Dewantara
  • Home
  • Nasional
  • Internasional
  • Advetorial
  • Sosok
  • Jejak
  • Seni Budaya
  • Opini
  • Komunitas
  • Sains
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • Internasional
  • Advetorial
  • Sosok
  • Jejak
  • Seni Budaya
  • Opini
  • Komunitas
  • Sains
  • Redaksi
Dewantara
No Result
View All Result
Home Sosok

Hatta dan Kawan Seperjuangannya (Bagian II)

dewantara.id by dewantara.id
September 12, 2016
in Sosok
0
Hatta dan Kawan Seperjuangannya (Bagian II)
104
SHARES
1.2k
VIEWS
Share on TwitterShare on Facebook

Perasaan senasib sependeritaan rakyat bumiputera mulai dibangkitkan oleh Perhimpunan Indonesia (PI) dari negeri jauh Belanda. Dan didalam negeri sendiri, pasca pemberontakkan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang gagal pada tahun 1926 di Pulau Jawa dan 1927 di Sumatera Barat, muncul satu kekuatan lagi, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI).

PNI dan PNI Baru
Usaha perbuatan PNI yang nyata pada awal pendiriannya 1927, adalah hasil usahanya mendirikan Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) pada bulan Desember 1927. PPPKI ialah federasi yang terdiri dari PNI, Partai Sosialis Indonesia (PSI), Boedi Oetomo (BO), Pasundan, Kaum Betawi, Sumattanenbond, dan beberapa studie klub. Federasi yang memberi harapan baik ini pada saat yang bersamaan, juga memberi kesempatan kepada PNI unutk mempropagandakan asasnya sendiri pada ruang lingkup yang lebih besar.

PNI mengambil garis perjuangan non-kooperatif. Para pemimpin di PNI mayoritas merupakan orang-orang tamatan sekolah tinggi yang mengorbankan semua kemungkinan memperoleh kedudukan maupun pangkat, tetapi lebih memilih cita-cita kebangsaan Indonesia. Beberapa anggota-anggota terkemuka PNI juga bekas anggota PI di Belanda, seperti Mr.Sartono, Mr.Sujudi, Mr.Iskaq, Dr.Samsi, Mr.Budiarto, dan Mr.Ali Sostroamidjojo (Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia; A.K.Pringgodigdo,1986,h.62). Mereka semua lebih menyukai lapangan partikelir dengan jalur non-kooperatif, daripada tawaran jabatan dari pemerintah kolonial.

Selanjutnya beberapa anggota PNI mendirikan serikat-serikat pekerja, seperti Persatuan Motoris Indonesia di Bandung, Sarekat Anak Kapal Indonesia di Priok-Jakarta, Persatuan Djongos Indonesia di Surabaya, perkumpulan O.J.S. (pegawai maskapai trem Jawa Timur) Indonesia di Surabaya. Kekuatan PNI, menurut penulis, menjadi besar didukung oleh beberapa faktor, 1)aksi “perbuatan yang nyata” melalui perkumpulan-perkumpulan atau serikat-serikat,2)berhasil membangkitkan sentimen kebangsaan, seperti melalui lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan dan penggunaan bahasa Indonesia, 3)membangkitkan perasaan bangsa melayu yang terjajah, sehingga harus melawan.

Jalan sejarah berlanjut. PNI yang sudah punya massa sejumlah 10.000 orang mulai dianggap ancaman bagi pemerintah kolonial (A.K.Pringgodigdo,h.63). Ada kabar berhembus bahwa PNI akan melakukan pemberontakkan. Lalu pada 29 Desember 1929 pemerintah menggeledah semua kantor dan rumah pemimpin-pemimpin serta kader PNI. Meskipun tentang rancangan pemberontakkan tidak terbukti, tetapi ketua PNI, Soekarno, beserta 3 orang yang lain: Maskun, Supriadinata, dan Gatot Mangkupraja ditangkap dan baru disidang pada 18 Agustus 1930.

Ketika Mr.Sartono, ketua-muda PNI yang mengurus PNI sepeninggalan Soekarno kemudian mendirikan Partai Indonesia (Partindo) maka terjadi perpecahan dalam tubuh PNI. Para kader yang tidak masuk kedalam Partindo otomatis langsung menyingkir, dan sementara mendirikan studie klub.

Pada bulan Desember 1931 Sutan Sjahrir yang baru saja pulang dari Belanda, menampung pihak-pihak yang memendam kekecewaan terhadap pembubaran PNI. Sjahrir, melalui arahan Hatta di Belanda, membentuk organisasi tandingan terhadap Partindo. Organisasi itu adalah Pendidikan Nasional Indonesia, dikarenakan huruf-huruf awalnya, maka organisasi itu disebut dengan PNI Baru.

