Puluhan huruf alfabet sedang bermain di taman pagi itu. Satu di antaranya adalah A. Berbagai mainan ada di taman itu. Mulai dari ayunan, perosotan, kotak pasir, mobil-mobilan dan sebagainya.
B sedang seru-serunya bermain ayunan saat itu. Tapi tiba-tiba A datang lalu merebut ayunan B sambil berkata, “Sini ayunannya, aku ingin main.”
“Tunggu sebentar A, aku belum puas bermain,” jawab B sambil memelas.
A tidak mau mendengar penjelasan B. Ia tetap mengambil ayunan dan menggeser B dari tempat duduk ayunan.
“Aku lebih penting dari kamu B. A selalu ada hampir di setiap kata dibandingkan kamu,” kata A sambil membusungkan dada.
Mendengar jawaban A, B lantas pergi meninggalkan ayunan sambil sesenggukan menangis. A tidak peduli. Ia sudah asyik bermain ayunan, maju mundur mengikuti gerak ayunan sambil sesekali berteriak.
Bosan dengan ayunan, A berhenti. Ia melihat ke sekitar dan dilihatnya C, D, F dan G tengah bermain perosotan. A kemudian berlari ke arah perosotan. Sesampainya di depan 4 temannya, A berkacak pinggang.
“Kamu, C, D, F dan G pergi semuanya dari perosotan. Aku mau bermain sendiri,” kata A sambil menunjuk keempat temannya satu persatu.
“Kenapa tidak bermain bersama kami saja A,” jawab C.
“Tidak mau, kalian tidak penting jika dibandingkan denganku. Aku hanya mau bermain dengan I, U, E dan O saja,” ujar A dengan ketus.
“Tapi kan I, U, E dan O sedang tidak ada di sini juga. Lagi pula apa pentingnya kalian dibandingkan kami?” tanya D berusaha membantu C agar tetap dapat bermain bersama di perosotan.
“Tidak mau. Kenapa aku, I, U, E dan O penting. Karena kami selalu ada hampir di setiap kata saat manusia berbicara dan menulis. Kalau tidak ada kami, tidak mungkin ada kata dan tulisan,” kembali A menjawab dengan sombong.
“Apa misalnya?” tanya F dan G secara bersama-sama.
“Kalian lihat saja. Kamu C dan D, bagaimana mungkin bisa orang bicara dan menulis ‘canda’ jika tidak ada aku A. Lalu kamu F dan G, bagaimana bisa orang ngomong dan menulis ‘fatamorgana’ jika tidak ada aku, A.”
Merasa kalah berdebat, C, D, F, dan G akhirnya meninggalkan perosotan sambil menggerutu. Sementara A tidak peduli, seperti ketika mengambil ayunan dari B. Ia naik turun perosotan saja sesuka hati sendirian.
Selang lima menit kemudian, A kembali mulai merasa bosan bermain perosotan. Ia lalu menengok ke belasan anak yang sedang bermain pasir di kotak pasir. Ia pun berlari menuju mereka.
Dengan sombong, A kembali mengusir belasan huruf lainnya yang sedang bermain pasir. Dan tidak lama pula, ia kembali merasa bosan. Ia pun berpaling kembali melakukan hal yang sama kepada beberapa huruf yang sedang bermain mobil-mobilan.
Hal yang sama kembali disombongkan A kepada huruf-huruf yang lainnya. Merasa paling penting dibandingkan dengan huruf alfabet lainnya.
Hingga akhirnya tinggal sendirian A di taman tanpa satupun huruf lainnya. Selang beberapa menit, murid-murid sekolah dasar (SD) di sebelah taman datang untuk bermain. Namun sesuatu yang aneh terjadi ketika para anak-anak SD itu bermain.
Mereka tidak bisa berbicara seperti biasanya. Hanya huruf A saja yang keluar dari mulut mereka. Sebagian dari mereka kemudian berusaha menulis untuk berkomunikasi satu sama lain. Tapi huruf yang tertulis hanya huruf A saja.
Karena tidak dapat berkomunikasi, anak-anak SD tersebut lalu kesal dan menangis. Melihat hal tersebut, A merasa bersalah. Sebab tanpa huruf alfabet lainnya ternyata ia bukanlah apa-apa. Tanpa huruf-huruf alfabet lainnya pula, anak-anak itu tidak dapat berbicara dan menulis untuk berkomunikasi.
A kemudian mendatangi teman-teman huruf alfabet lainnya untuk meminta maaf. Ia menyadari semua huruf memiliki peran masing-masing dalam pembentukan kata dan tulisan.
Huruf-huruf lainnya akhirnya memaafkan A dengan catatan ia tidak mengulangi perbuatannya. A bersama huruf alfabet lainnya akhirnya kembali bermain di taman.
Anak-anak SD yang tadinya kesulitan, akhirnya kembali bisa berbicara dan menulis karena semua huruf sudah bermain di taman. Huruf alfabet dan anak-anak SD itu pun akhirnya bermain gembira bersama-sama di taman hingga siang hari.