Jangan jadi wirausaha kalau tidak bahagia.
Aytekin Tank adalah CEO dan founder Jotform.com, sebuah media digital yang bergerak di landasan aplikasi smartphone dan web. Jotform berisi contoh lamaran pekerjaan, perjanjian bisnis dan diskursus kalangan profesional. Namun dalam artikel medianya, ia menulis gamblang: “Jangan Jadi Wirausaha”.
Tersebutlah seorang Sarah yang bekerja di Guardian selama hampir sepuluh tahun. Ia memulai karir sebagai staf penjualan level bawah hingga naik jajaran eksekutif. Penghasilannya melebihi 100 ribu US Dollar setahun, bekerja sama baik dengan bawahan dan hidupnya teratur.
Namun rekan-rekan dan sejawat Sarah yang wirausaha sering mencandainya dengan istilah “nine to fiver” atau berangkat pagi pulang malam. Tidak punya impian yang tinggi, tidak mau berubah dan sebutan-sebutan lain yang tenar jadi kalimat pembuka agen MLM . Ini sangat mengganggu, ujarnya.
Ia menghargai mimpi teman-temannya yang bergelut dalam impian menciptakan Apple, Google, Starbuck dan Facebook model baru. Sarah sudah sangat bahagia ketika akhir pekan bisa beristirahat sementara temannya masih bekerja.
Belum pula usia 30-an, ia telah berhasil liburan keliling dunia saat liburan panjang. Mengunjungi keluarganya, berkumpul dengan teman-teman. Sementara teman wirausahanya malah semakin menjauh dari keluarganya. Apalagi jika Sarah dapat bonus akhir tahun…
Apa perbedaan entrepreneurship dan karyawan-ship?
Aytekin menyebut, ia memilih jalan wirausaha bukanlah pilihan bodoh. Dengan pilihan yang Aytekin buat, terciptalah Jotform dengan pengguna aktif sebanyak 12 juta orang selama 4 tahun terakhir. Aytekin bersyukur di Jotform ia bisa bekerja dengan karyawan terbaik. Ia menimpali, jika pun tidak meninggalkan dunia profesional menjadi karyawan saat itu, keadaan juga tidak buruk sama sekali –setidaknya buat sebagian orang.
Disadur dalam Jotform.com, Aytekin menyebut di akhir abad 21, status “karyawan-ship” lebih mendapat cibiran ketimbang entrepreneurship. Cerita tentang Sarah barusan, adalah keuntungan menjadi karyawan lebih punya banyak waktu ketimbang wirausaha.
Membedah wirausaha, membedah tujuan
Jika semangat dan impian wirausaha adalah kebahagiaan, fleksibilitas waktu, kesejahteraan dan ketenaran, maka itu menjadi jalan yang sangat terjal (bahkan hampir mustahil). Aytekin tidak berniat mengecilkan minat wirausahawan, namun jika alat ukur yang dipakai adalah kebahagiaan, fleksibilitas waktu, kesejahteraan dan aktualisasi diri maka harus dicerna mendalam. Dalam frase “impian malah jadi bencana” dapat dijelaskan melalui sindrom post-marathon, keadaan kelelahan, putus asa dan kesedihan setelah mengejar sesuatu.
Banyak wirausahawan pemula sering membayangkan dirinya sendiri dengan kehidupan yang penuh tantangan dari dunia wirausaha, tapi kenyataan lebih pahit dari bayangannya. Memperkuat diri dengan kalimat inspiratif: Saya akan bahagia jika…
Saya akan bahagia jika punya perusahaan sendiri, saya akan bahagia jika punya waktu sendiri, saya akan bahagia jika memiliki karyawan sendiri, saya akan bahagia jika berpenghasilan 100 juta sebulan, saya akan bahagia jika dapat menjual ide dan menjadi jutawan, dan lain-lain.
Apakah benar demikian? Tentu kondisi per orang berbeda-beda. Aytekin bercerita, kebahagiaan ini justru tidak berhubungan dengan dunia entrepreneur—terkait dengan fleksibilitas waktu, kesejahteraan dan aktualisasi diri. Kita lihat satu persatu:
Saya bahagia sebagai entrepreneur akan memiliki waktu lebih luang. Waktu Aytekin membangun Jotform justru banyak menyita waktu. Semakin besar perusahaan yang dia kelola, maka semakin waktu dicurahkan untuk Jotform. Setelah 12 tahun, tanggung jawab malah semakin besar: mengelola, merekrut, menjalankan dan meningkatnya kekhawatiran. Saya membawahi sedemikian besar karyawan yang juga tulang punggung keluarga. Saya kerja 40 jam sepekan dan 40 jam berikutnya diliputi rasa khawatir masa depan. Apakah benar-benar fleksibel waktu saya?
Saya bahagia sebagai entrepreneur akan lebih sejahtera dibanding karyawan. Jotform telah menjadi media besar dan menyejahterakan saya dan tim. Hanya saja dibalik kesuksesan perusahaan akan ada seribu cerita kegagalan menyertai. Cerita sang entrepreneur sukses bak Cinderella sering digaungkan media, sebaliknya media tentu tidak akan menceritakan sang entrepreneur lain yang gagal. Tak ada cerita indah manakala hutang menumpuk karena ide dan dagangan kita tak laku di pasaran. Saya ragu jika kita mengincar kekayaan dengan jalan entrepreneur, karena hal itu terjadi kasuistis. Kecuali dengan ide langka dan menjual barang baru mungkin bisa saja. Pendapatan wirausaha perintis di Amerika berkisar 5 dollar per jam. Yang sudah mapan bisa 62 dollar per jam. Itu sangat jauh dari kata jutawan.
Saya bahagia sebagai entrepreneur akan lebih tenar. Miskonsepsi yang juga salah membedakan antara aktualisasi dan ketenaran. Entrepreneur seperti Elon Musk dan Zuckerberg memang sangat tenar, namun kebanyakan entrepreneur lain jarang atau malah tidak dikenal sama sekali. Daripada jadi berita utama media, saya memilih berkebun dan menghabiskan waktu bersama keluarga.
Jadi jika Anda melihat bahwa fleksibilitas waktu, kesejahteraan dan ketenaran, Anda akan sadar bahwa jalan entrepreneur bukanlah jalan terbaik. Entrepreneurship bukanlah sebuah jalan dimana jika semua orang bilang itu keren atau jika Anda beranggapan takdir Anda adalah seorang wirausaha maka teman Anda harus jadi wirausaha. Hingga kemudian mencibir bahkan memperolok mereka yang malah bahagia dengan jalan karyawan yang dipilih. Sementara kita terus berjalan di “impian” bahwa kitalah Elon Musk dan Zuckerberg selanjutnya, sambil membuang hal-hal esensi yang bikin kita bahagia: waktu dengan keluarga, berkumpul dengan teman dan menghibur diri sendiri.
Jika Anda mencari waktu yang longgar, carilah perusahaan yang bersahabat. Jika ingin kesejahteraan carilah perusahaan bidang pertambangan, perbankan, start-up unicorn atau properti. Tentu saja kesejahteraan dan waktu luang bisa ditemukan di wirausaha, namun tidak semudah cerita Cinderella. Sebelum membuat keputusan menjadi wirausaha atau karyawan profesional, ingatlah apa yang membuat kita bahagia dan ukur diri kita masing-masing. Yang penting fokus apa yang kita kerjakan.