Pada kongres PNI Baru yang pertama di Bandung, 23-26 Juni 1932, suara-suara yang terdengar dari para anggotanya adalah menjunjung sikap non-kooperasi. Sikap non-koopreasi bukan hanya terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda tetapi juga terhadap pengaruh Komintren-Moskow. Selain itu juga mengemuka pendapat penekanan pada “self-help” perlu selalu dikedepankan dalam perjuangan kemerdekaan.

Soekarno keluar dari penjara pada pertengahan 1932. Lalu ia melihat partainya PNI terbelah dua, Partindo dan PNI Baru. Pada bulan September 1932 jabatan ketua PNI Baru beralih dari Sjahrir kepada Hatta, yang baru saja kembali dari Belanda. Pertemuan antara Hatta dan Soekarno pun terjadi.

PNI Baru pada 1933 sudah mempunyai 65 cabang (35 diantaranya adalah calon cabang). Kalangan simpatisannya banyak kawula desa. Tentunya hal itu menarik perhatian pemerintah kolonial. Pertama, pada awalnya polisi diperintahkan lebih keras terhadap rapat-rapat PNI Baru. Kedua, diadakan larangan bagi pegawai negeri menjadi anggota. Ketiga, yang lebih lanjut, larangan bagi PNI Batu mengadakan rapat di seluruh Indonesia. Puncaknya adalah ketika Hatta, Sjahrir dan 2 orang pengurus lainnya ditangkap pada bulan Februari 1934 dan kemudian diasingkan. Mereka dibuang ke Boven Digul. Pada tahun 1936 Hatta dan Sjahrir dipindahkan ke Banda.

Dwitunggal
Roda sejarah terus berputar. Menggilas siapapun yang tidak sigap dan cermat menyikapi gerak zaman. Tahun 1930-an di Hindia Belanda juga diwarnai gerakan-gerakan, partai-partai yang sudah menemukan tujuan perjuangan. Sebagian diantara mereka sudah merumuskan betul langkah-langkah mencapai Indonesia yang merdeka.

Beberapa saat sebelum Hatta, Sjahrir dan pemimpin PNI Baru dibuang, Soekarno juga sudah ditangkap (untuk kedua kalinya sejak sidang pengadilan Bandung 1930). Ia diasingkan ke Flores, kemudian dipindahkan ke Bengkulu. Saat mereka berada di pengasingan, di dunia luar, yaitu masyarakat Hindia Belanda pada umumnya, perdebatan di publik berkisar pada peran volksraad.

Riuh rendah perdebatan dan tawar menawar posisi politik tanah jajahan sepenuhnya teralih ketika di dunia sedang dilanda ancaman perang besar. Pada tahun 1931, Jepang menyerbu Manchuria; dua tahun kemudian, Hitler menjadi Kanselir Jerman; pada 1936 berkobar Perang Saudara Spanyol; dan pada bulan Juli 1937, meletus perang Cina-Jepang. Pada tahun 1939 meletuskan Perang Dunia II (PD-II), dimulai di Eropa. Pada bulan September 1940, Pakta Tiga Pihak mengesahkan persekutuan Jepang-Jerman-Italia. Pada saat itu, pemimpin-pemimpin Jepang mulai membicarakan secara terang-terangan tentang ‘pembebasan Indonesia’.

Pada 10 Januari 1942, penyerbuan Jepang ke Indonesia dimulai.pada tanggal 8 Maret 1942, pihak Belanda di Pulau Jawa menyerah dan berakhirlah kekuasaan Belanda di Indonesia. Pihak Jepang mencari dukungan dari rakyat Indonesia untuk kepentingan perang. Jepang mendirikan Pembela Tanah Air (PETA) dan Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA). Diangkat 4 orang terkemukan dari bangsa Indonesia sebagai ketua PUTERA: Mas Mansyur, Soekarno, Ki Hajar Dewantara, dan Mohammad Hatta.

Soekarno dan Hatta bahu-membahu menghasilkan keuntungan-keuntungan bagi perjuangan bangsa Indonesia selama penjajahan pemerintah militer Jepang. Dengan terus berkoordinasi dengan gerakan bawah tanah Sjahrir, konsolidasi dengan berbagai pihak terus dilakukan. Dalam level ‘formal’,  dua kali sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)  telah menghasilkan dasar negara dan komisi-komisi yang membidangi urusan-urusan vital, seperti keuangan, pertahanan, dan konstitusi.

