benar yakin sampai 5 tahun 10 tahun ke depan?” Pada setiap pertanyaan, audiense berteriak, “Siap!”. “Kalau begitu mulai hari ini kita harus ambil possitioning. Harus ambil posisi. Bahwa kita akan selalu melindungi teman-teman KPK.”
Acara lalu berakhir dan audiense sebagian menyalami Novel dan Cak Nun lalu membubaran diri dengan tertib.
(AM)