Selasa (8/11), Serrum menyelenggarakan diskusi yang bertajuk “Pendidikan di Zaman Jepang: Relasi dan Identitas”. Acara ini merupakan bagian dari Festival Ekstrakulikulab. Festival yang terdiri dari beberapa rangkaian acara tersebut, diadakan tepat pada ulang tahun kesepuluh komunitas seniman yang berfokus dalam bidang sosial-pendidikan ini.
Pada diskusi kali ini, Serrum menghadirkan empat pembicara yaitu Hikaru Fujii, HAR. Tilaar, Mahardika Yudha, dan Kurnia Yunita Rahayu.
Awalnya, Indonesia menganggap Jepang sebagai pahlawan, sebab berhasil menumpas Belanda. Selain itu, di bidang pendidikan, Jepang menghilangkan pemisahan rasial yang ada pada penjajahan Belanda. Sebelumnya, hanya orang Eropa dan pribumi menengah ke atas yang mampu mengaksesnya. Kemudian Jepang membawakan sistem baru, yakni kesetaraan dalam pendidikan di Indonesia. Semua kalangan masyarakat diperbolehkan mengakses pendidikan.
Kendati demikian, HAR Tilaar, berpendapat bahwa kebijakan pendidikan pada masa penjajahan Jepang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan perang melawan sekutu. Akan tetapi, kebijakan ini yang kemudian mampu membawa Indonesia kepada kemerdekaan. HAR Tilaar kemudian menceritakan pengalamannya ketika mengenyam pendidikan pada masa penjajahan Jepang. Selain menghafal lagu dari Jepang, ia pun menceritakan bahwa Jepang mengajarkan etika, seperti patut hormat terhadap Ibu.
Berdasarkan keterangan dari Hikaru Fujii, Jepang memandang bahwa Indonesia memiliki kemampuan local genius yang baik. Setelah mengetahui hal ini, kemudian Jepang bermaksud mengembangkannya lebih maju. Namun, Hikaru mengakui dirinya tak tahu bagaimana Jepang mengetahui kemampuan orang-orang Indonesia ini. Kendati demikian, ia tahu bahwa Indonesia—di mata Jepang—berorientasi pada pertanian. “Pertanian tersebut dianggap sebagai identitas bangsa Indonesia,” tambah Hikaru.
Dilihat dari perspektif Jepang terhadap identitas tersebut, kemudian Jepang menggantikan pendidikan yang tadinya berbasis teori ke praktik. Tentara militer Jepang, selaku penyebar pendidikan, berusaha memasukkan pembelajaran tentang pekerjaan. Contohnya yakni program wajib Kinrohosi. Membersihkan lingkungan sekolah merupakan salah satu kegiatannya. Selain itu, ada pula pendidikan kewiraan demi memenuhi kebutuhan perang bagi Jepang.
Jika dilihat relasinya dengan masa kini, beberapa kebudayaan Jepang yang dibawa pada masa penjajahan di Indonesia tanpa disadari ternyata sudah mengakar. Padahal Jepang menjajah hanya 3,5 tahun. Salah satu contohnya pada bidang pendidikan. Sistem pendidikan di Indonesia berjenjang dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, hingga perguruan tinggi. Karena sistem pendidikan dari Jepang ini menjunjung tinggi kesetaraan, maka dari itu seluruh lapisan masyarakat boleh mengaksesnya. Sumber: www.didaktikaunj.com/Lutfia Harizuandini