Alkisah ada seekor semut hitam yang berbeda dari yang lain. Dia tidak lagi merasa punya ikatan dengan kelompoknya, dia tak benar-benar merasa seperti semut kebanyakan.
Dia acuh ketika berpapasan dengan semut lain. Dia merasa asing dikeramaian dan sangat bising dalam kesunyian. Dia, sang semut.. seperti terbangun dari tidur panjang. Ada koneksi baru yang dia rasakan antara hati dan perangkat lunak barunya; akal pikiran. Dan lalu, membatin cukup lama…..
Dalam dunia persemutan, waktunya lebih banyak dihabiskan untuk merenung, entah waktu cari makan, sekedar ngalor-ngidul merayap di pepohonan, menyusuri tanah yang basah, atau yang paling sering ya cuma diam menempel pada dinding yang retak sebagian. Merenung. Berpikir tajam. Mengkerut-kerut dahi semutnya.
“..Mengapa aku merasa begini..”
“..Apa tujuanku sebenarnya. apakah aku benar-benar semut atau sudah hilang sama sekali peri kesemutanku. kepada semut mana aku bertanya dan sekedar mengadu….”
Dengan kondisi serba semrawut, ujungnya si semut nan kecil lagi hitam, yang tak terdeteksi di gelapnya malam oleh mata telanjang manusia, cuma bisa berdoa dan curhat pendek-pendek dalam hati kepada Penciptanya…
“..Duhai Yang Maha Penentu segala, saya kok bisa galau begini kayak manusia yah..”
“..Wahai Sang Maha Cahaya kumohon petunjuk-Mu..”
“..Wahai Sang Pemberi petunjuk kumohon bimbingan-Mu..”
“..Duhai Sang Maha Kasih, semut kecil lemah ini bingung..”
Terus-terusan begitu tiap hari dibenaknya, sampai suatu saat setelah sekian lama, semut itu pun mendapat ilham…
Bahwa gejolak batin dan tingkahnya yang memang lebih mirip manusia ketimbang semut itu, agar jelas apa maksud lakon yang dijalani saat ini, si semut diharuskan belajar melihat, mendengar, meneliti apa yang senantiasa manusia lakukan sehari-hari..
Apa yang manusia cari?
Tujuannya apa?
Bagaimana cara mencapai tujuan tersebut?
Mengapa manusia kadang gelisah ditengah kegembiraanya?
Tersenyum lebar ditengah kesedihannya sendiri?
Sang Pemberi Ilham berseru pada nurani si semut..
“..Pelajarilah siklus manusia mulai dari anak bayi sampai yang sudah sangat uzur..”
Oleh karna dianggap tidak ada jalan lain, semut pun lantas jalan. Berangkat dengan niat kuat untuk mencari tahu apa sebab si semut tiba-tiba punya lakon yang berbeda dengan semut diseantero jagad.
Dipelajarinya tiap siklus usia manusia dari awal sampai batas akhir..
Dari hidup sampai mati, hingga dia pikir sudah waktunya selesai mengamat-ngamati manusia, dia kembali bertanya-tanya sendiri. Ngoceh sendiri. Seperti laporan entah kepada siapa yang memberi ilham.
“..Ini sudah selesai belajar manusianya..lantas bagaimana…”
Muncul jawaban..
“..Yaa, harus direnungi, harus dicari kesimpulannya apa. baru kemudian nanti secara otomatis akan muncul jawaban yang kamu cari selama ini..”
Semut membalas bisikin batin tersebut..
“..Baiklah..”
Sang Pemberi ilham menambahkan..
“..Jika sudah ketemu jawabannya, maka kamu, duhai semut akan bisa untuk normal kembali. walaupun mungkin saja.. setelah kamu tahu jawabannya, perihal balik normal lagi, menyemut lagi seperti semut lain..sudah bukan perkara yang teramat penting buatmu..”
Muhammad Lathif Adam