Hatta dan Soekarno mematri puncak kerjasama mereka ketika pada teks proklamasi. Di sana nama mereka tertera sebagai wakil bangsa Indonesia. Walaupun selalu seiring, keduanya sebenarnya disatukan oleh perbedaan. Polemik pertama antara keduanya mengenai strategi perjuangan, terjadi pada dua surat kabar yang berbeda. Perbedaan pandangan antara keduanya dalam menyikapi berbagai persoalan terus mereka bawa sampai Indonesia merdeka dn keduanya memimpin Republik Indonesia (RI). Puncak perdebatan itu terjadi pada 1956 ketika Hatta akhirnya mengundurkan diri sebagai wakil presiden.

Hatta dan Politik di Indonesia
Ketika RI merdeka, ada beberapa pilihan bentuk pemerintahan, bentuk negara, dan sistem pemerintahan. Perumusan konsep-konsep bernegara itu sudah dirumuskan sejak era BPUPKI sampai kemudian memasuki era Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Kemudian PPKI bersidang tiga kali, pada 18 Agustus (disepakati UUD, melantik presiden dan wakil presiden, membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI)), 19 Agustus (membentuk 12 kementrian, membentuk 8 provinsi), dan 22 Agustus 1945 (menetapkan PNI sebagai satu-satunya partai, membentuk KNI daerah sebagai bagian dari KNI pusat, membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR)) . Suatu kesepakatan kemudian dicapai mengenai bentuk pemerintahan, bentuk negara, dan sistem pemerintahan pada sidang-sidang tersebut.

Lebih, lanjut untuk membentuk pemerintahan yang berasaskan demokrasi maka perlu dilakukan penyempurnaan terhadap KNIP sebagai lembaga yang dicita-citakan menjalankan tugasnya sebagai lembaga legislatif. Terkait dengan lembaga legislatif, maka perlu juga dirumuskan aturan mengenai Pemilu maupun partai-partai. Hatta sebagai seorang yang demokrat, melihat hal tersebut secara jernih, dan mengambil peranannya sebagai wakil presiden.

Hatta pernah mengeluarkan dua Maklumat Wakil Presiden. Pertama, Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 Oktober 1945, yang memutuskan “bahwa KNIP sebelum terbentuk MPR dan DPR diberi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Haluan Negara (GBHN), serta menyetujui dibentuk Badan Pekerja yang akan bertanggungjawab kepada KNIP.” Kedua, Maklumat Wakil Presiden tanggal 3 November 1945, yang memutuskan dua hal, ”1) pemerintah menyukai timbulnya parta-partai politik sehingga mampu memimpin aliran faham yang ada dalam masyarakat, 2) pemerintah berharap supaya partai-partai politik itu telah tersusun sebelum pemilihan anggota dewan perwakilan rakyat pada bulan Januari 1946.”

Kedua maklumat tersebut begitu penting dalam konteks menjalankan negara yang berlandaskan asas demokrasi. KNIP sebagai kekuasaan legislatif dengan sendirinya akan menjadi lembaga yang membuat dan merumuskan Undang-undang (UU). Dan KNIP berhak bekerjasama dengan presiden dalam menetapkan GBHN. Sedangkan keputusan untuk membuka peluang munculnya partai-partai menunjukkan bahwa politik Indonesia tidak didominasi oleh satu partai saja, yaitu PNI. Sehingga partai politik diharapkan memberikan kontribusi yang positif, sebagaimana dalam pembukaan Maklumat Wakil Presiden 3 November 1945 terdapat kalimat “bahwa partai-partai politik itu hendaknya memperkuat perjuangan kita mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan rakyat” (Kepartaian dan Maklumat Hatta; tulisan opini Halida Hatta pada koran Kompas, 20 Agustus 2013).

Pada 1955 Indonesia berhasil menyelenggarakan Pemilu yang pertama sejak merdeka. Bagi Hatta, Pemilu merupakan instrumen paling demokratis untuk melakukan refreshing pemerintahan. Ia beranggapan, dengan selesainya Pemilu maka pada tempatnya pejabat-pejabat negara diganti. Namun perkembangan demokrasi di Indonesia tidak berjalan lancar sesuai harapan. Alangkah kecewanya Hatta ternyata partai-partai politik, langsung atau tidak, oknum fungsionarisnya terlibat korupsi. Terjadilah penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan keuangan negara besar-besaran. Sebagaimana dalam tulisannya (Demokrasi Kita; Mohammad Hatta, 1960) :
“…bagi beberapa golongan, menjadi partai pemerintah berarti ‘membagi rejeki’; golongan sendiri dikemukakan, masyarakat dilupakan. Seorang menteri memperoleh tugas dari partainya untuk melakukan tindakan yang memberi keuntungan partainya. Seorang menteri perekonomian misalnya, menjalankan tugasnya dengan memberikan lisensi dengan bayaran tertentu untuk kas partainya. Atau dalam pembagian lisesnsi itu kepada pedagang atau eksportir, orang yang separtai didahulukannya. Keperluan uang untuk biaya pemilihan umum menjadi sebab kecurangan itu”.

