Reformasi gereja adalah sebuah peristiwa perombakan bentuk organisasi dan aturan gereja di abad ke- 16 yang lekat dengan sebuah nama, yaitu Martin Luther. Seorang padri gereja ordo Agustinus yang memprotes beberapa aturan gereja katolik. Reformasi gereja tidak hanya memilliki dampak pada kekristenan, namun mengubah wajah Eropa secara keseluruhan, dalam bidang sosial, budaya, ekonomi dan tentu saja politik.
Awal Gerakan
Lahirnya reformasi gereja didorong oleh beberapa faktor. Yaitu dari dalam organisasi kekristenan sendiri (gereja) dan perkembangan yang terjadi pada masyarakat Eropa pada abad pertengahan. Pada masa itu, gereja tidak mengurusi perkara keagamaan saja. Selain mengatur hubungan manusia dengan Tuhan– melalui dogma, aturan dan alat kekuasaan seperti ketentaraan Paus—gereja juga merambah ke arena kekuasaan. Gereja memiliki hubungan dengan kerajaan nasional di Eropa seperti Perancis dan Inggris serta keluarga-keluarga konglongmerat kaya seperti keluarga Medici.
Masuknya gereja ke ranah perpolitikan Eropa, disebabkan oleh kebutuhan gereja untuk memodali upacara dan membuat bangunan-bangunan religius untuk memegahkan kerajaan Tuhan. Hal tersebut menyebabkan pemangku kekuasaaan sekuler dijadikan penyambung lidah gereja untuk mengumpulkan modal. Kapel, basilika, katredal, musoleum, patung santa dan santo dibangun dari sumbangan penguasa, pajak rakyat dan penjualan surat pengampunan dosa. Penjualan surat pengampunan dosa, sudah dilakukan sejak masa perang salib pada abad ke-14, dan dijadikan bisnis oleh gereja. Surat pengampunan dosa, dijual kepada mereka yang tidak mau berangkat ke perang salib..
Pada masa Paus Paul III, pembelian surat pengampunan dosa dianggap sebagai pengganti kewajiban membela Tuhan dalam perang salib. Bahkan disebutkan bahwa pembelian surat pengampunan dosa dapat membebaskan umat dari penyucian diri di neraka (purgatory) [1]. Meskipun perang salib telah usai, praktek penjualan surat pengakuan dosa dengan tujuan meluruhkan dosa dengan uang masih dilakukan hingga abad ke 16. Kelak praktek ini akan dijadikan tuntutan utama Martin Luther kepada gereja untuk mereformasi organisasi gereja.
Abad ke 16 adalah masa di mana Eropa mengalami pencerahan karena dipelajarinya kembali pemikiran yunani atau romawi kuno, kontak budaya dengan timur yang intens akibat perdagangan, perubahan struktur masyarakat dari feodal menjadi masyarakat perdagangan (hal ini dibuktikan dengan berkembangnya kota-kota perdagangan seperti Venisia dan Genoa) serta perkembangan teknologi seperti mesin cetak yang menyebabkan pemikiran mengenai reformasi menyebar dengan cepat ke penjuru Eropa.
Sebelum Luther memaku poster yang memuat 95 artikel protesnya pada Gereja Roma di pintu Gereja Wittenberg pada 31 Oktober 1517, beberapa pemikir kristen abad pertengahan telah menebar benih reformasi. Mereka adalah The Sects, John Wyclif, John Huss, Desederius Erasmus dan Sir Thomas More.
Tokoh dan gerakan pra-reformasi
The sects, sebuah gerakan pada abad ke-13 yang dipimpin oleh Peter Waldo (kelak gerakanya disebut gerakan Waldensian) di lembah Pegunungan Alpine, telah memulai sebuah gerakan anti aturan gereja dan anti sakramen gereja. Gerakan ini mendapatkan reaksi keras dari Vatikan yang ketika itu dipimpin oleh Paus Inosen ke III yang memproklamasikan perang salib terhadap gerakan ini. Namun ide dari gerakan ini hidup lama.
Pengikut Waldenesian masih menggunakan cara-cara Peter Waldo untuk menggunakan bahasa kasar dalam ceramah, ketika menghadapi audiens dari masyarakat miskin dan gelandangan. Pengikut Waldesian hanya mendasarkan ibadah mereka pada apa yang tertulis dalam alkitab. Mereka percaya adanya kesamaan hak spiritual sesama manusia. Mereka menolak doktrin neraka, pembelian surat pengakuan dosa, doa untuk santa dan semua sakramen kecuali pembaptisan dan komuni. Pengikut Waldensian menekankan pada kebebasan individu.
