Dewantara
  • Home
  • Nasional
  • Internasional
  • Advetorial
  • Sosok
  • Jejak
  • Seni Budaya
  • Opini
  • Komunitas
  • Sains
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • Internasional
  • Advetorial
  • Sosok
  • Jejak
  • Seni Budaya
  • Opini
  • Komunitas
  • Sains
  • Redaksi
Dewantara
No Result
View All Result
Home Seni Budaya

Revolusi Indonesia Lewat Layar Lebar

dewantara.id by dewantara.id
April 15, 2020
in Seni Budaya, Siswa
0
Revolusi Indonesia Lewat Layar Lebar
32
SHARES
1.6k
VIEWS
Share on TwitterShare on Facebook

KEDUA FILM yang kami saksikan bercerita tentang sekelumit dinamika kehidupan masyarakat Indonesia pada masa awal kemerdekaan Indonesia, sekitar tahun 1945-1950.


Dalam narasi pembelajaran sejarah, kehidupan masyarakat di awal kemerdekaan banyak digambarkan penuh penderitaan akibat pertempuran dan kekacauan. Macam-macam pertempuran yang terjadi akibat kedatangan kembali pasukan sekutu dan NICA yang tidak rela wilayah Indonesia bebas merdeka. Sedangkan kala itu, kekacauan internal pun juga cukup kuat terjadi karena pemerintah belum sepenuhnya memegang kendali dan dapat memastikan keamanan masyarakat.

Banyak tindakan kriminal terjadi, kadang diiringi oleh aksi terorganisir yang mengarah pada kelompok sosial Priyayi, Eropa, dan Tionghoa. Di sini kami akan membahas mengenai kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia pada masa itu digambarkan lewat dua film yang mengambil latar kehidupan masyarakat pada situasi awal kemerdekaan. Dua film tersebut yaitu “Kereta Api Terakhir” dan “Lewat Djam Malam”.

Tentu saja, kami juga mencoba untuk menyisipkan, memberikan pandangan kami sebagai penulis keroyokan mengenai kehidupan masyarakat Indonesia saat itu.

Baiklah, film pertama yang akan kami bahas adalah film “Kereta Api Terakhir”. Film ini diangkat menjadi film berdasarkan novel karya Pandir Kelana, dibawah arahan Mochtar Soemoedimedjo.

Film ini sendiri berlatar revolusi kemerdekaan melawan bangsa Belanda yang diawali dengan masuknya pasukan TNI Siliwangi ke Yogyakarta karena dilanggarnya perjanjian Linggarjati pada tahun 1946.

Perjanjian Linggarjati sendiri terjadi karena Jepang menetapkan status quo di Indonesia, sehingga menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda yang salah satunya ditandai dengan peristiwa 10 November di Surabaya. Namun, Perjanjian Linggarjati tidak berjalan dengan baik, dikarenakan Indonesia berkedaulatan penuh, sedangkan Belanda menganggap bahwa mereka bisa membentuk Negara Indonesia Serikat.

Film ini menggambarkan konflik antara pasukan Belanda dengan pihak Indonesia yang ingin mempertahankan kemerdekaannya. Jelas Belanda memang belum mau menyerah kepada Indonesia. Ya, Belanda tidak rela Indonesia merdeka. Salah satu caranya yaitu dengan merebut kota besar di Indonesia, termasuk juga berusaha menguasai jalur kereta api yang menjadi sarana transportasi utama masa itu.

Kereta api adalah transportasi satu-satunya yang menjadi penunjang kegiatan seluruh daerah di Indonesia kala itu. Digambarkan dalam film tersebut, penugasan Letnan Sudadi pun dianggap perlu guna mengawal kereta api pertama menuju Yogyakarta dari Purwokerto, pun Letnan Tobing dan Letnan Firman bertugas untuk mengawal kereta api yang terakhir.

