Jika pengaruh dari Revolusi Perancis adalah lahirnya pemikiran liberal, serta ide-ide tentang pembatasan kekuasaan penguasa (baca: raja), yang kemudian ide-ide tersebut menyebar dan mempengaruhi sistem pemerintahan banyak negara-bangsa di dunia. Jika pengaruh Revolusi Indonesia adalah semangat suatu bangsa untuk merdeka dari belenggu penjajahan, sehingga berbareng bergerak dengan semangat kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika dari penjajahan bangsa-bangsa Eropa. Maka berbeda halnya dengan Revolusi Industri yang berlangsung pada rentang waktu sejak 1750, ketika manusia menemukan mesin produksi bertenaga uap, sampai kemudian penerapan sistem assembly line pada pabrik-pabrik di Eropa dan Amerika tahun 1870.
Pengaruh Revolusi Industri
Revolusi Industri berhasil menggantikan dominasi tenaga manusia dalam pekerjaan-pekerjaan di pabrik, lahan pertanan maupun perkebunan dengan tenaga mesin. Pengaruh lanjutannya yaitu 1) upah buruh yang murah, 2) urbanisasi, 3) kebutuhan yang tinggi terhadap Sumber Daya Alam (SDA). Kota-kota industri lahir di Inggris, seperti kota Manchester dan Birmingham. Pada perkembangan selanjutnya, kebutuhan terhadap bahan baku atau SDA membuat Inggris mempelopori Imperialisme gaya baru, sejarawan sering menyebutnya sebagai era Imperialisme Modern.
Wilayah yang merupakan tanah jajahan Inggris tersebar di seluruh penjuru. Inggris membentuk koloni-koloni, terutama berisikan warga-warga Inggris yang – baik dengan sukarela maupun terpaksa – membuka lembar kehidupan baru di “dunia baru”. Koloni-koloni tersebut terutama berada di Benua Amerika bagian utara, Benua Australia, dan Selandia Baru.
Di Indonesia pengaruh Revolusi Industri telah dirasakan sejak masa Hindia Belanda pada pertengahan abad ke-18 hingga abad ke-19. Pengaruh Revolusi Industri saat itu antara lain, 1)pelaksanaan Politik Liberal atau Politik Pintu Terbuka pada 1860 yang merombak struktur masyarakat feodal, 2)pembangunan perkebunan-perkebunan teh, kopi, tebu, dan tembakau secara luas yang disokong modal-modal swasta asing.
Hari ini, pengaruh Revolusi Industri masih – dan bahkan makin – kita rasakan. Pesatnya perkembangan industri dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), tidak lepas dari Revolusi Industri. Berbagai moda transportasi darat, laut, maupun udara, merupakan contoh hasil pengembangan teknologi yang telah dirintis pada masa Revolusi Industri.
Revolusi Industri Keempat
Hingga awal milenial kedua, kita telah beradaptasi dengan tiga tahap revolusi yang mengubah cara memproduksi barang. Mulai dari penemuan mesin produksi bertenaga uap pada tahun 1782 sebagai revolusi industri pertama; sistem assembly line pada tahun 1870 sebagai awal produksi massa dan revolusi industri kedua; hingga masuknya automasi elektronik ke dalam proses produksi pada tahun 1954 yang sekaligus menandai revolusi tahap ketiga.
Memasuki tahun 2000, kita kembali dihadapkan dengan sebuah revolusi industri yang dikenal dengan Industry 4.0. Revolusi Industri Keempat, antara lain ditandai dengan kemajuan teknologi informasi, kecerdasan artifisial, pengeditan gen, dan kendaraan otonom. Namun demikian, revolusi industri keempat justru memiliki kemungkinan memperburuk perekonomian.
Revolusi industri keempat menekankan pada kemajuan teknologi informasi, sehingga menuntut keahlian tinggi. Dan karakter industri pada revolusi industri keempat – sebagaimana yang kita rasakan pada hari ini – memiliki karakter industri baru yang mengarah ke jenis “padat modal” ketimbang “padat karya”.
Wujud nyata pergeseran menuju jenis industri “padat modal” dapat kita lihatdalam penggunaan Artificial Intelligence (AI). Saat ini, AI sedang gencar dikembangkan agar dapat berpikir dan mengambil keputusan layaknya manusia. Berkembangnya AI membuat pekerjaan yang dulu terlihat terlalu kompleks untuk robot — seperti akuntan, pengacara, hingga jurnalis — kini terancam. Wujudnya sudah sangat riil, semisal kantor berita Associated Press (AP) di Amerika Serikat yang telah melakukan otomatitasi dengan menggunakan robot jurnalis yang sepanjang bulan Oktober-Desember 2016 mampu menulis sekitar 3000 artikel.
Ada lagi Goal-Line Technology yang saat ini resmi digunakan di setiap pertandingan sepak bola, secara langsung menggantikan peran 2 asisten wasit yang biasa berdiri tepat di samping gawang untuk menentukan gol. Lebih lanjut, digitalisasi melalui teknologi Video Asisstant Referee yang sedang dikembangkan FIFA juga berpotensi menggantikan peranan 2 asisten wasit di samping lapangan. Prediksi Universitas Oxford terhadap pekerjaan wasit yang akan terganti oleh teknologi dengan peluang sebesar 98%, terlihat semakin nyata.
Jadi, bagaimana otomatisasi dan digitalisasi dapat menebar rasa nyaman, aman dan damai dalam kehidupan berbangsa, dan terutama bagi kaum pekerja? Atau otomatisasi dan digitalisasi dibuat untuk memperkaya para perusahaan besar (baca: kapitalis) dan sekaligus menyingkirkan eksistensi kaum pekerja?
Ahmad Muttaqin