Perbedaan pandangan dengan Soekarno juga terjadi pada saat menyikapi revolusi. Saat Soekarno bersikukuh bahwa revolusi jalan terus, Hatta berpikir sebaliknya. Sudah saatnya bangsa Indonesia memikirkan nasib bangsa, nasib rakyat yang lama menderita akibat peperangan. Perbedaan tidak dapat dipertemukan, akhirnya pada 1 Desember 1956 Hatta secara resmi mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Ketika ditanya mau apa setelah mengundurkan diri, Hatta menjawab ringan, “saya mau terjun ke masyarakat, menjadi orang biasa.” Sebuah jawaban jernih dari sosok yang tidak haus kekuasaan.

Ahmad Muttaqin

Tags: Mohammad HattaProklamator Republik Indonesia
Tweet26Share42Share10Share
dewantara.id

dewantara.id

Related Posts

Irisan Semangat Pendidikan Dewi Sartika Dengan Konsep Pendidikan Waldorf

December 6, 2019

Mengenang Cliff Burton (1962-1986)

September 29, 2019

Mengenal Bill Browder, Sosok Musuh Nomor Satu Putin

June 21, 2018
Mahatma Gandhi: Pejuang yang Menolak Jalan Kekerasan

Mahatma Gandhi: Pejuang yang Menolak Jalan Kekerasan

June 14, 2018
Panggil Dia Dengan Sapaan “Bang Ali”

Panggil Dia Dengan Sapaan “Bang Ali”

June 11, 2018
Pramoedya Ananta Toer. sumber: goodreads.com

Mengenal Pram Melalui Pameran “Namaku Pram”

June 4, 2018
Colliq Pujié : Mengenal Perempuan Penggerak Literatur Kuno Bugis

Colliq Pujié : Mengenal Perempuan Penggerak Literatur Kuno Bugis

June 1, 2018

Roel Mustafa : Mengidamkan 1000 Janda

November 5, 2017
Load More

Tentang Kami

Dewantara adalah situs informasi seputar kebudayaan khususnya lingkup pendidikan. Berisi artikel, berita, opini dan ulasan menarik lainnya. Dihuni oleh para penulis dan praktisi berpengalaman.

E-mail: jejaringdewantara@gmail.com
Yayasan Bintang Nusantara

Follow Us

Category

  • Advetorial
  • Dari Anda
  • Galeri
  • Garis Waktu
  • Internasional
  • Jejak
  • Jendela Dunia
  • Kabar
  • Kakiku
  • Komunitas
  • Mahasiswa
  • Nasional
  • Opini
  • Praktisi
  • Profil
  • Sains
  • Seni Budaya
  • Siswa
  • Sosok
  • Tips
  • Uncategorized

Popular

  • SMPN 5 Cilegon Serius untuk Jadi Sekolah Rujukan Google

    SMPN 5 Cilegon Serius untuk Jadi Sekolah Rujukan Google

    34 shares
    Share 14 Tweet 9
  • “Bahasa Melayu Sebagai Lingua Franca Masa Kurun Niaga”

    33 shares
    Share 13 Tweet 8

Recent News

LAZISNU Kota Cilegon Menebar Manfaat melalui Berbagi Takjil Gratis

LAZISNU Kota Cilegon Menebar Manfaat melalui Berbagi Takjil Gratis

March 23, 2025
Peresmian Ruang Kelas Masa Depan oleh Dirut PT.SPC Raymond, Direktur wilayah EMEA Google for Education Colin dan Staf Khusus Menteri Kemendikdasmen Rowi.

Google dan SPC Luncurkan ‘Ruang Kelas Masa Depan’, Kemdikdasmen, Pemprov Banten, dan KSRG Dukung

March 12, 2025

© 2018 Dewantara.id

No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • Internasional
  • Advetorial
  • Sosok
  • Jejak
  • Seni Budaya
  • Opini
  • Komunitas
  • Sains
  • Redaksi

© 2018 Dewantara.id

Go to mobile version