Cilegon, Dewantara – PT. FKS Multi Agro memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan di Kota Cilegon. Bantuan diberikan dalam bentuk pemberian buku Model Pembelajaran Inovatif Berbasis Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan diikuti dengan Lokakarya. Apabila pembagian buku diselenggarakan pada pertengahan bulan Maret 2022, Lokakarya yang melibatkan total 140 guru dari lima Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri yang berlangsung pada 30 Maret sampai 1 April 2022.
Pada pembukaan Lokakarya di SMAN 1 Cilegon hadir Direktur FKS Multi Agro Bong Welly Swandana dan Kepala SMAN 1 Cilegon Agus Pancasusila. Apa yang disampaikan oleh Bong Welly dalam sambutannya merupakan motivasi sekaligus kisah FKS Multi Agro.
Bong Welly mengemukakan kiprah perusahaannya di Kota Cilegon. “Anak perusahaan PT.FKS, yaitu PT.Sentral Grain Terminal bersama PT.Krakatau Bandar Samudra memiliki Port Handling terbesar se-Asia Tenggara di Cigading, Kota Cilegon. Kami paling modern se-Asia Tenggara. Tujuannya Supaya arus pangan di Indonesia menjadi lancar. Supaya harga pangan stabil, walau sulit saat-saat krisis seperti ini.”
Bong Welly menjelaskan lebih lanjut, “Untuk Cilegon, FKS memiliki sejumlah anak perusahaan, selain dalam bidang sugar refiniring melalui PT.DSU (Dunia Sukses Utama, pen.), lalu perusahan pembuat tepung terigu PT Bungasari Flour Mills. Lalu kemudian Bungasari berekspansi kepada produksi tepung maizena melalui PT Tereos FKS.”
PT.FKS memulai kiprahnya dalam dunia industri di Indonesia pada 1992 sebagai industri kecil dengan nama FKS Multi Agro. Menurut sejarahnya, FKS Multi Agro memiliki kegiatan usaha utama adalah industri dan perdagangan yang meliputi perikanan, bahan pakan protein, produk turunan jagung (tepung jagung gluten dan pakan jagung gluten, pen.) dan bahan baku pangan seperti kacang kedelai. “Memang awalnya kami dari Industri pakan ikan dan fish oil di Jawa Timur. Istilahnya, door to door, lalu from farm to plate.” kata Bong Welly
Visualisasi Dunia Usaha
Bong Welly mengajak guru-guru yang hadir untuk memvisualisasi dunia usaha bagi peserta didik di sekolah masing-masing. “Ada beberapa kondisi yang muncul pada saat ini. Yaitu tiga realitas. Pertama, begitu banyak lowongan, namun mencari orang yang tepat itu yang susah. Lowongan banyak tapi pekerja yang tepatnya itu tidak ada. Kedua, bagi kita yang sudah bekerja, kita sulit diajak berubah. Apalagi menjadi insiator perubahan. Ketiga, kita pengetahuannya general sekali. Tahunya banyak, tapi sedikit-sedikit sekali. Akibatnya seseorang menjadi kurang ahli kemudian kurang percaya diri.” Lebih lanjut, “hari ini teknologi sangat luar biasa. Kita bergerak saja masih bisa ketinggalan, apalagi kalau kita tidak bergerak. Makin lama bank makin berkembang. Lalu di dunia kedokteran, bisa kuliah online tapi yang paling mahal adalah kemampuan diagnosa. Dunia juga menjadi borderless, krisis Ukraina mempengaruhi harga minyak dunia, lalu berimbas ke minyak goreng dan gandum. Karena Ukraina salah satu penghasil gandum terbesar dunia.”

Sukses Bukan Sebatas Kaya
Pandangan bahwa kesuksesan seseorang semata-mata dinilai dari kekayaan materi juga perlu dikoreksi. “Sukses sekarang dibilang kaya atau banyak uang. Padahal tidak seperti itu. FKS Foundation yang didirikan tahun 2016 menekankan bahwa kesuksesan itu juga pada kerja dan karya. PT.FKS Multi Agro yang awal fokusnya adalah infrastruktur, sekarang kepada mulai memandang pada suprastruktur. Pada level suprastruktur kami fokus pada sosok yang mengendalikan infrastruktur, yaitu fokus pada manusia. Karena manusia yang mengoperasikan tool’s. Jadi bagaimana kita mentransformasikan people’s untuk mengoperasikan tool’s. Yang paling penting untuk men-drive people adalah, pertama keluarga, kedua pendidikan, dan ketika karakter.”
Bagi guru, pesan yang disampaikan supaya guru untuk bagaimana berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran. “Bagaimana anak-anak kita, melalui Kurikulum Merdeka, menemukan bakat dan passion mereka. Sehingga ketika mereka berkakrier mereka menjadi manusia yang bahagia, mandiri, bertanggungjawab, dan memiliki culture Indonesia.” tutup Bong Welly.
Ahmad Muttaqin