Setelahnya cerita pun kian menanjak. Perjalanan kereta api yang terakhir mengalami banyak hambatan, jalur kereta terputus karena banyak dihujani peledak dan peluru, terlebih Belanda menyasar kereta yang mengangkut rakyat Indonesia dan mengeluarkan serangan dari udara. Belanda juga membakar dan mengambil alih gerbong – gerbong kereta api, sehingga banyak pejuang dan rakyat yang gugur. Setelah kejadian ini, para penumpang berjalan kaki, bergerilya untuk melanjutkan pergi ke tempat yang ditujunya karena mereka merasa lebih aman jika berjalan kaki.

Kehidupan masyarakat Indonesia ketika itu memang masih sangat sederhana, tenaga medis juga sedikit, bersyukur masyarakat kuat dalam bergotong royong membenarkan jalur kereta api yang rusak karena perang. Terlihat memang semangat untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sangat tinggi dan kuat. Perbedaan agama pun disikapi dengan sangat toleran.

Cuplikan Film Kereta Api Terakhir (1981)

Di film ini, Belanda terlihat ingin sekali merusak perjalanan kereta api terakhir tadi. Sebabnya jelas. Kereta api tersebut, yang membawa penumpang mengungsi ternyata juga membawa berkas – berkas dokumen (yang dianggap) penting. Singkatnya, jika Belanda berhasil mengambil alih jalur kereta api terakhir, maka Indonesia akan lumpuh dan Belanda berhasil berkuasa kembali.

Dengan demikian, masuk akal ketika hampir di setiap stasiun, Belanda menyerang dan menghabisi semua yang ada disekitar stasiun dengan pesawat temput. Mereka, para prajurit Belanda itu diperintahkan untuk merebut kembali Pemerintahan Indonesia via jalan kekerasan (agresi militer).

Walhasil, setiap hari korban berjatuhan. Tiap gelombang masyarakat yang melakukan migrasi ke Yogya dengan kereta maka di setiap kesempatan itu pula setiap harinya pesawat Belanda datang untuk menghancurkan barisan. Sejatinya, apabila Belanda tidak melanggar perjanjian Linggarjati, rakyat Indonesia tidak akan berbondong-bondong berangkat dengan kereta untuk meresikokan nyawanya pergi ke Yogya.

Tak hanya diperlihatkan bagaimana keadaan sosial dan ekonominya, film ini juga dikemas dengan drama percintaan antara Firman dan dua Retno yang ternyata merupakan gadis kembar. Pada film ini, Mochtar Soemoedimedjo turut menggambarkan kesan heroik melalui tokoh Sersan Tobing sebagai sosok yang sangat pemberani.

Pada akhir tahun 2019 film “Kereta Api Terakhir” merupakan salah satu film yang telah di restorasi oleh Pusbangfilm Kemdikbud.

Program Restorasi Film ini bertujuan untuk menyelamatkan film Indonesia yang berusia lebih 50 tahun sehingga dapat ditonton kembali sebagai bahan pembelajaran baik dari segi teknik produksi film maupun sejarah Indonesia. Film ini menjadi pilihan para kurator untuk di restorasi, karena merupakan salah satu film super kolosal yang melibatkan sekitar 15.000 pemain, yang mengisahkan tentang perjuangan revolusi tahun 1945 – 1947.

Poster Film Lewat Djam Malam | wikipedia

Film kedua yang kami saksikan adalah film yang berjudul “Lewat Djam Malam”. Film ini di garap pada tahun 1954, dan di sutradarai oleh Usmar Ismail. Melalui film ini, Usmar Ismail menggambarkan situasi yang mendekati realita dari yang dihadapi masyarakat Bandung pada tahun 1950-an.

Menurut Sitor Situmorang, film tersebut merupakan “Drama Psikologis Modern” pertama di Indonesia. Film ini pun telah meraih penghargaan bersama sebagai Film Terbaik Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1955 bersama dengan film lainnya, dan aktor pemeran Iskandar, yaitu A. N. Alcaff juga berhasil terpilih sebagai Aktor Terbaik dalam ajang yang sama.

“Lewat Djam Malam” merupakan film yang menceritakan tentang situasi rakyat dan tentara ketika baru saja proklamasi kemerdekaan Indonesia disiarkan dan kemudian berusaha untuk menerapkan jam malam di Kota Bandung. Film yang dikemas dengan genre drama ini, juga mensisipkan kisah percintaan antara Iskandar dan Norma.

