Buku ini menarik untuk seluruh masyarakat Kampung SAPORKREN, Distrik Waigeo Selatan, Kabupaten Raja Ampat yang menjadi Kampung Konervasi dan turut mendukung kelestarian habitat si Burung Surga endemik (Cenderawasih Merah dan Cenderawasih Botak)
Siapa yang tidak kenal Raja Ampat? Kepulauan yang tepat di kepala burung Papua telah menggaung hingga ke luar negeri dan termasuk 10 (sepuluh) daftar destinasi wisata bahari dan penyelaman bawah laut terbaik di dunia. Sensasi lain yang tidak kalah menarik yang ditawarkan oleh Kabupaten Raja Ampat adalah proses yang diterbitkan mentari pagi di ufuk timur dengan membahas latar belakang pulau-pulau kecil, membahas kompilasi kita tepat di Puncak Piaynemo dan Wayag.
Keindahan Raja Ampat telah berhasil menghipnotis para wisatawan dalam negeri dan manca negara untuk wisatawan luar negeri. Singkat kata, bak matahari sebagai sumber energi utama dan sumber kehidupan, Raja Ampat telah menjadi salah satu pusat tujuan wisata dunia dan menjadi sumber ekonomi unggulan ekowisata di wilayah timur nusantara.
Di balik semua keunggulan tersebut di atas, ternyata Raja Ampat masih menyimpan potensi wisata daratan (terestrial) untuk dikembangkan dan terpadu wisata bahari yang telah ada dan mendunia. Wisata daratan berdasarkan prioritas memiliki tujuan khusus. Tempat ini merupakan kawasan strategis. Pemerintah Kabupaten Raja Ampat sangat antusias mendukung wisata yang didasarkan pada pemerintah meyakini melalui kegiatan ini, kesejahteraan masyarakat Raja Ampat dapat meningkat dan tidak langsung memberikan bantuan yang bertanggung jawab dalam konservasi kelestarian kawasan konservasi.
Gambar: Bukit Piaynemo
Wisata daratan yang telah dicoba untuk dikembangkan Pemerintah Daerah Raja Ampat saat ini adalah wisata burung Cenderawasih Botak (Cicinnurus respublica) dan Cenderawasih Merah (Paradisaea rubra) di Kampung Saporkren yang berbatasan langsung dengan Cagar Alam Waigeo Barat. Sebenarnya ada 2 lokasi tempat diskusi Cenderawasih yaitu di Distrik Saporken dan Distrik Sawinggrai. Untuk menyaksikan Cenderawasih Botak wisatawan mengenakan tarif Rp 300.000, – per orang, sedangkan untuk melihat Cenderawasih Merah dikenakan biaya Rp. 150.000, -, tarif harga pengamatan Cenderawasih Botak lebih mahal karena jenis ini cukup sulit dijumpai dan sangat sensitif terhadap aroma dan gerakan.
Untuk dapat menyaksikan Cenderawasih langsung, bermodalisi dan semangat saja tidak cukup, sangat dibutuhkan Keberuntungan. Michael Plat, Ia salah satu orang yang paling beruntung di muka bumi, ia dapat menyaksikan Cenderawasih Botak menari-nari, sampai-sampai Ia menangis terharu, sungguh salah satu ciptaan Tuhan yang sangat indah. Michael Plat tidak memegang memegang tangis kala itu, seketika Ia memeluk erat salah satu petugas BBKSDA Papua Barat (Enjang) yang mendampinginya dan Ia berikrar “Saya sudah tidak penasaran lagi dan saya akan mati dengan tenang, karena saya sudah melihat Cenderawasih Botak”. Masyarakat Papua memiliki kepercayaan yang cukup kuat pada Cenderawasih, mereka percaya bahwa Cenderawasih sebagai titisan bidadari dari surga.
Ekowisata Raja Ampat terus menebar aura positif bak efek bola salju, ibu PKK Kampung Saporkren ikut berkah dapat menjual konsumsi dan kerajinan tangan juga menyediakan alat selam. Semula KTH hanya memiliki satu homestay, namun saat ini hampir setiap anggota memiliki homestay. Dalam pengelolaan homestay, grup tani memiliki aturan utama tentang rumah homestay untuk wisatawan tidak dapat menggunakan sistem monopoli, tetapi dilakukan bergiliran pada anggota KTH. Perlahan tapi pasti, KTH Sarpokren kini menjelma menjadi pengusaha elit di Raja Ampat dan setiap hari tidak pernah sepi pengunjung. Usaha ekowisata yang dikembangkan masyarakat kemudian meluas, muncul usaha-usaha lain antara lain memulai wisata, hiking, wisata penelusuran goa (geopark) dan lain-lain.
Kampung Saporkren merupakan salah satu Kampung yang terletak di sisi Selatan Pulau Waigeo dan merupakan salah satu kampung yang memiliki kegiatan pengembangan wisata berbasis pelestarian alam, yaitu wisata mengamati Cenderawasih. Masyarakat sadar dan sukarela memelihara habitat dengan tidak merusak hutan dan tidak berburu Cenderawasih. Aktifitas masyarakat mendukung Cagar Alam Waigeo Barat dan mendukung dukungan pelestarian jenis Cenderawasih. Populasi Cenderawasih di CAWB cukup tinggi, namun tetap masyarakat Kampung Saporkren terhadap sumber daya hutan yang ada di sekitar CAWB juga masih tinggi, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam, pemanfaatan potensi lingkungan dan wisata alam di kawasan Cagar Alam sebenarnya tidak diamanahkan. Namun demikian, berdasarkan hasil kajian yang komprehensif dalam kerangka menyelamatkan kawasan cagar alam dari berbagai kebijaksanaan. Dasar pertimbangan utama untuk mengamati burung yang mau membantunya dan akan memunculkan tantangan bagi ekosistem.
