Ancaman terbesar berada di Asia Selatan, ujar Robert O’Keefe, wakil direktur Health Effects Institute.
Anak-anak yang lahir hari ini, akan menghadapi tantangan menyeramkan. Mereka dihadapkan pada kondisi alam yang tak bersahabat –bahkan cenderung membunuh. Polusi udara nyatanya telah membunuh. Pada 2017, setidaknya satu dari 10 kematian disebabkan oleh polusi udara, sisanya malaria dan kecelakaan lalu lintas, menurut studi State of Global Air (SOGA) yang dirilis bulan ini.
Disarikan dari Guardian, di Asia Selatan harapan hidup anak-anak berkurang hingga 30 bulan dan di Gurun Sahara Afrika berkurang 24 bulan, kombinasi dari polusi udara kendaraan, industri dan kebakaran hutan. Di Asia Timur, harapan hidup tereduksi menjadi 23 bulan. Terlebih di negara berkembang diperkirakan akan berkurang dari lima persen dari negara lainnya.
“Harapan hidup anak-anak telah menukik tajam selama beberapa tahun adalah kejutan,” sahut O’Keefe. “Tidak ada keajaiban kecuali pemerintah mengambil tindakan.”

Alastair Harper, kepala advokasi Unicef Britania Raya, telah memperingatkan bahaya kesehatan polusi pada anak-anak. “Ini menjadi gambaran nyata bagaimana polusi telah mengancam kelompok paling rentan pada manusia: yakni anak-anak. Seiring meningkatnya polusi meningkat pula kurangnya berat badan anak, kurangnya perkembangan paru-paru dan meningkatnya penyakit asma.”
Walaupun anak-anak menghadapi ancaman lebih besar, orang dewasa pun tak lepas dari ancaman polusi. Hampir 9 dari 10 kematian akibat polusi ada di kisaran usia 50 ke atas. Dari seluruh kematian secara global polusi udara menyumbang banyak penyakit diantaranya 41 persen dari penyakit TBC, 2 persen dari diabetes, 19 persen kanker paru-paru, 16 persen dari penyakit jantung dan 11 persen dari stroke.
Pemerintah dunia pun telah melalui rangkaian usaha mengurangi dampak polusi udara. Sebagai contoh China, yang situasi polusi udaranya telah berkurang beberapa bulan belakangan. Rencana Strategis China 2013 menargetkan kualitas udara bersih, mengurangi ketergantungan batubara dan membuat industri bebas polusi mulai digalakkan. Sambil usahanya mengurangi jumlah volume kendaraan dan berinvestasi pada energi bersih. Menurut laporan O’Keefe, Asia Selatan seperti Nepal dan India mencapai level tertinggi terpapar polusi udara dua kali lipat dibanding China. Negara-negara yang memiliki polusi udara terendah ada pada Norwegia, Kanada, Swedia dan Selandia Baru.
Polusi udara rumah tangga adalah kunci penting lainnya. Dalam negara berkembang, ketergantungan pada bahan bakar minyak, untuk memasak dan memanaskan juga sumber utama dari polusi dalam ruangan. Laporan ini juga meneliti tipisnya ozon pada negara-negara maju. Terutama disebabkan nitrogen dan zat berbahaya lain yang berasal dari kendaraan dan proses industri. Hidup dalam lingkungan ozon tipis juga berbahaya terkena penyakit pernapasan.
Tahun lalu studi SOGA menemukan 90 persen warga dunia menghirup udara berbahaya. Hasil dari ekspansi industri, meningkatnya kendaraan dan kemacetan lalu lintas, dan polusi dalam ruangan seperti perapian dengan bahan bakar minyak.

Polusi udara telah mencapai ancaman penyakit yang meluas, seperti pikun dan kecacatan. Menjadi keprihatinan global. O’Keefe menyarankan pada pelaku usaha untuk berinvestasi pada kendaraan listrik dan energi terbarukan. Ia pun memperingatkan bahwa menanam modal pada energi berbasis batubara, malah membuat ‘perangkap’ polusi udara bagi dunia beberapa tahun ke depan.