Cerita dalam film dimulai ketika Iskandar sebagai tokoh utama memutuskan untuk meninggalkan dinas ketentaraannya dan memulai kehidupan baru sebagai penduduk sipil dengan meminta bantuan kekasihnya, yaitu Norma. Setelah itu, Iskandar ingin mencari pekerjaan, dan saat itu pula, ia baru mengetahui bahwa sudah terjadi korupsi dimana-mana.

Iskandar marah ketika ia bertemu dengan atasannya Gunawan yang gemar melakukan korupsi. Ia menyekap Gunawan dan menjadikannya sebagai tawanan serta meminta Gunawan untuk mau mengakui kesalahannya, namun usaha itu sia-sia. Usaha yang gagal itu memunculkan niat Iskandar untuk menembak Gunawan. Setelah melakukan hal itu, Iskandar lupa akan jam malam yang telah ditetapkan.

Dari film ini, dapat diketahui bahwa betapa rapuhnya pemerintahan Indonesia pada saat itu, dengan memberlakukan jam malam. Tujuan utama diberlakukannya jam malam, adalah untuk mengawasi gerak-gerik suatu kelompok tertentu.

Peraturan yang dikeluarkan pemerintah mengenai jam malam pada waktu itu, adalah “barangsiapa yang masih berada di luar rumah mereka pada jam yang sudah ditentukan, maka orang tersebut akan ditangkap atau bahkan dibunuh ditempat dengan cara ditembak.”

Selain itu, masyarakat harus melanjutkan hidup mereka yang sempat terpotong karena Agresi Belanda. Dua pemimpin tertinggi tentara kala itu, AH Nasution dan TB Simatupang melakukan penataan ulang militer yang memerlukan jumlah uang yang banyak sehingga membuat bekas pejuang menjadi semakin gelisah. Hanya prajurit yang berlatar belakang pendidikan kemiliteran Belanda (KNIL) yang akan diperhitungkan. Lainnya, mulai dari prajurit eks PETA, hingga relawan, tidak dipakai lagi. Dari film ini, kehidupan masyarakat pada saat itu sangat terkekang dengan diberlakukannya jam malam yang telah ditetapkan pemerintah. Tetapi, hal itu harus tetap dilaksanakan demi mengurangi kekacauan sipil.

Usmar Ismail, Sutradara Lewat Djam Malam dan Bapak Film Nasional | aktual.com

Film ini kembali diputar pada 18 Juni 2012, setelah melalui proses restorasi di Laboratorium L’Immagine Ritrovata, Bologna, Italia dan bekerjasama dengan National Museum of Singapore (NMS) dan World Cinema Foundation. Proses ini berlangsung antara Agustus 2011 sampai beberapa bulan sebelum premier pada tahun 2012. Film ini juga diputar pada pembukaan sub-festival Cannes Clasic dalam ajang Festival de Cannes 2012 di Cannes, Prancis.

Film “Lewat Djam Malam” meninggalkan perasaan nostalgia setelah selesai menonton. Gambaran kisah percintaan pada zaman itu, layaknya seperti pada pasangan yang biasa mabuk asmara. Ada rasa setia yang kuat sehingga membuat para penonton merasakan adanya kehangatan dalam pesan yang disampaikan.

Demikian pula dengan sikap pemberani seorang tokoh Iskandar. Tokoh tersebut seolah menunjukkan kepada penonton untuk selalu berani membela kebenaran, walaupun nantinya bisa saja menerima resiko yang tak terduga.

Dari kedua film tersebut banyak pesan moral yang bisa kita dapatkan. Banyak sekali pahlawan yang memperjuangkan Indonesia, banyak pula yang gugur terhormat dalam memperjuangkan bangsa. Rakyat Indonesia telah membuktikan bahwa siapapun tidak berhak mengambil hak hidup dan menetap.