John Wyclif, seorang teolog dari Oxford yang hidup pada abad ke-14. Mengkritik gereja katolik yang hidup bermewah-mewahan. Ini tidak sesuai dengan jalan hidup Yesus yang sederhana, bahkan miskin. Wyclif menyarankan, dunia tidak hanya saja membutuhkan perubahan dalam gereja, namun juga perubahan sosial. Berkah Tuhan adalah hak individu, tidak memerlukan perantara institusi (gereja katolik).
John Huss, seorang pastur dari Praha – Bohemia yang hidup pada abad ke 15, martir yang dibakar pada kayu, memancing pemberontakan petani Bohemia. Ia dihukum karena usahanya untuk memurnikan kembali ajaran gereja dan mendorong patriotisme Bangsa Slavia untuk melawan Jerman. Pemberontakan Bangsa Slavia ini disebabkan oleh beberapa hal yang sudah ada sebelumnya, yaitu keinginan Bangsa Bohemia mengusir penduduk Jerman, keinginan bangsawan untuk mengusasi properti gereja yang berlimpah, keinginan kelas menengah yang ingin menaikan pengaruh mereka di parlemen Praha, kelas bawah yang menginginkan kebebasan mengelola lahan dan biarawan kelas bawah yang diabaikan oleh hierarki gereja.
Bahkan sebuah faksi yang memiliki hubungan dengan pengikut Waldesian, yaitu Taborites, melakukan gerakan penghancuran altar, menghancurkan organ dan ornamen gereja. Meraka membela kepemilikan property, penggunaan pakain sederhana untuk petugas gereja dan mengeleminir semua sakramen kecuali pembaptisan dan komuni.
Pengaruh John Huss dalam reformasi Luther, tak dapat diragukan. Hal ini dituliskan oleh Luther pada tahun 1512, setelah Ia membaca karya Huss, yaitu De Ecclesia. Luther menuliskan, kita semua adalah Husseis tanpa menyadarinya.[1]
Desiderius Erasmus (1467-1536), yang dikenal sebagai pelopor humanis dari Belanda, dianggap sebagai peternak telur reformasi yang ditetaskan oleh Martin Luther. Kerja kritisnya terhadap monopoli gereja katolik terhadap interpretasi kitab suci menandai awal kritis modern trerhadap kitab suci. Namun Erasmus masih menganggap keberadaan Gereja Roma sebagai gereja utama, dan tidak menyukai beberapa cara-cara Luther yang dianggap terlalu keras dalam mengritik geraja.
Thomas More, seorang martir katolik yang dieksekusi oleh Henry VII pada abad ke-16 dan sangat bersemangat melawan Luther. Dianggap memiliki andil dalam perkembangan humanisme dan kemerdekaan berpikir dalam protestanisme. Karyanya Utopia yang dikerjakan More pada tahun 1512, berisikan mengenai sebuah wilayah khayalan yang ada di wilayah antah berantah. Wilayah itu adalah sebuah negara kota yang saat ini dapat dipandang sebagai sebuah sistem sosialis. Dimana tidak ada kepemilikan privat. Perempuan dapat menjadi pendeta.
Meski More, tidak seperti tokoh pra reformis yang secara terang-terangan melawan dmonasi gereja dan mengkitik litutgi. More dianggap sebagai peletak rasionalisme, toleransi dan humanisme baru.
[1] Lee Cameron Mc Donald. Western Political Theory: From its Origin to the Present. New York: Hartcout, Brace and World Inc. 1968 Hlm, 222
Tokoh dan gerakan pra-reformasi
The sects, sebuah gerakan pada abad ke-13 yang dipimpin oleh Peter Waldo (kelak gerakanya disebut gerakan Waldensian) di lembah Pegunungan Alpine, telah memulai sebuah gerakan anti aturan gereja dan anti sakramen gereja. Gerakan ini mendapatkan reaksi keras dari Vatikan yang ketika itu dipimpin oleh Paus Inosen ke III yang memproklamasikan perang salib terhadap gerakan ini. Namun ide dari gerakan ini hidup lama.
