Sebagai seorang yang pernah berprofesi jurnalis, Celeste Headlee tahu trik-trik agar seseorang mau membuka mulut dan mengeluarkan pernyataan dan idenya. Sebab seringkali dalam kasus tertentu, seseorang enggan memberi komentar, bahkan jika si penanya terkesan ofensif.
Tahap ketiga agar memulai perbincangan menarik adalah membuat pertanyaan yang membutuhkan penjelasan. Ilmu ini diambil semasa Headlee menjadi jurnalis. Menghadapi beragam karakter orang sambil dikejar tenggat waktu agar sang narasumber setidaknya mau merespon. Mulailah dengan 5W1H (What, Where, When, Whom, Why, How). Tips ini setidaknya menanyakan pertanyaan standar untuk dijawab. Namun sisi kejelian penanya berperan disini. Jika Anda menanyakan ‘Apakah Anda takut?”, narasumber sebagian besar menjawab, ‘ Ya saya takut’. Cobalah menambah elemen rasa. Contoh; Ketakutan apa yang Anda rasakan? Biarkan mereka mengelaborasinya. Hanya saja penambahan elemen rasa harus di saat yang tepat. Jangan seperti stereotip pertanyaan bencana ketika si wartawan menanyakan korban dengan pertanyaan bodoh: Seperti apa perasaan Bapak setelah kehilangan keluarga? Si wartawan sedang khilaf berkepanjangan.
Proses mengelaborasi pernyataan membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan butuh perenungan yang cukup (tidak hanya sekedar reaksi semata). Bagi si penanya akan dapat respon yang berisi dan titik mula sebuah percakapan yang menarik.
Keempat, ikuti saja arus topik pembicaraan. Ini agak rumit karena membahas bagaimana mengelola apa yang terlintas di kepala kita. Terkadang ada situasi ditengah perbincangan yang asyik baik si pembicara maupun si penerima terlintas memori lama, dejavu, teori lama bahkan topik bahasan yang dirasa harus dikeluarkan di saat yang tepat. “Nanti saja aku ungkapkan setelah tema ini kelar,” begitu pikiran kita sebagian. Semakin lama kita memendam momen tersebut, semakin lama pula kita tidak mendengarkan lawan bicara. Keluarkan saja. Contoh dalam lamaran kerjasama:
X: Apakah Anda berpengalaman di bidang konstruksi sipil? Bisa ceritakan dimana, kapan dan di perusahaan apa Anda terlibat konstruksi?
Y: Saya mulai terlibat sejak 2011, 8 tahun. Banyak sudah klien yang menyewa perusahaan kontraktor saya. Sekitar 2017 saya dan tim mengerjakan Jalan Layang Pancoran.
X: (Tiba-tiba teringat momen lama) Oh, yang bikin macet parah itu ya. Kok bisa sih macetnya separah itu?
Y: Oh, itu karena…
Jika saja, si X tetap pada jalurnya untuk membiarkan Y bercerita pengalaman kerjasamanya, lalu membiarkan memori yang selintas lalu soal jalan layang Pancoran tidak diungkapkan, X tidak akan mendengarkan sisa penjelasan dari Y. Si X masih berpikir apa yang menyebabkan kemacetan tersebut, apakah berbarengan dengan proyek lain? Apa tidak ada studi kelayakan lalu lintas? Apakah dampaknya signifikan ketika sudah jadi? Hal ini menimbulkan pertanyaan demi pertanyaan lanjutan di benak X.
Mengeluarkan dengan spontan selama tidak mencederai atau melukai perasaan lawan bicara memang sah-sah saja. Disini peran etika dalam komunikasi berperan. Semisal ada yang tidak pantas dikeluarkan di percakapan namun terlintas di kepala, maka simpan saja sebagai konsumsi pribadi dan ungkapkan di lain waktu.
Bersambung…
Tulisan ini adalah bagian kedua dari lima tulisan tentang komunikasi.
Bagian tulisan mengenai komunikasi bisa dibaca pada tautan di bawah ini:
Bagaimana membuat perbincangan menarik? (Bagian 1)
Bagaimana Membuat Perbincangan Menarik? (Bagian 3)
Bagaimana Membuat Perbincangan Menarik? (Bagian 4)