Catatan sejarah dituliskan secara jelas bahwa Indonesia, sampai kapanpun tidak gentar dan siap tempur melawan apapun yang mengancam haknya. Poin penting lainnya juga menyiratkan bahwa kepercayaan dan tekad selalu menjadi pedoman dalam berjuang. Terlebih ketika tentara dan rakyat bersatu dan siap memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

*Tim Penulis SMA Fons Vitae 1 Marsudirini Jakarta (Phoebe Kimberley, Ivana C, Vina Aulia, dan Maria Angelica)

 

Tags: Film nasionalmasa revolusi kemerdekaan indonesiaReview filmUsmar ismail
Tweet8Share13Share3Share
dewantara.id

dewantara.id

Related Posts

Suguhan Sekian Semesta dalam Dr.Strange: Multiverse of Madness

Suguhan Sekian Semesta dalam Dr.Strange: Multiverse of Madness

May 11, 2022
Review Serial Hitam: Zombi Masuk Desa

Review Serial Hitam: Zombi Masuk Desa

August 17, 2021
The Falcon and Winter Soldier: Sambutlah “Black Captain America” yang Humanis dan Politis

The Falcon and Winter Soldier: Sambutlah “Black Captain America” yang Humanis dan Politis

June 9, 2021
A Quiet Place II: Tegang dan Seru Selevel Jurassic Park Lost World dan I’m Legend

A Quiet Place II: Tegang dan Seru Selevel Jurassic Park Lost World dan I’m Legend

June 9, 2021
Ulas Serial ‘Girl From Nowhere: Season 1’: Setan Itu Hanya Menggoda

Ulas Serial ‘Girl From Nowhere: Season 1’: Setan Itu Hanya Menggoda

June 7, 2021
Menyelami Masa Revolusi Indonesia lewat Idrus

Menyelami Masa Revolusi Indonesia lewat Idrus

April 18, 2020
Mentari di Raja Ampat: Wisata Terestrial Berbasis Konservasi

Mentari di Raja Ampat: Wisata Terestrial Berbasis Konservasi

January 24, 2020

Jakarta Sentris

November 28, 2019
Load More

Tentang Kami

Dewantara adalah situs informasi seputar kebudayaan khususnya lingkup pendidikan. Berisi artikel, berita, opini dan ulasan menarik lainnya. Dihuni oleh para penulis dan praktisi berpengalaman.

E-mail: jejaringdewantara@gmail.com
Yayasan Bintang Nusantara

Follow Us

Category

  • Advetorial
  • Dari Anda
  • Galeri
  • Garis Waktu
  • Internasional
  • Jejak
  • Jendela Dunia
  • Kabar
  • Kakiku
  • Komunitas
  • Mahasiswa
  • Nasional
  • Opini
  • Praktisi
  • Profil
  • Sains
  • Seni Budaya
  • Siswa
  • Sosok
  • Tips
  • Uncategorized

Popular

  • SMPN 5 Cilegon Serius untuk Jadi Sekolah Rujukan Google

    SMPN 5 Cilegon Serius untuk Jadi Sekolah Rujukan Google

    34 shares
    Share 14 Tweet 9
  • “Bahasa Melayu Sebagai Lingua Franca Masa Kurun Niaga”

    33 shares
    Share 13 Tweet 8

Recent News

LAZISNU Kota Cilegon Menebar Manfaat melalui Berbagi Takjil Gratis

LAZISNU Kota Cilegon Menebar Manfaat melalui Berbagi Takjil Gratis

March 23, 2025
Peresmian Ruang Kelas Masa Depan oleh Dirut PT.SPC Raymond, Direktur wilayah EMEA Google for Education Colin dan Staf Khusus Menteri Kemendikdasmen Rowi.

Google dan SPC Luncurkan ‘Ruang Kelas Masa Depan’, Kemdikdasmen, Pemprov Banten, dan KSRG Dukung

March 12, 2025

© 2018 Dewantara.id

No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • Internasional
  • Advetorial
  • Sosok
  • Jejak
  • Seni Budaya
  • Opini
  • Komunitas
  • Sains
  • Redaksi

© 2018 Dewantara.id

Go to mobile version