Pengikut Waldenesian masih menggunakan cara-cara Peter Waldo untuk menggunakan bahasa kasar dalam ceramah, ketika menghadapi audiens dari masyarakat miskin dan gelandangan. Pengikut Waldesian hanya mendasarkan ibadah mereka pada apa yang tertulis dalam alkitab. Mereka percaya adanya kesamaan hak spiritual sesama manusia. Mereka menolak doktrin neraka, pembelian surat pengakuan dosa, doa untuk santa dan semua sakramen kecuali pembaptisan dan komuni. Pengikut Waldensian menekankan pada kebebasan individu.
John Wyclif, seorang teolog dari Oxford yang hidup pada abad ke-14. Mengkritik gereja katolik yang hidup bermewah-mewahan. Ini tidak sesuai dengan jalan hidup Yesus yang sederhana, bahkan miskin. Wyclif menyarankan, dunia tidak hanya saja membutuhkan perubahan dalam gereja, namun juga perubahan sosial. Berkah Tuhan adalah hak individu, tidak memerlukan perantara institusi (gereja katolik).
John Huss, seorang pastur dari Praha – Bohemia yang hidup pada abad ke 15, martir yang dibakar pada kayu, memancing pemberontakan petani Bohemia. Ia dihukum karena usahanya untuk memurnikan kembali ajaran gereja dan mendorong patriotisme Bangsa Slavia untuk melawan Jerman. Pemberontakan Bangsa Slavia ini disebabkan oleh beberapa hal yang sudah ada sebelumnya, yaitu keinginan Bangsa Bohemia mengusir penduduk Jerman, keinginan bangsawan untuk mengusasi properti gereja yang berlimpah, keinginan kelas menengah yang ingin menaikan pengaruh mereka di parlemen Praha, kelas bawah yang menginginkan kebebasan mengelola lahan dan biarawan kelas bawah yang diabaikan oleh hierarki gereja.
Bahkan sebuah faksi yang memiliki hubungan dengan pengikut Waldesian, yaitu Taborites, melakukan gerakan penghancuran altar, menghancurkan organ dan ornamen gereja. Meraka membela kepemilikan property, penggunaan pakain sederhana untuk petugas gereja dan mengeleminir semua sakramen kecuali pembaptisan dan komuni.
Pengaruh John Huss dalam reformasi Luther, tak dapat diragukan. Hal ini dituliskan oleh Luther pada tahun 1512, setelah Ia membaca karya Huss, yaitu De Ecclesia. Luther menuliskan, kita semua adalah Husseis tanpa menyadarinya.[1]
Desiderius Erasmus (1467-1536), yang dikenal sebagai pelopor humanis dari Belanda, dianggap sebagai peternak telur reformasi yang ditetaskan oleh Martin Luther. Kerja kritisnya terhadap monopoli gereja katolik terhadap interpretasi kitab suci menandai awal kritis modern trerhadap kitab suci. Namun Erasmus masih menganggap keberadaan Gereja Roma sebagai gereja utama, dan tidak menyukai beberapa cara-cara Luther yang dianggap terlalu keras dalam mengritik geraja.
Thomas More, seorang martir katolik yang dieksekusi oleh Henry VII pada abad ke-16 dan sangat bersemangat melawan Luther. Dianggap memiliki andil dalam perkembangan humanisme dan kemerdekaan berpikir dalam protestanisme. Karyanya Utopia yang dikerjakan More pada tahun 1512, berisikan mengenai sebuah wilayah khayalan yang ada di wilayah antah berantah. Wilayah itu adalah sebuah negara kota yang saat ini dapat dipandang sebagai sebuah sistem sosialis. Dimana tidak ada kepemilikan privat. Perempuan dapat menjadi pendeta.
Meski More, tidak seperti tokoh pra reformis yang secara terang-terangan melawan dmonasi gereja dan mengkitik litutgi. More dianggap sebagai peletak rasionalisme, toleransi dan humanisme baru.
[1] Lee Cameron Mc Donald. Western Political Theory: From its Origin to the Present. New York: Hartcout, Brace and World Inc. 1968 Hlm, 222
[1] Roland Bainton. The Age of the Reformation. Van Nostrad. Toronto: 1956, hlm 16
Mega Trianasari
Magister Ilmu Sejarah – Universitas Indonesia