Masyarakat Kampung Saporkren memiliki keahlian yang luas sebagai pemandu wisata yang memiliki hak cipta karena memiliki fungsi yang sesuai dengan kebutuhan wisata alam di wilayahnya. Masyarakat juga mendapatkan pengetahuan tentang pentingnya konservasi kelestarian dan manfaat ekonomi dari kegiatan ekowisata. Kampung Saporkren kemudian ditetapkan sebagai Model Desa Konservasi. melalui keputusan Kepala BBKSDA Papua Barat No. SK. 53 / 1V-18 / KSDA.PB-2/2015 Tanggal 22 Juni 2017. Pengunjung mancanegara yang pernah berkunjung ke Kampung Sarpokren antara lain Eropa, Amerika, Inggris dan Asia.
Melalui Buku ini, penulis memuat dan mempelajari menggugah kesadaran kita semua tentang ruang asal bumi Indonesia menggunakan mozaik keindahan yang harus senantiasa kita b bangga dan kita syukuri. Wisata terestrial di Raja Ampat semakin dibuka mata kita sebagai potensi wisata di Raja Ampat merupakan kekayaan sekaligus amanah yang harus kita jaga bersama. Saat ini wisata pengembangan di Raja Ampat telah dikembangkan antara wisata lainnya pengamatan burung, wisata religi, penelusuran goa (caving), wisata bukit karst, wisata air terjun, pelacakan, hiking, kesenian, budaya (sasi) dan lain-lain . Di samping hal tersebut, terjadi multiplier effect di lapangan dengan pergantian bisnis home stay, kerajinan masyarakat, souvenir, penyewaan alat selam, kuliner dan lain-lain. Dan yang lebih perlu menjadi perhatian bersama adalah potensi wisata daratan yang dapat memberikan kontribusi nyata bagi kesejahteraan masyarakat lokal, perlindungan alam / lingkungan dan memberikan ekonomi lokal. Disamping menguraikan wisata daratan, buku ini menjadi lebih menarik karena diselipkan kisah nyata petugas di lapangan yang paling mergang nyawa dalam upaya membahas keutuhan kawasan konservasi yang sangat menginspirasi.
Gambar: menjadi pemandu wisatawan asal Inggris
Pemerintah daerah Raja Ampat juga mendorong pengembangan destinasi wisata yang terintegrasi dengan wisata rohani. Pulau Sagawin yang tak berpenghuni menjadi salah satu contoh. Pulau ini terletak di antara pulau Salawati dan Pulau Batanta. Pada Pulau Sagawin telah berdiri sebuah patung ”Tuhan Yesus Memberkati” mengukur 20 meter yang berbahan dasar tembaga untuk memberkati wisatawan yang berkunjung. Pada sisi yang lain, bagian ujung Pulau Sagawin Selat Sagawin yang diperlukan sejarah. Selat Sagawin melewati pintu masuk Papua melalui jalur laut. Para misisonaris dan hamba Tuhan yang masuk ke Papua pasti melewati selat ini guna meminta injil.
Inovasi lain yang didukung misalnya penyelenggaraan festival bahari “Sail Raja Ampat” dan mendorong geologi melalui festival geopark. Geopark merupakan konsep pembangunan yang berbasis masyarakat dengan tujuan memuliakan warisan bumi dan mensejahterakan masyarakat sekitar. Wisata Geopark merupakan hal yang baru di Raja Ampat. Kegiatan festival penting dilakukan dalam rangka pengembangan dan pelestarian geologi. Pengembangan Geopark merupakan tujuan strategis untuk pelestarian sumber daya alam, peningkatan pendidikan dan peningkatan ekonomi masyarakat lokal.
Selain itu, bagi kemurahan alam, saat ini juga didukung oleh masyarakat umum. Salah satunya yaitu festival Suling Tambur. Festival ini dimulai dengan parade suling tambur dari peserta. Peserta berjalan beriringan sambil menabuh tambur dan berjalankan suling. Festival ini digelar dalam rangka melestarikan seni budaya / kearifan lokal Raja Ampat. Suling tambur merupakan budaya turun dari Raja Ampat dan biasa digunakan pada upacara adat, pernikahan, antar harta, acara besar dan lain-lain. Selain perlombaan suling tambur, masyarakat juga bisa melakukan kegiatan ekonomi seperti berdagang kuliner dan kerajinan tradisional.
Dalam perjalanananya, pengembangan wisata terestrial tidak lepas dari dukungan dan kerjasama antara Pemerintah Daerah Raja Ampat (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Lingkungan Hidup), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Balai Besar KSDA Papua Barat, tokoh masyarakat, Konservasi Internasional dan Fauna & Flora Internasional dan seluruh pemangku kepentingan. Di dalam pendukung pembangunan yang mendukung wisata bahari, pemerintah Kabupaten Raja Ampat terus berbenah melalui pengembangan usaha, perbaikan infrastruktur jalan dan transportasi, pengembangan sarana komunikasi (go digital), pendampingan dan lain-lain.