15
Satu persatu orang meletakkan serpihan tanah ke dalam gundukan tanah persegi panjang yang baru diuruk tanah. Setelah itu mereka pergi meninggalkan Boy sendiri di dalam kuburan. Kecuali aku dan Alexa sendiri. Terutama Alexa, ia merasa sangat kehilangan Boy, lelaki yang sangat dicintainya selama ini. Dipeluknya erat batu nisan yang bertuliskan nama Boy. Tak sedikitpun ingin dilepasnya batu itu. Buliran air matanya menetes membasahi batu nisan Boy, kemudian menghilang melalui tanah yang kini menutup Boy.
Sementara aku hanya berdiri saja memandangi makam Boy tanpa harus tahu berkata-kata apa. Seakan-akan ini semuanya hanya mimpi. Dan aku berharap akan cepat bangun kembali dan menebus semua kesalahanku kepada Boy. Tuhan begitu tidak adil, pikirku. Mengapa Tuhan mengambil Boy yang begitu baik kepadaku. Tapi malah memberiku kesempatan hidup yang memulai pertarungan dengan XO Internasional. Aku yang menantang XO Internasional, bukan Boy sahabat terbaikku. Tapi, aku kembali sadar, kalau kematian Boy bukanlah karena Tuhan. Tapi karena kesalahanku yang tidak mempercayai sahabatku sendiri.
Selang beberapa menit kemudian, rintikan hujan tiba-tiba mengguyur kami berdua yang masih berada di makam Boy. Langit sepertinya ikut bersedih dengan kematian Boy. Tetes demi tetes lalu membasahi baju dan rambutku dan Alexa. Begitu pula, tanah yang baru diuruk menjadi sedikit memadat karena tersiram air dari langit. Tapi, bukannya beranjak pergi, Alexa malah memeluk erat batu nisan Boy. Tangisannya semakin pecah. Air matanya terus mengalir dan menyatu bersama air hujan yang mungkin juga masuk melalui pori-pori tanah ke jenazah Boy yang telah dikubur.
“Ayoo Alexa kita pulang,” kupapah tubuh Alexa yang masih bersimpuh di tanah. Meskipun hatiku juga perih ditinggal Boy. Tapi Aku tidak tega juga melihat Alexa yang terus larut dalam kesedihannya.
“Tinggalkan saja aku disini Gayatri. Biarkan aku menemani Boy agar tidak kesepian !”
“Ayo pulang Alexa. Jangan membuat Boy yang sudah tenang di sana menjadi sedih karena melihatmu.”
“Kalau kamu jatuh begini, Boy juga pasti sedih di dalam sana Alexa.” “Biarkan aku, Gayatri!”
“Kamu harus kuat Alexa. Jangan sampai kamu menjadi sakit dan orang-orang yang menyakiti Boy bebas berkeliaran tanpa terjerat hukum sama sekali.”
Setelah kubujuk, Alexa akhirnya mau meninggalkan makam Boy. Kukuatkan hatinya agar bisa merelakan Boy yang telah meninggalkan dunia. Tapi, aku hanya berpura-pura kuat saja di depan Alexa. Yang sebenarnya adalah hatiku juga remuk, rasa bersalahku ke Boy terus memuncaki pikiranku. Dan mungkin saja, aku tidak akan mampu memaafkan diriku sendiri ke depannya.
Aku kemudian menumpang mobil Alexa untuk pulang. Kami berdua duduk di belakang, karena Alexa membawa sopir, takut tidak fokus kalau harus menyetir sendiri.
“Kamu harus membalas orang yang paling mencintaimu Gayatri !”Alexa memulai pembicaraan di dalam mobil.
“Aku tidak tahu, apakah ada yang bisa aku lakukan untuk Boy sahabat terbaikku.”
“Sahabat ? Salah kamu kalau menganggap Boy hanya sekadar sahabat.” “Boy mencintai kamu Alexa.”
“Tidak. Tidak. Aku begitu kenal dengan Boy. Setiap saat, dimana saja kami berdua. Selalu kamu yang dibicarakannya. Boy hanya tidak punya keberanian untuk mengatakannya kepadamu.”
“Sungguh aku benar-benar tidak mengetahuinya Alexa. Maafkan aku. Boy selama ini selalu menjadi sahabat terbaikku. Dari kecil hingga sekarang.” Aku berusaha membohongi diriku sendiri dan Alexa. Boy selalu menjadi pahlawan kecilku hingga pertemuan kembali di Warta Ibukota saat itu. Tapi sama halnya dengan Boy, aku pun tak berani menyebutnya benih itu adalah cinta. Kami sudah terlalu nyaman dengan persahabatan kami.
“Cintanya begitu terlihat ketika XO Internasional berusaha melakukan kekerasan kepadamu karena penyelidikanmu. Boy memberanikan diri kepada atasannya agar, XO Internasional menggunakan cara-cara yang lunak dalam mengatasi kamu.”
“Ceritakan semuanya kepadaku Alexa, bagian yang terlewatkan olehku tentang Boy!”
“Dan Boy berhasil meyakinkan atasannya. Salah satunya dengan cara merekrut kamu dan menjalin kerjasama antara XO Internasional dan Warta Ibukota agar kamu selalu aman dan liputan kamu dibatalkan dengan sendirinya. Pragmatis memang, tapi apa yang bisa diperbuatnya kala itu sebagai orang kecil. Setidaknya itu yang dikatakan Boy saat itu.”
Alexa mengambil napas sejenak dan berusaha mengingat-ingat apa yang diceritakan Boy selama ini. Sementara aku terus menyimak setiap kata yang diucapkan Alexa. Bagian terpenggal dari kisah hidup Boy yang terlewatkan olehku karena pikiran sempitku sehingga tidak percaya oleh Boy.
