Dewantara, Lembata – Hadok adalah tradisi tinju tradisional di beberapa desa di Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Desa tersebut antara lain Desa Atakore, Lerek, Lewogroma, Atawolo, Waiwejak dan Paulolong.
Hadok biasanya digelar setelah “bako medehe” yaitu acara syukur panen pada kebun tertentu (man henadokei) sesuai tradisi yang diwariskan nenek moyang setempat. Hadok diselenggarakan dekat kebun tempat dilaksanakannya “bako medehe” dengan mempertimbangkan lokasi dengan lahan agak rata. Tempat yang telah disiapkan itu disebut “Weho” yang berarti arena pertarungan.
Hadok dimulai dengan berdirinya 2 orang di tengah weho (arena pertarungan) yang bertugas sebagai wasit untuk mengatur waktu setiap ronde. Tradisi ini biasanya digelar 4 ronde dengan waktu istirihat kurang lebih 2 menit.
Dua orang di tengah itu juga bertugas mengawasi jalannya pertarungan agar tidak terjadi penyimpangan, menentukan pemenang dan melerai bila terjadi kericuhan antar pendukung.
Dalam Hadok bagian tubuh yang bisa dipukul adalah bagian perut ke atas dan bagian yang paling dicari adalah bagian muka lawan. Semakin banyak bagian muka dipukul lawan berarti semakin rendah tingkat ketangkasan atau kehebatan seseorang di mata lawannya.
Di setiap kubu disponsori 1 orang promotor dan pendukungnya. Hadok biasanya dimulai dari anak-anak diikuti anak muda dan orang-orang tua. Pasangan akan bertarung tidak diumumkan atau tidak dipasang melainkan para hadok akan mencari pasangannya sendiri saat acara dimulai.
Di saat semua sudah siap peserta yang mau berhadok akan berlari melintasi arena menemui kelompok lawan dan mencari seorang yang ia yakini pas untuk dilawan lalu menggosok-gosok bahu lawannya tersebut yang disebut “dohu”.
Dalam proses mencari lawan (dohu) tindakan menggosok gosok bahu lawan akan dilakukan sebanyak 3 kali. Bila lawannya setuju ia akan menganggukkan kepala dan bila menolak lawan akan menggelengkan kepala.
Di saat sedang dohu para pendukung mulai mnyanyikan lagu dengan syair “Elebua o o o o….karabau raga raga ruhan bogor, bogor tiwang o o o o……No tenubuk lewoleba…. nae napanganu lewo, lewotolok o o o o o……… Di saat syair lagu berakhir kedua peserta berlari ke tengah arena pertandingan dan berdiri saling berhadapan.
Wasit yang memimpin pertandingan akan mengatakan “hadok” bertanda pertarungan dimulai. Saat itulah serang menyerang dan adu pukulan pun terjadi. Saat keduanya sedang beradu kekuatan para pendukung baik laki-laki maupun perempuan akan berteriak sambil memberi dukungan pada petinjunya masing-masing dengan menyayikan lagu yang syairnya “Elebua o o o o ….karabau raga raga ruhan bogor, bogor tiwang o o o o…… No tenubuk lewoleba…. nae napanganu lewo, lewotolok o o o o o……… lagu ini terus dinyanyikan hinggga pertandingan 4 ronde berakhir.
Wasit akan menyatakan menang kepada orang yang sering memukul lawan di bagian mukanya, menjatuhkan lawan ke tanah, atau lebih banyak memukul lawannya. Wasit akan menghentikan pertarungan dan menyatakan seorang menang apabila menjatuhkan lawan ke tanah dan tidak mampu melanjutkan pertarungan, kondisi lawan tidak mengizinkan (sempoyongan), atau lawannya menyerah dengan berlari kembali ke kelompok pendukungnya.
Hadok itu sendiri merupakan ajang pertarungan gengsi antar keluarga, kelompok, bahkan antar desa. Jika ada anggota kelompok yang dikalahkan dalam sebuah pertarungan anggota keluarganya akan berusaha mengalahkan pasangan keluarga atau kelompok yang lain pada pertarungan hadok musim panen berikutnya. (lembatakab.go.id)