“Tapi ketika semua cara yang dilakukan Boy belum juga menghentikan liputan investigasimu. Manajemen XO Internasional sepertinya sudah tidak sabar lagi. Lalu diculiklah Najwa keponakanmu untuk memberikan ketakutan yang lebih kuat kepadamu untuk menghentikanmu.”
“Iya aku sebenarnya juga sudah tidak ingin melanjutkan liputan investigasiku pasca penculikan Najwa. Aku tidak ingin orang-orang terdekatku menjadi korban karenaku. Tapi …sulit aku menjelaskan semuanya Alexa. Lalu bagaimana Boy?”
“Boy tampaknya tidak setuju dengan tindakan keras XO Internasional. Diam-diam, ia lalu menyelamatkan Najwa tanpa sepengetahuan kantornya. Tapi malangnya, ia tertusuk pisau sama preman-preman yang disewa kantornya dalam penyelamatan Najwa. Setelah mengantarkan Najwa, Boy lalu menghubungiku dan memintaku ke rumah sakit untuk menemaniku. Tapi sesampainya di rumah sakit kulihat luka Boy sudah cukup terlalu dalam. Tapi, luar biasa memang perjuangan Boy. Ia berjuang sendiri menuju rumah sakit agar bisa tetap hidup dan dapat membantumu. Tapi Tuhan berkata lain.”
Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala mendengar semua cerita Alexa tentang Boy. Murni sekali sahabatku itu. Mau menolongku dan keluargaku, meskipun sudah aku perlakukan seperti itu. Tidak peduli ia berada di posisi manapun, ia masih juga bisa menempatkan dirinya di jalan kebenaran. Tidak sepertiku yang mengambil jalan benar karena sedang berada di tempat yang benar dan jauh dari kebusukan. Tapi, bagaimana jika sebaliknya aku bekerja di XO Internasional. Aku tidak begitu yakin bisa mengambil sikap seperti yang dilakukan oleh Boy.
“Kamu harus membalas kematian Boy, Gayatri !”
“Aku tak yakin mampu membuat mereka yang bersalah bisa mempertanggungjawabkan kesalahan mereka di pengadilan dan kemudian dipenjara Alexa.”
“Kamu pasti bisa Gayatri!”
“Tapi dengan apa Alexa. Apa yang harus aku perbuat. Beberapa kepingan puzzle masih belum aku temukan untuk melengkapi tulisanku.”
“Itu tak jadi soal. Ini untukmu, dari Boy. Ia memberikannya kepadaku ketika ia masuk ke rumah sakit. Ia berpesan baru akan memberikannya kalau ia sudah meninggal.” Alexa kemudian memberikan sebuah flasdisk yang disimpannya dalam tasnya.
“Apa ini isinya Alexa ?” tanyaku penasaran.
“Aku sendiri belum melihatnya Gayatri. Hanya Boy bilang flasdisk ini akan membantu semua tulisan kamu.”
“Tapi Alexa ?”
Aku masih bimbang apakah masih memiliki keberanian untuk melanjutkan liputanku. Aku tidak mau lagi kehilangan orang-orang terdekatku karena liputan ini. Meninggalnya Boy sudah menjadi tamparan yang cukup keras bagi hidupku. Sementara, Alexa yang sembari tadi lunglai pasca pemakaman Boy, malah terlihat semangat mendorongku agar menyelesaikan tulisanku sebagai upaya balas dendam ke XO Internasional. Ia begitu yakin dengan sedikit kerja kerasku, mereka yang bertanggung jawab atas kematian Boy akan masuk ke jeruji besi.
“Aku tahu Gayatri,”Alexa tampaknya dapat membaca kekhawatiranku jika harus meneruskan liputan ini.
“Kamu tidak perlu khawatir. Aku sudah membicarakan semuanya dengan ayahku. Dia sudah mau membantu mengamankan orang-orang terdekatmu dan membuat skenario pengamanan pra dan pasca liputan hingga situasi aman kembali.”
“Aku akan berusaha. Tapi aku juga tidak terlalu yakin bisa membuat mereka yang bersalah dapat dibawa ke pengadilan melalui tulisanku.”
“Tolong balaskan kematian Boy, Gayatri!” Alexa lalu menggenggam tanganku erat.
Tatapan matanya berusaha meyakinkanku bahwa semuanya berada dalam kontrolnya. Meski demikian, aku juga belum terlalu yakin, apakah Ayah Alexa yang merupakan salah satu pimpinan kepolisian juga dapat menjamin keselamatanku dan keluargaku. Atau jangan-jangan malah ikut kongkalikong dengan pemilik XO Internasional, seperti polisi-polisi yang gila dengan harta seperti yang lain.
Tapi, berapa orang yang akan kukecewakan apabila aku menghentikan liputan ini. Sepuluh korban kecelakaan di Puncak, Bogor yang sudah pasti tidak akan terungkap pelakunya. Bagaimana pula juga dengan warga lainnya di sekitar Dusun Karangmangu yang kemungkinan besar tanah dan airnya tercemar merkuri akibat buruknya pengelolaan limbah pertambangan emas. Belum lagi Boy yang sudah berbuat banyak kepadaku dan keluargaku. Kalau aku tidak sanggup memenuhi permintaan Alexa. Tidak bisakah aku sendiri melakukan ini sebagai penebus rasa bersalahku kepada Boy. Walaupun belum tentu akan hilang dengan mudah juga seandainya liputan investigasiku nanti diterbitkan.
“Baiklah Alexa aku akan menerbitkan tulisanku dengan bantuan darimu dan flasdik ini.”